Warga Tolak Pembangunan Hotel dan Apartemen di Kota Malang, Ini Kronologi dan Alasannya

Poster penolakan pembangunan hotel dan apartemen di Kota Malang yang dipasang warga, Senin (28/4/2025) (blok-a/Zul)
Poster penolakan pembangunan hotel dan apartemen di Kota Malang yang dipasang warga, Senin (28/4/2025) (blok-a/Zul)

Kota Malang, blok-a.com – Rencana pembangunan tiga tower hotel dan apartemen milik PT Tanrise Property Indonesia di kawasan Blimbing, Kota Malang, mendapat penolakan tegas dari warga. Penolakan itu dideklarasikan di Posko Warga Peduli Lingkungan di Jalan Candi Kalasan III, Minggu (27/4/2025) kemarin dengan dihadiri puluhan warga.

“Kami menolak rencana pembangunan dua apartemen dan satu hotel bintang 5 seberapapun tingginya oleh PT Tanrise Property tanpa memperhatikan hak warga terdampak yang dijamin Undang-Undang dan hukum yang berlaku,” tegas juru bicara Posko Warga Peduli Lingkungan, Centya WM, saat membacakan deklarasi yang diamini warga lain.

Mega proyek yang akan dibangun di Jalan Ahmad Yani RT 03/RW 10 Blimbing ini berdiri di atas lahan seluas 12.172 meter persegi. Warga menilai proyek tersebut berpotensi merusak lingkungan serta mengganggu kenyamanan dan keselamatan permukiman sekitar.

Centya mengungkapkan sejak awal tidak ada komunikasi yang baik dari pihak PT Tanrise Property. Warga pertama kali mengetahui rencana proyek hanya melalui poster yang dipasang di lokasi pada 13 Februari 2025, tanpa ada pemberitahuan langsung. Baru pada awal Maret, pihak pengembang melalui perangkat RW mengajak konsultasi publik.

“Itu kami kaget, kenapa tidak dari awal kulonuwun (permisi). Kami yang lebih dulu di sini tiba-tiba ada rencana itu,” jelasnya.

Selain potensi kerusakan lingkungan, kekhawatiran lain muncul terkait dampak fisik terhadap rumah warga, mengingat riwayat masalah serupa yang pernah terjadi di proyek Tanrise di Panjang Jiwo, Surabaya.

“PT Tanrise punya sejarah pembangunan sama apartemen di Panjang Jiwo Surabaya, sampai sekarang permasalahan warga di sana tanah rumah ambles, rumah retak tidak jelas tanggung jawabnya,” katanya.

Melihat berbagai risiko tersebut, warga yang tergabung dalam Posko Warga Peduli Lingkungan meminta perlindungan pemerintah dan mendesak agar proyek ini dihentikan. Surat penolakan sudah dikirimkan ke berbagai pihak pada 21 April 2025, termasuk ke Wali Kota Malang Wahyu Hidayat, Gubernur Jawa Timur, Menteri Lingkungan Hidup, hingga DPRD Kota Malang.

“Sudah kami surati semua pihak, ke Lanud Abd Saleh, Gubernur Jatim, Menteri Lingkungan Hidup, DLH Kota Malang, dan Pak Mbois Wali Kota hingga DPRD. Namun sampai saat ini belum ada balasan satupun,” tutup Centya.

Sementara Ketua RW 10 Blimbing, Rahmadani terkejut mengetahui rencana pembangunan proyek tersebut. Setelah itu, Rahmadani langsung mengadakan pertemuan dengan warga untuk membahas sikap mereka.

“Dari Tanrise Property selaku pemilik tanah itu datang ke kami menyampaikan undangan konsultasi publik amdal bulan Maret 2025 untuk warga terdampak,” katanya.

Warga deklarasi penolakan pembangunan apartemen dan hotel di Kota Malang (istimewa)
Warga deklarasi penolakan pembangunan apartemen dan hotel di Kota Malang (istimewa)

“Saat itu warga hanya hadir dan mendengarkan saja, saya sempat tegur Tanrise karena tidak pernah perkenalan atau kulonuwun ke kami bahwa dia selaku pemilik tanah,” tambahnya.

Rahmadani menerangkan, dari pertemuan itu, warga membentuk wadah bernama Gemas T10 sebagai perwakilan resmi dalam berdialog dengan pihak pengembang. Setelah dilakukan penjaringan pendapat, mayoritas warga menyatakan keberatan terhadap rencana pembangunan tersebut.

“Dari Gemas T10 kemudian melakukan penjaringan ke warga dan merasa mayoritas keberatan atas pembangunan proyek tersebut,” jelasnya.

Alasan utama penolakan warga berkaitan dengan potensi kerusakan lingkungan, mulai dari polusi udara, kebisingan, risiko kerusakan rumah akibat getaran, hingga terganggunya kenyamanan hidup sehari-hari.

“Dampak pembangunan itu banyak, termasuk kerusakan bangunan di rumah, polusi, serta mengganggu kenyamanan,” jelasnya.

Dalam presentasi awal, Rahmadani juga mencatat adanya ketidaksesuaian informasi mengenai tinggi bangunan. Awalnya disebutkan tower mencapai 197 meter, namun kemudian pihak Tanrise mengoreksi bahwa tingginya hanya 130 meter. Meski begitu, warga masih menunggu pertemuan lanjutan untuk mendapat penjelasan lebih rinci.

“Kami masih tunggu perkembangan dari PT Tanrise. Kami minta Tanrise sosialisasi ke warga soal proyek tersebut sehingga clear,” harapnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Ketenagakerjaan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (Disnaker PMPTSP) Kota Malang, Arif Tri Sastyawan, mengonfirmasi bahwa proyek ini masih dalam tahap proses perizinan.

“Masih berproses, sementara yang keluar baru informasi (KKPR) Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang,” katanya. (yog/bob)

Kirim pesan
Butuh bantuan?
Hai, apa kabar?
Apa yang bisa kami bantu?