Kabupaten Malang, blok-a.com – Sempat di tutup usai tragedi 1 Oktober 2022 silam, akhirnya hari ini Minggu (1/10/2023), keluarga korban Tragedi Kanjuruhan berserta aksi massa memiliki kesempatan untuk kembali menengok situasi dalam Stadion Kanjuruhan.
Tepat satu tahun lamanya, stadion yang menjadi saksi bisu Tragedi Kanjuruhan itu dirasakan oleh keluarga korban. Hal tersebut dilakukan semata-mata hanya untuk mengenang tragedi kelam kala itu.
Ratusan aksi masuk untuk sekedar melihat. Beberapa mengamati perubahan yang ada. Beberapa lainnya sibuk mengabadikan momen berharga itu.
“Silakan mengenang tempat saudara-saudara kita dibantai,” ujar salah satu masa aksi di dalam Stadion Kanjuruhan, Minggu (1/10/2023).
Situasi pun kembali mencekam, bersamaan dengan itu sejumlah keluarga korban pun sontak menangis histeris, menjerit, lagi-lagi mereka merasa kecewa atas tragedi yang berhasil merenggang ratusan nyawa dan ratusan korban luka-luka.
“Yaallah anakku, anakku salah apa,” jeritan salah satu ibu korban tragedi.
Kekecewaan juga masih dirasakan oleh seorang ayah dari salah satu korban insiden maut kala itu, Devi Athok.
Aremania asal Bululawang itu juga turut hadir dalam peringatan satu tahun kejadian yang menewaskan dua putri kesayangannya, Natasya Deby (16) dan Naila Deby (13).
Bahkan sebagai keluarga yang kehilangan tiga orang sekaligus, selain dua anak, Devi Athok juga kehilangan mantan istrinya.
Ia mengaku sempat tak sadarkan diri saat melihat secara langsung situasi dalam Stadion Kanjuruhan.
“Saya pingsan di dalam stadion, saya duduk di tempat almarhumah mantan istri dan anak-anak saya, saya pingsan bagiamna bisa merasakan mereka waktu itu mereka minta tolong dengan akibat gas air mata yang ditembakkan oleh aparat,” ucapnya.
Ia juga mengungkapkan kekecewaannya atas adanya pembongkaran stadion, terlebih adanya pemberhentian laporan polisi model B di Polres Malang.
“Ya sangat kecewa karena ini merupakan pembodohan, karena di Surat Perintah Pemberhentian Penyidikan (SP3) laporan polisi model B tidak ada tembusan ke Bareskrim, ini kan pembodohan rakyat indonesia dan keluarga korban,” ungkapnya kecewa.
Sebagai keluarga korban yang menunut keadilan, ia hanya ingin laporan model B terus dilanjutkan. Jika laporan model B tuntas, urusan renovasi akan ia kembalikan ke pihak pemerintah yang berwenang.
“Ya seharusnya diselesaikan dulu laporan model B kita, baru kalau mau direnovasi itu terserah itu kan terserah bukan milik saya, itu milik rakyat. Kalau memang rakyat setuju ya gak papa, kalau gak setuju ya tolong di untuk dipertimbangkan lagi pihak Pemkab, PUPR, agar bukti sejarah yang terjadi pembunuhan ini tidak hilang,” pungkasnya. (ptu/bob)