85 Kades di Sukabumi Terancam Diblacklist, Alokasikan OBH Tak Terakreditasi

Kepala BPHN, Widodo Eka Tjahjana.
Kepala BPHN, Widodo Eka Tjahjana.

Jakarta, blok-a.com – Sebanyak 85 desa/kelurahan di Sukabumi, terancam diblacklist oleh badan pembinaan hukum nasional (BPHN) karena mengalokasikan bantuan hukum kepada organisasi bantuan hukum (OBH) yang tak terakreditasi.

Sedikitnya 85 kepala desa (Kades) di Sukabumi diduga terlibat pengelolaan dana bantuan hukum yang menuai polemik.

Bupati Sukabumi, Marwan Hamami, telah mengeluarkan surat perintah kepada para Kades untuk mengembalikan uang bantuan hukum yang bersumber dari Dana Desa (DD) tahun anggaran (TA) 2023 itu.

Surat nomor 700/22/7960/inspektorat/2023 itu merujuk pada hasil laporan pemeriksaan khusus Inspektorat Kabupaten Sukabumi nomor 700.1.2.12/12/3552/Sekret/2023 tanggal 21 September 2023.

Diduga kasus ini bermula ketika sejumlah Kades terlibat kerja sama bantuan hukum desa dengan Firma Hukum Marpaung and Partner (MP Lawfirm).

Kerja sama ini menjadi sorotan karena diduga tidak mematuhi aturan yang berlaku.

Beberapa Kades bahkan diketahui telah membayar via transfer Rp500 ribu per bulan untuk kurun waktu selama satu tahun ke MP Lawfirm.

Belakangan, diketahui status MP Lawfirm belum terverifikasi dan terakreditasi sebagai organisasi pemberi bantuan hukum (PBH) oleh BPHN selaku penyelenggara program bantuan hukum.

Kejanggalan ini lantas dilaporkan ke Polres Sukabumi oleh Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Sukabumi pada tanggal 27 Juli 2023.

Menanggapi perkembangan kasus ini, Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN), Widodo Eka Tjahjana, menegaskan penggunaan anggaran bantuan hukum, baik yang bersumber dari APBN, APBD, Dana Desa maupun sumber lain, seharusnya melibatkan PBH yang telah terakreditasi dan terverifikasi oleh BPHN Kemenkumham.

“Mekanisme penyaluran dana bantuan hukum harus memenuhi ketentuan Undang-undang nomor 16 tahun 2011 tentang bantuan hukum dan aturan pelaksanaannya. Mekanisme penyaluran dananya pun dilakukan dengan cara reimbursement, bukan ditransfer terlebih dahulu,” kata Widodo, di Jakarta, Minggu (15/10/2023).

Widodo juga menekankan bahwa Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi nomor 8 tahun 2022 tentang prioritas penggunaan dana desa 2023 telah menjelaskan bahwa bantuan hukum ditujukan pada kelompok marginal dan rentan, salah satunya meliputi kelompok masyarakat miskin.

Kemudian, mekanisme penyaluran dananya dilakukan dengan cara reimbursement setelah rangkaian penyelesaian perkara, baik litigasi maupun nonlitigasi, selesai dilakukan oleh PBH.

Hal ini sesuai aturan teknis dalam Peraturan Pemerintah nomor 42 tahun 2013 tentang syarat dan tata cara pemberian bantuan hukum dan penyaluran dana bantuan hukum, dan peraturan menteri hukum dan hak asasi manusia nomor 10 tahun 2015 juncto peraturan menteri hukum dan hak asasi manusia nomor 63 tahun 2016 tentang peraturan pelaksanaan syarat dan tata cara pemberian bantuan hukum dan penyaluran dana bantuan hukum.

“Sukabumi ada lima PBH yang terverifikasi dan terakreditasi oleh BPHN Kemenkumham. Namun mereka melakukan kerja sama di luar lima PBH itu,” jelas Kepala BPHN.

Adapun lima PBH yang memenuhi akreditasi adalah lembaga bantuan hukum (LBH) Sukabumi Lawyers Association, Mahardika Satya Muda, LBH Masyarakat Pasundan, LPBH Elang Pasundan, dan Yayasan Tohaga Masagi.

“Apabila terdapat penyimpangan program bantuan hukum oleh oknum lawyer dan lawfirmnya yang merusak citra program bantuan hukum pemerintah melalui BPHN, maka BPHN menjatuhkan sanksi black list untuk menghapus hak mengajukan verifikasi akreditasinya di BPHN selama 10 tahun,” tegas Widodo.

Widodo juga menambahkan selain langkah tegas penerapan sanksi black list kepada lawyer dan lawfirmnya juga memberi sanksi black list atau pencabutan status desa/kelurahan sadar hukum terhadap desa-desa tersebut.

Kepala Pusat Penyuluhan dan Bantuan Hukum BPHN Sofyan, mengungkapkan bahwa BPHN Kemenkumham tetap mendukung pemerintah daerah untuk menganggarkan dan ikut berpartisipasi dalam penyelenggaraan bantuan hukum di daerah.

“Namun, penyelenggaraannya harus tetap sesuai mekanisme peraturan perundang-undangan, sebagaimana buku panduan penyelenggaraan bantuan hukum di daerah yang disusun bersama antara BPHN Kemenkumham dengan Kemendagri tahun 2018,” jelasnya.

Pencairan Dana Ditunda

Dalam menghadapi kontroversi ini, Bupati Sukabumi telah mengambil langkah-langkah konkret.

Dalam rapat kerja bersama Komisi I DPRD Kabupaten Sukabumi, diputuskan bahwa Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD) akan menunda pencairan dana.

Desa yang telah mencairkan dana akan diminta untuk mengajukan review APBDes. Selain itu, lembaga bantuan hukum atau kantor hukum yang ditunjuk harus memiliki sertifikasi dan akreditasi oleh BPHN Kemenkumham.

Situasi ini masih terus berkembang, dan masyarakat Sukabumi menanti klarifikasi dan tindakan lanjut dari pihak berwenang.

Skandal dana bantuan hukum ini menggarisbawahi pentingnya transparansi dan kepatuhan dalam pengelolaan dana yang sangat penting bagi masyarakat rentan di Sukabumi.

Masyarakat pun diharapkan dapat memberi pengawasan eksternal terhadap seluruh organisasi pemberi bantuan hukum yang saat ini berjumlah 619 tersebar di seluruh provinsi dan dapat dilihat datanya di website www.sidbankum.bphn.go.id.

Terlebih BPHN telah memiliki dasar penanganan dan penindakan atas pelanggaran bantuan hukum di dalam Permenkumham nomor 4 tahun 2021 tentang standar layanan bantuan hukum.(kim)

Kirim pesan
Butuh bantuan?
Hai, apa kabar?
Apa yang bisa kami bantu?