Fakta-fakta Kepala Sekolah di Labura Cabuli 9 Siswa Pria Selama Tiga Tahun

kepala sekolah MDTA
Ilustrasi foto pencabulan anak (foto: weekend.gazeta.pl)

Blok-a.com – Seorang kepala sekolah di Madrasah Diniyah Taklimiyah Awaliah (MDTA), Labuhanbatu Utara (Labura), Sumatera Utara ditangkap usai tega mencabuli 9 siswa laki-lakinya selama 3 tahun.

Dari penyelidikan dan bukti yang didapat Polisi, aksi bejat pelaku berlangsung di sekolah tempatnya mengajar. Saat ini, PH ditangkap petugas Satreskrim Polres Labuhanbatu. PH telah ditetapkan sebagai tersangka dan menjalani pemeriksaan intensif. 

Berikut deretan fakta mengenai kepala sekolah MDTA yang mencabuli 9 siswa pria selama tiga tahun.

1. Awal Mula Terungkap

Kapolres Labuhanbatu, AKBP James Hasudungan Hutajulu, menyampaikan terungkapnya kasus pencabulan ini berawal dari laporan salah satu keluarga korban.

Setelah menerima laporan, kata AKBP James, petugas Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polres Labuhanbatu bergerak memburu pelaku.

Pelaku sempat melarikan diri setelah kasus tersebut terbongkar. Hasil penyelidikan polisi, pelaku kabur ke Aceh Tamiang. Akhirnya pelaku berhasil ditangkap pada Rabu (24/5/2023) lalu.

“Tersangka PH ditangkap di tempat persembunyiannya di Aceh Tamiang, Aceh pada Rabu (24/5/2023) pekan lalu,” jelas AKBP James H Hutajulu.

2. 9 Siswa Jadi Korban

Pelaku diduga telah mencabuli 9 orang muridnya berstatus anak di bawah umur, hingga puluhan kali. Pencabulan itu terjadi di 3 lokasi dalam area sekolah, yakni, di kantor guru 12 kali, di kantin 4 kali, dan di aula sekolah 6 kali.

“Setelah hasil dari proses penyelidikan dan penyidikan, kami berhasil mengembangkan kejadian ini sampai hari ini korban jumlah korban dari tersangka 9 korban. Di mana 6 orang anak MDTA, 3 siswa MTS,” ujar James.

3. Berlangsung Selama 3 Tahun

Setelah dilakukan penyelidikan lebih lanjut, tersangka mengaku telah melakukan pencabulan sejak 3 tahun lalu. Perbuatan tidak patut itu dilakukan di tiga kawasan sekolah, kantor guru MTS, kantin MDTA, dan aula MDTA.

Modus operandi yang digunakan tersangka dengan memanggil para korban pada saat situasi sepi dan tidak ada orang lain dengan alasan untuk mengusuk tersangka.

“Kemudian, tersangka dengan leluasa melakukan perbuatan cabul terhadap para korban. Setelah perbuatan dilakukan, tersangka mengancam agar korban tidak memberitahukan kepada siapapun,” ungkap Kapolres.

4. Terancam Hukuman 15 Tahun Penjara

Akibat perbuatannya, tersangka PH dijerat pasal berlapis, yakni, Pasal 82 juncto Pasal 76e UU Nomor 17 tahun 2016 tentang penetapan Perpu Nomor 1 tahun 2016 menjadi Undang-undang dan atau Pasal 6 huruf C UU Nomor 12 tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).

Kemudian, juncto Pasal 64 ayat 1 KUHPidana dengan ancaman maksimal 15 tahun penjara dan sesuai dengan amanat Undang-undang Nomor 17 tahun 2016 ditambah pemberatan 1/3 dari ancaman hukuman karena pelaku PH merupakan tenaga pendidik.

(hen)

Kirim pesan
Butuh bantuan?
Hai, apa kabar?
Apa yang bisa kami bantu?