Pengamat Nilai Mesin Politik Mak Rini Mandek Lantaran Tak Ada Logistik

Calon petahana Rini Syarifah calon petahana Rini Syarifah atau yang akrab disapa Mak Rini dalam Pemilihan Bupati (Pilbup) Blitar 2024. (Foto : blok-a.com/Fajar)
Calon petahana Rini Syarifah calon petahana Rini Syarifah atau yang akrab disapa Mak Rini dalam Pemilihan Bupati (Pilbup) Blitar 2024. (Foto : blok-a.com/Fajar)

Blitar, blok-a.com – Kekalahan telak calon petahana Rini Syarifah atau yang akrab disapa Mak Rini dalam Pemilihan Bupati (Pilbup) Blitar 2024. disebabkan karena tidak adanya logistik. Hal tersebut diungkapkan pengamat politik dan sosial, Mohammad Trijanto.

Hasil hitungan rekapitulasi suara yang diumumkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Blitar, pasangan Rini Syarifah dan Abdul Ghoni hanya mendapatkan 137.706 suara atau 21,44 persen. Hasil itu jauh di bawah perolehan suara pasangan Rijanto-Beky yang mencapai 504.655 suara atau 78,56 persen.

Menurut Mohammad Trijanto, tidak adanya logistik di pasangan Rini Syarifah-Abdul Ghoni berdampak pada mogoknya mesin politik menjelang atau mendekati hari-H (pencoblosan). Sehingga pasangan Rijanto-Beky (Rizky) bisa menang telak, meninggalkan pasangan Rini Syarifah-Ghoni (Rindu).

“Informasi di tengah masyarakat, bahwa menjelang hari pencoblosan logistik Mak Rini tidak ada. Sehingga mesin politik tidak bergerak alias mogok total,” kata Mohammad Trijanto, Jumat (06/12/2024).

Lebih lanjut Tijanto menyampaikan, dalam era demokrasi saat ini, logistik menjadi penentu kemenangan seorang calon. Elektabilitas dan popularitas hanya menjadi pendukung dari logistik yang dimiliki oleh calon tersebut. Jadi kekalahan yang dialami oleh Mak Rini adalah lumrah.

“Kapitalis bin super-super liberal seperti saat ini, sebagai penentu kemenangan paslon. Bukan lagi elektabilitas, popularitas dan bahkan kapasitas, tapi “isi tas”. Artinya, kesiapan logistik untuk memenangkan pertarungan bebas ini sangat menentukan,” jelasnya.

Trijanto menambahkan, di era demokrasi yang kapitalis ini, logistik menjadi hal yang sangat diperhitungkan oleh pemilih.

“Masyarakat mempertimbangkan pilihannya berdasarkan logistik yang diberikan dari para calon. Bukan lagi elektabilitas, popularitas dan bahkan kapasitas. Tapi “isi tas”,” tandasnya.

Menurut Trijanto, praktik demokrasi seperti ini, sebagai sesuatu hal yang tidak sehat.

“Ini perlu adanya evaluasi yang menyeluruh dari partai politik, masyarakat. Bahkan penyelenggara pun harus dilakukan, agar praktik demokrasi liberal yang ditentukan oleh logistik ini bisa dihapuskan,” ujarnya.

Trijanto melihat, pesta demokrasi super brutal yang terjadi saat ini, di mana setiap calon diduga tidak lagi mengedepankan aspek etika, moral dan norma sama sekali.

“Coba bayangkan, money politik dilarang dan ada sanksi pidananya secara tegas. Namun faktanya dalam pemilu legislatif dan eksekutif, rata-rata para pemenang selalu menggunakan money politik. Praktik demokrasi di negeri ini harus kita evaluasi, sehingga kedepannya nanti setiap pesta demokrasi akan mampu melahirkan figur pemimpin yang benar-benar mempunyai elektabilitas, kualitas dan kapasitas,” pungkas Mohammad Trijanto. (jar/gni)

Kirim pesan
Butuh bantuan?
Hai, apa kabar?
Apa yang bisa kami bantu?