Gresik, blok-a.com – Keberadaan pagar laut yang terletak di pesisir pantai Desa Karangkiring, Kecamatan Kebomas, Gresik, menjadi sorotan setelah diduga kuat belum mengantongi izin Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL) dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Republik Indonesia.
Setelah ditelusuri, pagar laut tersebut diketahui dimiliki oleh PT Sumber Mas Indah Plywood (SMIP), perusahaan produsen kayu lapis ternama yang telah beroperasi selama bertahun-tahun.
Berdasarkan informasi yang disampaikan Badan Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) Denpasar, lokasi pagar laut PT SMIP tidak terdaftar sebagai perusahaan pemanfaat ruang laut yang memiliki izin PKKPRL.
Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang dan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 28 Tahun 2021, setiap pemanfaatan ruang laut secara menetap lebih dari 30 hari wajib memiliki PKKPRL.
Tanpa izin tersebut, aktivitas seperti penambangan, pembangunan dermaga, hingga pemasangan pagar laut dapat dianggap ilegal dan berpotensi ditindak sesuai aturan yang berlaku.
Hal yang sama ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja. Setiap aktivitas pemanfaatan ruang laut, termasuk penambangan dan pembangunan infrastruktur di laut, wajib memiliki PKKPRL.
Pemerintah memiliki kewenangan untuk memberikan sanksi administratif hingga penghentian kegiatan jika ditemukan aktivitas pemanfaatan ruang laut tanpa izin.
Pagar laut yang diperkirakan memiliki luas sekitar 9 hektare itu digunakan oleh PT SMIP untuk menampung kayu gelondongan sebagai bahan baku produksi kayu lapis.

Hasil produksi pabrik ini sebagian besar diekspor ke berbagai negara, termasuk Eropa, Amerika, Jepang, dan Korea.
Saat dikonfirmasi dalam sebuah acara buka puasa bersama di Gresik, Senin (17/3/2025), perwakilan legal PT SMIP, Bangkit Widiyatno, menyatakan bahwa perusahaan telah mengantongi seluruh perizinan yang diperlukan untuk menjalankan aktivitasnya.
Namun, Bangkit enggan memberikan jawaban ketika ditanya mengenai legalitas pagar laut yang dibangun di depan dermaga PT SMIP.
“Semuanya lengkap. Tapi jangan sekarang buka-buka dokumennya, ini kan kita lagi mengundang untuk buka puasa bersama,” ujar Bangkit tanpa menjawab pertanyaan jurnalis blok-a.com lebih lanjut terkait izin PKKPRL.
Sebagai informasi, PKKPRL adalah dokumen yang menyatakan kesesuaian rencana kegiatan pemanfaatan ruang laut dengan rencana tata ruang atau rencana zonasi.
Dokumen ini menjadi syarat dasar bagi perusahaan yang ingin mendapatkan izin usaha terkait aktivitas di laut. Hingga saat ini, belum ada pernyataan resmi dari pihak PT SMIP mengenai Izin PKKPRL tersebut.
Kendati keberadaan pagar laut milik PT SMIP diduga ilegal karena belum mengantongi izin PKKPRL, namun pihak administrator kepelabuhanan, dalam hal ini KSOP Gresik, masih rutin menerapkan pungutan pajak (PNBP) jasa kepelabuhanan terhadap TUKS PT SMIP.
“KSOP sampai sekarang masih memungut pajak jasa kepelabuhanan atas TUKS (Terminal Untuk Kepentingan Sendiri) milik PT Sumber Mas. Izin dari kami bukan terkait Ploting Area, itu ranahnya KKP. KSOP hanya terkait aktivitas bongkar muatnya. Dan mereka langsung membayar melalui kas negara sebagai PNBP (Pendapatan Negara Bukan Pajak),” ucap Kepala Seksi Lalu Lintas Laut KSOP Gresik, Devry Andrey.
Sebelumnya, nelayan setempat mengeluhkan keberadaan pagar laut tersebut dapat mengancam keseimbangan ekosistem laut dan kesejahteraan masyarakat setempat. Namun, para nelayan tak bisa berbuat banyak meski mereka harus kehilangan wilayah tangkapan ikan karena masifnya eksploitasi sumber daya laut.
“Kami tidak akan pernah menang melawan kepentingan industri yang selalu menggunakan alasan untuk kepentingan negara. Mereka raksasa, dan kami hanya nelayan kecil yang semakin tersingkir,” tegas Bambang, nelayan asal Sukorejo.(ivn/lio)