Pasuruan, blok-a.com – Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) masih dianggap tabu atau sebagai ranah pribadi yang tidak perlu diungkap sebagai konsumsi publik.
Kondisi ini menyebabkan korban KDRT sering tidak terdeteksi, dan suara korban tenggelam dalam budaya patriarki yang kuat di sebagian masyarakat Indonesia.
Berdasarkan data SIMFONI PPA Kota Pasuruan pada 1 Januari-14 September 2023, menunjukkan dari seluruh kasus kekerasan terhadap perempuan yang mencapai 13 kasus yang dilaporkan mayoritas merupakan kasus kekerasan anak sebanyak 9 kasus.
Angka ini pun diprediksi belum menggambarkan jumlah kasus sebenarnya karena mungkin masih banyak yang tidak melapor.
KDRT sesungguhnya merupakan persoalan publik yang secara nyata diatur dalam Undang-undang nomor 23 tahun 2004 tentang penghapusan KDRT, sehingga dibutuhkan sosialisasi dengan pendekatan khusus ke akar rumput agar mereka mengenali sejak dini jenis-jenis KDRT.
“Mata rantai KDRT dapat diputus bila komunitas sebagai calon ibu dan calon ayah dalam rumah tangga diberikan pemahaman pengetahuan dan peran yang signifikan dalam penghapusan KDRT. Keberadaan dan pelibatan komunitas merupakan langkah strategis. Semakin cepat masyarakat mengenali potensi KDRT, maka semakin siap mereka menangkal dan atau menghindarinya,” kata Emi Wirasati yang dikutip blok-a.com, Kamis (14/9/2023).
Sementara itu, penanganan KDRT bagi mereka yang sudah berumah tangga jauh lebih sulit, karena memerlukan waktu, pengorbanan, dan biaya yang lebih banyak.
Begitu juga dampak fisik maupun psikologis yang dirasakan korban sangat besar. Oleh karena itu, sumberdaya perlu diinvestasikan pada upaya pencegahan.
Menurut Meithy Indriana, sosialisasi pencegahan KDRT harus lebih massif dilakukan dengan menggandeng banyak pihak.
Salah satunya, sosialisasi yang digelar di Kelurahan Purworejo, Kota Pasuruan dan mendapat sambutan antusias dari para peserta yang ingin lebih jauh mengenal jenis KDRT, pencegahan dan tempat pengaduan yang tersedia.
Ada 3 materi yang sampaikan dalam penyuluhan itu yakni Undang-undang Perlindungan Perempuan dan Undang-undang perlindungan anak yang disampaikan oleh Kanit UPPA Polres Pasuruan Kota Ipda Deny Wahyu P. Materi kedua yaitu Undang-undang tindak pidana kekerasan seksual yang juga disampaikan oleh Fandi Winurdani, selaku Direktur LBH Pilar Negeri.
Materi terkhir berkaitan dengan Undang-undang Pernikahan yang disampaikan oleh 2 Perwakilan dari Kementerian Agama Kota Pasuruan yakni H Moh Isnaini Yulad dan H Hakam Hamidi.
“Dengan semua materi yang telah disampaikan oleh para narasumber semoga bermanfaat bagi Masyarakat Kota Pasuruan dan dapat meminimalisir serta mencegah segala bentuk tindak kekerasan terhadap Anak dan Perempuan,” jelas Meithy. (rjl/fan/lio)