Ditemukan Aktivitas Penambangan hingga Pagar Laut di Gresik, Nelayan Semakin Terancam

Pagar laut dengan pancang beton yang mengelilingi ribuan gelondongan kayu di perairan Karangkering, Kebomas, Gresik.(blok-a.com/Ivan)
Pagar laut dengan pancang beton yang mengelilingi ribuan gelondongan kayu di perairan Karangkering, Kebomas, Gresik.(blok-a.com/Ivan)

Gresik, blok-a.com – Aktivitas penambangan ditemukan di pesisir Kecamatan Manyar, Kabupaten Gresik. Hingga kini, legalitas aktivitas tersebut masih belum jelas. Menambah kekhawatiran atas dampaknya terhadap ekosistem laut dan kehidupan nelayan setempat.

Kerusakan ekosistem laut akibat aktivitas industri dan penambangan semakin nyata di Gresik. Nelayan setempat sudah lama kehilangan wilayah tangkapan ikan karena masifnya eksploitasi sumber daya laut.

Nelayan pun harus melaut lebih jauh hingga biaya operasional mereka membengkak.

Jurnalis Blok-a.com bersama Tim Ngabubrit melakukan penyusuran selama tiga jam di sepanjang pesisir pantai Manyar hingga Pantai Karangkering, Kecamatan Kebomas.

Dalam perjalanan, tim menemukan pagar laut dengan pancang beton yang mengelilingi ribuan gelondongan kayu di dekat Dermaga PT Wilmar Nabati Gresik.

Pagar laut yang diperkirakan masuk wilayah perairan Karangkering, Kecamatan Kebomas, Kabupaten Gresik tersebut diduga digunakan untuk kepentingan bisnis tertentu.

Seorang nelayan setempat menyebut keberadaan pagar dan kayu gelondongan itu sudah ada sebelum Pabrik Wilmar Nabati berdiri. Bahkan, di masa lalu, area tersebut dijaga ketat oleh aparat.

“Ini sudah lama sebelum Wilmar berdiri. Dulu yang jaga aparat. Kalau ada yang berani mencuri kayu, langsung ditembak,” ujar seorang nelayan yang menemani tim blok-a.com menyusuri perairan Karangkering, Selasa (11/3/2025) siang.

Melanggar Garis Batas Laut

Ditelusuri melalui data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), lokasi pagar laut tersebut telah melewati garis batas laut yang ditentukan.

Selain itu, berdasarkan informasi dari Badan Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) Denpasar, lokasi tersebut diduga belum mengantongi izin Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL).

Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang dan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 28 Tahun 2021, setiap pemanfaatan ruang laut secara menetap lebih dari 30 hari wajib memiliki PKKPRL.

Tanpa izin tersebut, aktivitas seperti penambangan, pembangunan dermaga, hingga pemasangan pagar laut dapat dianggap ilegal dan berpotensi ditindak sesuai aturan yang berlaku.

Hal yang sama ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja. Setiap aktivitas pemanfaatan ruang laut, termasuk penambangan dan pembangunan infrastruktur di laut, wajib memiliki PKKPRL.

Pemerintah memiliki kewenangan untuk memberikan sanksi administratif hingga penghentian kegiatan jika ditemukan aktivitas pemanfaatan ruang laut tanpa izin.

Regulasi ini bertujuan memastikan pemanfaatan laut tetap berkelanjutan serta tidak merugikan masyarakat pesisir, terutama nelayan.

Keberadaan industri di pesisir bukanlah hal yang dilarang, namun seharusnya tetap memperhatikan keseimbangan ekosistem laut dan kesejahteraan masyarakat setempat.

Tanpa pengawasan ketat, aktivitas industri yang tidak mematuhi aturan seperti PKKPRL akan semakin mengancam keberlanjutan lingkungan dan mata pencaharian nelayan.

“Kami tidak akan pernah menang melawan kepentingan industri yang selalu menggunakan alasan untuk kepentingan negara. Mereka raksasa, dan kami hanya nelayan kecil yang semakin tersingkir,” tegas Bambang, nelayan asal Sukorejo.(ivn/lio)

Baca berita ter-update di Google News Blok-a.com dan saluran Whatsapp Blok-a.com

Kirim pesan
Butuh bantuan?
Hai, apa kabar?
Apa yang bisa kami bantu?