Blok-a.com – Bakal capres dari Koalisi Indonesia Maju (KIM), Prabowo Subianto mengklaim sudah mencoret dua calon anggota legislatif (Caleg) dari Partai Gerindra yang merupakan mantan narapidana kasus korupsi.
Pernyataan tersebut disampaikan Prabowo saat menghadiri acara bertajuk “Bacapres Bicara Gagasan” di Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta pada Selasa (19/9/2023).
Saat itu, Najwa Shihab yang menjadi presenter dalam acara tersebut menyinggung soal dua mantan narapidana dari fraksi Gerindra yang maju sebagai caleg 2024.
“Dua calon itu sudah saya coret!” tegas Prabowo di Universitas Gadjah Mada (UGM), dikutip dari YouTube pada Selasa (19/9/2023).
Lantas siapakah dua bacaleg tersebut? Untuk mengetahuinya, simak penjelasan berikut.
Syaifur Rahman
Syaifur Rahman merupakan seorang mantan narapidana kasus korupsi yang menjadi Bacaleg dari partai Gerindra. Pada 2016, Syaifur terjerat kasus penyalahgunaan dana Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) di PT Garam (Persero).
Dalam kasus ini, perusahaan milik Syaifur yang bernama UD Mega Rahman menerima kucuran dana senilai Rp1,7 miliar. Padahal, dana itu seharusnya untuk petani garam.
Kasus ini bermula ketika Kementerian BUMN mengeluarkan kebijakan agar BUMN yang mengalami surplus memberikan bantuan pinjaman ke BUMN yang masih lemah. Bantuan pinjaman tersebut dipergunakan untuk program bantuan kepada masyarakat bernama PKBL.
Dari 13 BUMN yang ada, PT Garam termasuk salah satu yang menerima dana konsinyasi. Selama tahun 2008-2012, PT Garam memperoleh suntikan dana sebesar Rp 93,8 miliar.
Dana sebesar itu seharusnya dikelola untuk petani garam. Namun mereka justru diduga menggunakannya untuk kepentingan pribadi.
H Amry
Amry merupakan kader Gerindra yang maju jadi caleg dari dapil Sulawesi Selatan II. Pada tahun 2019, Amry tersandung kasus korupsi proyek pembangunan jalan lapis aspal beton di Pelabuhan Pendaratan Ikan (PPI) Bontobahari.
Berdasarkan hasil audit Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK), kasus ini merugikan negara sebesar Rp783 juta dari total anggaran Rp1,4 milyar.
Atas hal tersebut, Amry selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) divonis satu tahun kurungan. Akan tetapi pada vonis tersebut, Amry dinyatakan tidak menerima uang hasil korupsi, hanya saja, ia ikut menandatangani berita acara tanpa melakukan pemeriksaan lokasi.
(hen)