Pertegas Regulasi Retribusi Parkir, DPRD Kabupaten Malang Gandeng Akademisi

Kajian Raperda Perparkiran bersama akademisi di Hotel Grand Miami Kepanjen, Selasa (9/5/2023).(DPRD Kabupaten Malang for blok-a.com)
Kajian Raperda Perparkiran bersama akademisi di Hotel Grand Miami Kepanjen, Selasa (9/5/2023).(DPRD Kabupaten Malang for blok-a.com)

Kabupaten Malang, blok-a.com – Permasalahan parkir liar masih menjadi keresahan di Kabupaten Malang. Hal tersebut tentunya membuat keterserapan pajak dan retribusi parkir tak maksimal.

Untuk itu, DPRD Kabupaten Malang mendesak Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Malang untuk segera mempertegas peraturan terkait perparkiran.

Ketua DPRD Kabupaten Malang, Darmadi mengatakan, rancangan peraturan daerah (Ranperda) itu nantinya akan memperbaiki penyelenggaraan parkir, dengan tujuan untuk mempertegas regulasi.

“Ini juga berkaitan dengan meningkatkan pendapatan asli daerah dari retribusi parkir. Maka nanti akan diatur penyelenggaraan parkir yang sebaik baiknya melalui ranperda perparkiran,” terang Darmadi saat ditemui Blok-a.com beberapa waktu lalu.

Dorongan DPRD dalam penyusunan Raperda Perparkiran tersebut didukung dengan adanya kajian dari akademisi, yang bertujuan untuk menggali potensi dari retribusi perparkiran di Kabupaten Malang.

Kajian Raperda Perparkiran bersama akademisi ini digelar di Hotel Grand Miami Kepanjen, Selasa (9/5/2023).

Dosen Fakultas Hukum Universitas Hang Tuah Surabaya, Bambang Ariyanto sebagai perwakilan akademisi menyebutkan, sejauh ini pendapatan daerah tertinggi didapatkan melalui pajak restoran dan hotel, disusul pajak kendaraan bermotor yang mana di dalamnya terdapat pajak retribusi parkir.

Baca Juga: DPRD Kabupaten Malang Sepakati 3 Perubahan Perda dan 1 Pencabutan Perda

“Pendapatan daerah tingginya ada empat sumber, diantaranya pajak Restoran dan Hotel, Pajak Bumi Bangunan (PBB), Pungutan Hak Atas Tanah dan Bangunan (PHATB), serta Pajak Kendaraan Bermotor (PKB),” terang Bambang dalam keterangan yang diperoleh blok-a.com, Rabu (10/05/2023).

Lebih lanjut, Bambang menambahkan, sesuai dengan Undang Undang Nomor 22 Tahun 2009 serta Peraturan Pengganti Undangan Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2002 menyebutkan bahwa pelaku usaha yang dapat memiliki usaha penyediaan fasilitas parkir bilamana sebagai perseoran Indonesia atau badan hukum Indonesia dengan kategori usaha khusus perparkiran dan penunjang usaha pokok.

“Untuk itu yang bisa menyelenggarakan usaha di luar ruang milik jalan harus memiliki perizinan berusaha. Unsur penting proses pengurusan Perizinan Berusaha harus mengetahui Kode Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI),” tambahnya.

Sesuai dengan Permenhub 12 tahun 2021 dan situs OSS, pelaku usaha tempat parkir memiliki 8 kewajiban pokok. Di antaranya adalah melakukan pelaporan data transaksi usaha parkir, hingga melaporkan pada pemberi izin bila dilakukan perubahan penanggung jawab.

Tak hanya itu, jika merupakan prakarsa daerah, maka daerah harus melakukan pemetaan urusan pemerintahan sesuai potensi dan karakteristik daerah, serta penyusunan studi kelayakan.

Selanjutnya, peraturan dibuatkan di dalam daftar rencana kerjasama yang ditetapkan dengan keputusan kepala daerah.

“Bila prakarsa dari pihak ketiga, maka harus memenuhi kriteria. Seperti, terintegrasi secara teknis dengan rencana induk pada sektor yang bersangkutan, layak secara ekonomi dan finansial, serta memiliki kemampuan keuangan untuk membiayai pelaksanaan kerjasama,” jelas Bambang.

Sementara itu, jika prakarsa daerah akan melakukan kerjasama pengolahan parkir, maka harus memiliki pengaturan kerjasama yang jelas. Sedangkan pihak pelaksana yakni juru parkir, harus juga mengetahui mekanisme kerjasama tersebut.

“Karena faktanya pihak ketiga tidak menyosialisasikan hasil kerjasama dengan pemerintah daerah. Serta wanprestasi tetap harus diperhatikan,” pungkasnya. (adv/ptu/lio)

Kirim pesan
Butuh bantuan?
Hai, apa kabar?
Apa yang bisa kami bantu?