Kata Psikolog Soal Maraknya Kasus Bunuh Diri di Malang

Pria asal Wajak ditemukan tewas gantung diri mengenakan selendang bayi pada Jumat (26/05/2023) (Polsek Wajak for Blok-a.com)
dok. Pria asal Wajak ditemukan tewas gantung diri mengenakan selendang bayi pada Jumat (26/05/2023) (Polsek Wajak for Blok-a.com)

Kabupaten Malang, blok-a.com – Kasus bunuh diri belakangan semakin marak di wilayah Malang Raya. Aksi nekat tersebut bahkan dilakukan oleh berbagai kalangan lintas usia.

Psikolog Malang, Fuji Astutik mengungkapkan, ada banyak faktor yang melatarbelakangi seseorang berniat mengakhiri hidupnya.

Salah satu faktor terbesar yakni, adanya traumatik secara mendalam yang dialami oleh korban.

Tak hanya itu, kata Fuji, faktor usia juga dapat mempengaruhi pola pikir seseorang. Terlebih saat dihadapkan dengan suatu permasalah yang diarasa cukup berat.

Baca Juga: Sempat Dikabarkan Depresi, Warga Karangploso Malang Gantung Diri di Ladang Kopi

“Ada banyak faktor, bisa juga disebabkan karena ada perundungan atau juga karena dia merasa harga dirinya tidak baik. Bisa juga karena dia sendiri merasa bahwa masalahnya terlalu berat dan tidak mampu menyelesaikannya. Lingkungan juga dirasanya sudah tidak mampu lagi untuk membantu dia,” beber Fuji saat dikonfirmasi Blok-a.com, Selasa (30/05/2023).

Dikatakan Fuji, sejatinya terdapat tanda-tanda khusus yang dapat dikenali, jika seseorang mulai mengarah ke perbuatan menyimpang tersebut.

Pasalnya, tidak semua individu dapat mengekspresikan kesedihan maupun amarah yang dirasakan. Bahkan, menurut Fuji, sejumlah individu lebih memilih diam saat dihadapkan dengan suatu masalah.

Sehingga tanda-tanda dapat dikenali sesuai dengan karakter kepribadian seseorang.

“Jadi kayak tidak pada normalnya. Bisa saja dia berubah menjadi pribadi yang ceria banget, padahal dia gak kayak gitu. Atau tiba-tiba dia menarik diri pelan-pelan. Jadi kemungkinannya juga bisa banyak. Tergantung dengan karakter kepribadiannya seseorang,” imbuhnya.

Selain itu, biasanya ada kode-kode khusus yang diperlihatkan korban. Misalnya dengan ucapan-ucapan keputusasaan hingga perpisahan.

“Itu bisa juga sebagai sinyal bahwa dia sudah gak kuat. Tapi, semua ini memang ada penyebab khusus. Jadi kan gak mungkin seseorang itu tiba-tiba ingin bunuh diri. Mungkin dia juga sudah berusaha untuk menyelesaikan masalahnya dan merasa tidak sanggup, akhirnya seperti itu,” lanjutnya.

Untuk mencegahnya, menurut Fuji, seseorang harus mencari solusi yang adaptif, baik, dan positif dalam menghadapi masalah yang dirasa cukup berat.

Dosen asal Fakultas Psikologi, Universitas Islam Negeri (UIN) Malang ini menuturkan bahwa mengakhiri hidup bukanlah solusi dari sebuah masalah. Karena tindakan tersebut justru dapat meninggalkan luka bagi orang-orang maupun lingkungan terdekat.

“Harus bertekad untuk selesaikan masalahnya. Kalau berhasil dan kemudian dia sounding ke orang-orang yang mengalami masalah yang sama bahwa dia berhasil menghadapi masalah itu tadi, kan malah lebih bagus, dia menjadi contoh yang baik dan berguna bagi orang lain. Jadi memang yang penting itu kesadaran dari dalam diri kita, dan kehendak untuk berubah,” pungkasnya. (ptu/lio)

Kirim pesan
Butuh bantuan?
Hai, apa kabar?
Apa yang bisa kami bantu?