Situbondo, blok-a.com — Sejumlah petani di Kecamatan Panji, Kabupaten Situbondo, mengadukan proyek perumahan yang menutup saluran irigasi ke Komisi II DPRD setempat. Penutupan tersebut menyebabkan sekitar 1,5 hektare lahan sawah tidak bisa ditanami karena kekurangan pasokan air.
Ketua Himpunan Petani Pemakai Air (HIPPA) Kabupaten Situbondo, H. Hari Triyanto, menyebut para petani dirugikan akibat tertutupnya saluran irigasi tersier yang selama ini menjadi sumber air bagi sawah mereka.
“Petani sampai ada yang menjual bibit padi karena tidak bisa menanam. Beberapa bahkan mencoba menyedot air dengan pompa dari saluran sekunder, tapi itu dilarang,” ujarnya, Senin (3/2/2025).
Hari menambahkan bahwa pihak pengembang proyek menawarkan pembuatan saluran irigasi di lokasi lain, tetapi HIPPA menolak karena hal tersebut tidak sesuai dengan kebutuhan para petani.
“Saluran tersier ini aset negara, tidak boleh dipindah atau dialihfungsikan peruntukannya,” tegasnya.
Mendapat pengaduan dari petani, Komisi II DPRD Situbondo berjanji akan segera melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke lokasi proyek untuk memastikan kondisi di lapangan.
Ketua Komisi II DPRD Situbondo, Jaenur Ridoh menyatakan pihaknya akan segera mengecek langsung apakah proyek perumahan ini sesuai dengan peta dari Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Brantas atau tidak.
“Saluran irigasi ini adalah aset negara. Maka tidak boleh dipindah atau dialihfungsikan kecuali dalam keadaan darurat seperti adanya bencana alam,” ujarnya.
Jaenur menyayangkan dampak negatif proyek perumahan tersebut terhadap lahan pertanian.
“Saat pemerintah pusat gencar mencanangkan swasembada pangan, justru ada sawah yang tidak bisa ditanami akibat proyek ini. Padahal Situbondo sendiri kekurangan stok beras sebanyak 3.000 ton,” jelasnya.
Sementara itu, Sekretaris Komisi II DPRD Situbondo, H. Suprapto, turut menyoroti permasalahan tata ruang. Menurutnya, proyek tersebut seharusnya tidak mendapatkan izin jika berada di area dengan saluran irigasi aktif.
“Biasanya kalau ada saluran irigasi, itu masuk zona hijau, bukan zona kuning. Ini evaluasi bagi pemerintah agar tidak mudah mengeluarkan izin tanpa survei lapangan,” tegas Suprapto.
Ia menambahkan bahwa pemerintah daerah seharusnya memanfaatkan lahan kering untuk proyek perumahan tanpa harus mengorbankan lahan produktif.
“Masih banyak lahan kering yang bisa dipakai untuk proyek perumahan. Jangan sampai izin keluar tanpa mempertimbangkan dampaknya terhadap pertanian,” tegasnya. (cik/lio)