Malang, blok-a.com – Sidang vonis terhadap tiga anggota Polri yang menjadi terdakwa Tragedi Kanjuruhan digelar hari ini, Kamis (16/3/2023) di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Perwakilan keluarga korban sempat bersurat ke Majelis Hakim jelang pembacaan putusan.
Surat tersebut disampaikanoleh Koalisi Masyarakat Sipil yang terdiri dari terdiri dari LBH Pos Malang, LPBH NU Kota Malang, LBH Surabaya, YLBHI, Kontras, IM57 Institute, Lokataru, ICW, ICJR, PBHI, dan AJI, pada Selasa (14/3/2023), melalui pelayanan terpadu satu pintu (PTSP).
“Kami membawa tulisan tangan keluarga korban, tulisan tangan ini kami kirim ke Majelis Hakim, supaya Majelis Hakim merasakan, yang hari ini dirasakan keluarga korban,” kata perwakilan LBH Pos Malang, Zhafir Galang.
Dalam suratnya tersebut, disampaikan bahwa keluarga korban berharap agar Majelis Hakim memutus tiga polisi terdakwa Tragedi Kanjuruhan, secara maksimal dan seadil-adilnya.
Baca Juga: KontraS Nilai Vonis 2 Terdakwa Tragedi Kanjuruhan Tak Menjawab Rasa Keadilan
“Keluarga korban ingin putusan maksimal dan seadil-adilnya,” ujar Zhafir.
Selanjutnya, keluarga korban ingin agar Majelis Hakim juga memberikan putusan restitusi demi kelangsungan hidup mereka.
“Bagaimana keadilan ekonomi bagi mereka yang ditinggalkan tulang punggung, entah itu anaknya, ayahnya atau ibunya,” ucapnya.
“Satu, menjatuhkan putusan pidana yang maksimal dan seadil-adilnya terhadap tiga terdakwa AKP Hasdarmawan, Kompol Wahyu, dan AKP Bambang Sidoq. Berdasarkan dakwaan jaksa penuntut umum demi menjamin aspek keadilan bagi korban,” kata Zhafir membacakan tuntutan keluarga korban.
“Kedua, menjatuhkan restitusi terhadap para terdakwa korban dan keluarga korban dalam putusan perkara a quo,” tambahnya.
Perwakilan LBH Pos Malang lainnya, Haidar Leo menyebut, surat itu disampaikan lantaran tuntutan jaksa kepada tiga polisi terdakwa, yang terlampau ringan.
“Jadi seperti yang kita ketahui, temuan di persidangan bahkan tuntutan yang dilayangkan JPU terhadap terdakwa kasus Kanjuruhan atas nama polisi ini, kita ketahui sangat kecil, atau sangat sedikit kemarin hanya 3 tahun,” kata Haidar.
Padahal, kata dia, tiga terdakwa polisi itu sudah mengambil tindakan di luar tahapan penggunaan kekuatan tindakan kepolisian sebagaimana dalam Perkap No 1 Tahun 2009 dan tidak mempedomani Perkap No 08 Tahun 2009 Tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam penyelenggaraan tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.
“Para polisi itu juga menggunakan tindakan yang berlebihan atau excessive use force, tindakan tersebut yang kemudian menyebabkan korban jiwa, tidak dapat dibenarkan atas dasar alasan apapun sehingga terdakwa harus bertanggungjawab atas peristiwa tersebut,” ujar Haidar mewakili koalisi sipil.
Diketahui, tiga polisi terdakwa Tragedi Kanjuruhan eks Danki 1 Brimob Polda Jatim AKP Hasdarmawan, eks Kabag Ops Polres Malang Kompol Wahyu Setyo Pranoto dan eks Kasat Samapta Polres Malang AKP Bambang Sidik Achmadi, dituntut 3 tahun penjara.
Sebelumnya Polda Jatim menetapkan enam tersangka untuk kasus Tragedi Kanjuruhan yang mereka usut. Lima dari enam tersangka itu telah menjalani proses sidang.
Namun, satu tersangka yakni Eks Dirut PT LIB Akhmad Hadian Lukita masih belum diproses karena berkasnya belum rampung di kepolisian usai dikembalikan lagi oleh jaksa.
Akhmad Hadian saat ini sudah lepas dari tahanan polisi sejak Desember 2022 silam karena masa penahanannya telah habis dan tak diperpanjang.
Sementara itu dua terdakwa Kanjuruhan lainnya yakni Abdul Haris selaku Ketua Panpel Arema dan Suko Sutrisno selaku Security Officer Arema telah dijatuhi vonis oleh PN Surabaya pada pekan lalu.
Abdul Haris divonis penjara 1 tahun 6 bulan, sementara Suko divonis bui 1 tahun. Kedua terdakwa itu memutuskan tak banding atas vonis hakim PN Surabaya. (lio)