Trauma 1 Tahun Ibu Korban Tragedi Kanjuruhan: Ada Ramai-Ramai Saya Kebingungan

Trauma 1 Tahun Ibu Korban Tragedi Kanjuruhan: Ada Ramai-Ramai Saya Kebingungan
Tumpukan bunga syal dan baju Arema di gate 13 sebagai lokasi yang diduga memunculkan banyak korban di tragedi Stadion Kanjuruhan (blok-A/Syams Shobahizzaman)

 

Kabupaten Malang, Blok-a.comSelain menyimpan duka yang mendalam,Tragedi Kanjuruhan juga masih menimbulkan trauma yang membekas bagi korban maupun keluarga yang ditinggalkan.

Trauma itu dialami oleh salah satu ibu korban luka-luka dalam Tragedi Kanjuruhan, Dewi Fitriyah (38), warga Tegalsari, Kecamatan Kepanjen, Kabupaten Malang.

Tragedi maut kala itu rupanya cukup membekas di hati dan pikiran ibu kandung dari korban Nur Saguanto (20).

Ia juga mengaku, masih kerap khawatir saat anaknya tak kunjung pulang. Sekalipun hanya berpegian ke ladang, yang tak jauh dari rumahnya.

Caption : Nur Saguanto (20), salah satu korban selamat tragedi kanjuruhan memperlihatkan rontgen pergelangan kaki yang mulai membaik (Blok-a.com / Putu Ayu Pratama S)
Caption : Nur Saguanto (20), salah satu korban selamat tragedi kanjuruhan memperlihatkan rontgen pergelangan kaki yang mulai membaik (Blok-a.com / Putu Ayu Pratama S)

Kekhawatirannya memuncak, saat Aan sapaan akrabnya, berada di luar rumah. Bahkan Dewi mengatakan, ia selalu menggegam teleponnya untuk sesekali memastikan keberadaan sang buah hati.

“Kalau dengar suara ramai-ramai saya masih trauma mbak, kemarin sempat ada kebakaran juga itu saya kebingungan, khawatir anak saya. Padahal ya dia lagi ada di rumah. Belum lagi kalau lagi di luar, bentar-bentar tak telpon,” ujarnya kepada Blok-a.com, Jumat (29/9/2023).

Selain jauh dari sang anak, lanjut Dewi, trauma itu kerap hadir saat ia mendengar suara gaduh di sekelilingnya. Suara itu, membuatnya terbayang-bayang keramaian yang sempat terjadi di rumahnya pada hampir satu tahun lalu.

Dimana kala itu, pertama kalinya Aan dipulangkan dari Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kanjuruhan, yang sebelumnya sempat tak ditemukan kabarnya beberapa jam usai tragedi nahas itu terjadi.

“Dulu awal anak saya datang, rumah ramai sekali. Hampir 40 hari gak pernah sepi rumah, saya keinget itu, bingung sendiri gak jelas, cemas kalau dengar rame-rame,” ungkapnya.

Namun seiring berjalannya waktu, Nur mulai memahami. Ia kembali tak membatasi ruang gerak putra pertamanya. Hanya wejangan hingga saat ini yang masih terus melekat di bibirnya.

Semakin ke sini, ibu yang bekerja sebagai penjaga toko ini merasa bersyukur, di tengah-tengah banyak keluarga yang ditinggalkan anak maupun sanak saudaranya, ia masih diberikan kesempatan untuk melihat putranya hidup dan kembali berkegiatan normal.

“Tapi sekarang alhamdulillah saya sudah lega, yang terpenting anak saya selamat. Kembali bisa berkativitas lagi, saya sudah sangat bersyukur,” urainya sembari menetaskan air mata.

Jika diingat kembali, kala itu Nur sempat bekecil hati. Bagaimana tidak, putra pertamanya sempat tak bisa bergerak, mobilitasnya terhambat. Aan hanya terbaring lemas, dengan luka memar dan menghitam di bagian kelopak matanya.

“Sudah hampir satu tahun, jika diingat-ingat seperti masih tak percaya. Alhamdulillah meskipun pemulihan cukup lama, tapi anak saya sehat sekarang,” katanya lirih.

Tak terasa, satu tahun hampir ia lalui bersama anaknya untuk terus berobat dan mengusahakan kesembuhan. Selain keadilan yang masih terus dikobarkan, ia juga berharap, semoga kedepan korban luka- luka maupun korban meninggal bisa lebih diperhatikan oleh pemerintah.

“Ya semoga tragedi ini tidak terulang lagi, semoga korban yang luka-luka segera pulih. Harapan kami hanya pengen diperhatikan, kasian, banyak yang belum sepenuhnya pulih, ada yang harus lepas pen juga. Semoga pemerintah bisa memperhatikan, kalau anak saya alhamdulillah sudah sembuh,” pungkasnya. (ptu/bob)

Kirim pesan
Butuh bantuan?
Hai, apa kabar?
Apa yang bisa kami bantu?