PPI Blitar Soal Hak Angket: Eksekutif Jangan Sensitif, Legislatif Jangan Terlalu Euforia

Pimpinan cabang Perhimpunan Pergerakan Indonesia (PPI) Kabupaten Blitar, Mujianto. (blok-a.com/Fajar)
Pimpinan cabang Perhimpunan Pergerakan Indonesia (PPI) Kabupaten Blitar, Mujianto. (blok-a.com/Fajar)

Blitar, blok-a.com – Pro dan kontra terkait hak angket dan interpelasi menghangat di tengah-tengah fraksi yang mendukung dengan yang tidak. Berbagai intrik politik sedang dilakukan, menyusul bergulirnya usulan hak angket dan interpelasi terhadap Bupati Blitar, Rini Syarifah tersebut.

Setidaknya ada tanda tangan 26 anggota DPRD dari Fraksi PDI Perjuangan dan PAN yang telah resmi diajukan ke pimpinan dewan.

Sementara 24 anggota dewan lainnya masih belum jelas mendukung atau menolak usulan hak angket dan interpelasi.

Pimpinan Cabang Perhimpunan Pergerakan Indonesia (PPI) Kabupaten Blitar, Mujianto mengatakan, pemahaman soal wacana hak angket itu biasa saja.

Menurutnya, eksekutif tidak perlu terlalu sensitif dan mendramatisir berlebihan. Begitu juga legislatif jangan terlalu euforia bahwa wacana itu bisa mendeligitimasi kekuasaan untuk turun.

“Hak angket itu biasa saja, karena itu adalah fungsi yang dibebankan legislatif menurut undang-undang,” kata Mujianto, Jumat (03/11/1023).

Mujianto menandaskan, hak yang dimiliki DPR untuk menyelidiki dugaan pelaksanaan sebuah aturan pemerintah bertentangan dengan UU diatur dalam Undang-undang Nomor 17 tahun 2014.

“Dalam UU Nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3), hak angket diusulkan oleh paling sedikit 7 orang anggota DPR dan lebih dari satu fraksi. Khususnya terkait pelaksanaan fungsi pengawasan,” tandasnya.

Anggota Dewan Belum Seluruhnya Paham

Lebih lanjut Mujianto menyampaikan, dengan mengikuti perkembangan di legislatif, belum sebagian besar anggota DPRD memahami betul apa yang sebenarnya menjadi kewajiban mereka terhadap dinamika politik seperti yang muncul di publik sekarang ini.

“Hal ini terlihat, masih berapa anggota yang sudah membubuhkan atau mau mendukung adanya pembentukan pansus itu. Toh sebenarnya pansus itu sama dengan terbentuknya pansus-pansus yang lain, cuma fokus dan obyeknya saja berbeda,” jelasnya.

Menurut Mujianto, hak angket dan interpelasi ini bisa mencerminkan siapa saja anggota dewan yang berpihak pada masyarakat.

“Tentu kita akan lihat mana dewan yang berpihak pada masyarakat, mana yang berpihak pada penguasa. Kalau memihak ke rakyat, pasti setuju angket dan interpelasi. Sebaliknya, bagi yang diam-diam saja, patut dipertanyakan, sedang menunggu apa? Ada kepentingan apa?,” ujarnya.

Terkait dua persoalan yang santer di publik dan menjadi perhatian masyarakat beberapa minggu belakangan ini, yaitu tentang adanya dugaan pelanggaran sewa rumah dinas wabup, juga terkait dengan TP2ID, menurutnya sudah memenuhi unsur pembentukan pansus.

“Saya pikir dua persoalan itu, sudah memenuhi unsur terbentuknya pansus, kan disitu persoalannya. Kalau selama ini legislatif hanya masih mendengar dari orang, sekarang tinggal menjalankan fungsinya untuk melakukan penyelidikan. Kerja pansus dalam penyelidikan nanti menemukan fakta atau tidak. Kalau menemukan fakta, baru pada tahap berikutnya untuk proses lebih lanjut menyepakati ditingkatkan ke interpeasi atau cukup berhenti pada laporan di paripurna,” pungkasnya. (jar/lio)

Kirim pesan
Butuh bantuan?
Hai, apa kabar?
Apa yang bisa kami bantu?