Baliho Caleg Banyak Dicopot, KPU Dinilai Kurang Tegas Soal Aturan Sosialisasi Atau Kampanye

Belum Jadi Anggota Legislatif Sudah Langgar Aturan, Satpol PP Kota Malang Tindak APK Caleg Liar
Belum Jadi Anggota Legislatif Sudah Langgar Aturan, Satpol PP Kota Malang Tindak APK Caleg Liar

Kabupaten Malang, Blok-a.com – Akhir-akhir ini di Malang ramai soal pencopotan Alat Peraga Kampanye (APK) di jalanan.

Terdapat pro kontra atas pencopotan APK yang kebanyakan dari caleg di Malang tersebut.

Pengamat Politik menilai seharunya Komisi Pemilihan Umum (KPU) lebih tegas terhadap regulasi terkait dengan tugas dan fungsinya sebagai penyelenggara pemilu yang berkewajiban melakukan sosialisasi.

Pasalnya, alat peraga kampanye (APK) yang di pasang oleh peserta pemilu sebagai bentuk sosialisasi itu dinilai menimbulkan kebingungan bagi masyarakat.

Bahkan, hal tersebut menimbulkan tudingan negatif dari masyarakat sebagai kampanye curi start. Karena dilakukan sebelum masa kampanye, yakni 28 November mendatang.

Menanggapi hal tersebut, Pengamat Politik Universitas Brawijaya Tri Hendra mengatakan, KPU perlu melakukan penekanan terkait dengan output dari regulasi antara sosialisasi dan kampanye itu sendiri.

Sebab menurutnya, sebagai penyelenggara pemilu, KPU berkewajiban melalukan sosialisasi terhadap masyarakat terkait pemilu itu sendiri.

Baik melakukan pengenalan calon peserta pemilu maupun partai politik yang mengusung.

“Output dari sosialisasi dan kampanye harus jelas. Kalau sosialisasi kan sekedar mengenalkan, dan itu sebenarnya kewajiban dari KPU bukan kewajiban dari peserta pemilu,” sebut Tri Hendra kepada Blok-a.com, Senin (4/9/2023).

Sehingga peserta pemilu dinilai tidak memiliki kewajiban untuk melakukan sosialisasi.

Maka, perlu adanya regulasi yang diperkuat untuk masing-masing hak dan kewajiban antara penyelenggara dan peserta pemilu dalam melakukan sosialisasi maupun kampanye.

“Justu peserta pemilu berhak difasilitasi oleh KPU untuk diperkanalkan kepada pemilih. Itu kalau dalam politik namanya outreach program yakni menjangkau publik untuk tertarik pada proses pemilihan. Maka kalau KPU menyebut ada sosialisasi harusnya mereka yang melakukan bukan peserta politik,” tegasnya.

Batasan-batasan sosialisasi dan kampanye juga perlu ditegaskan menurutnya. Hal tersebut dilakukan untuk meminimalisir adanya potensi kecurangan yang terjadi dari peserta pemilu.

“Batasan sosialiasai dan kampanye juga harus jelas, terutama kampanye. Itu harus dibatasi karena untuk menjaga keadilan bagi peserta, jadi yang kaya yang punya dana banyak akan mengoptimalkan semua sumber daya untuk kampanye. Sementara yang gak punya dana akan ketinggalan, itu yang akan menjadi tidak adil,” urainya

Begitupula dengan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), lanjut Tri Hendra, ia menyebut Bawaslu berhak melakukan tindakan jika ditemukan peserta pemilu yang melakukan pelanggaran.

“Bawaslu itu punya kewenangan untuk menindaklanjuti potensi pelanggaran sampai dengan memutuskan bahwa itu pelanggaran atau bukan,” jelasnya.

Sementara itu, tindakan pencopotan baliho yang menyalahi aturan seharusnya dilakukan oleh pihak peserta pemilu. Namun, jika teguran dari Bawaslu tidak diindahkan, maka Bawaslu dapat menggandeng Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) untuk melakukan tindakan pencopotan baliho.

“Memang sehaurusnya itu tugas siapa yang memasang, nah kedepan kalau itu ditegakkan beri sanksi. Misal dalam jangka waktu dua minggu tidak dilepas atau tidak ditertibkan, maka ada sanksi kepada peserta pemilu, itu nanti akan memberikan efek jera,” pungkasnya. (ptu/bob)