Sumenep, blok-a.com – Keberadaan Burung Kakatua dapat sorotan dari Konservasi Kakatua Indonesia (KKI). Sorotan Itu muncul saat KKI menghadiri Festival Desa Wisata Cerdas Mandiri dan Sejahtera (Festival Dewi Cemara) yang berlangsung di Taman Potre Koning Kabupaten Sumenep pada Minggu (5/11/2023).
Menurut Dude Nandika dari Konservasi Kakatua Indonesia, Burung Kakatua dari Desa Masakambing, Kepulauan Masalembu, itu merupakan salah satu potensi wisata hebat yang dimiliki Kabupaten Sumenep.
Pasalnya, burung ini sudah sangat langka keberadaannya apalagi untuk wilayah barat Indonesia, Kabupaten Sumenep satu-satunya yang memiliki habitat burung kakatua ini.
“Burung ini sebarannya paling kecil dan kakatua ini paling langka di dunia karena dengan populasinya yang sangat kecil. Ini merupakan salah satu aset wisata potensial yang bisa dikembangkan menjadi wisata ekologi Kakatua,” terang Dude.
Seharusnya, kata dia, aset wisata burung kakatua ini tidak hanya menarik wisatawan lokal tapi juga wisatawan mancanegara (Wisman). Dengan kelangkaannya, banyak sekali pecinta burung di luar negeri memiliki minat yang sangat besar untuk melihat burung kakatua.
“Sebenarnya yang harus dikembangkan dari event ini adalah masyarakat sudah memiliki paket wisata untuk akses menuju ke masakambing bagaimana? Aksessibility nya seperti apa? Itu yang perlu dipamerkan atau ditampilkan sekaligus bagian dari promosi wisatanya lebih digalakkan lagi,” kata Dude
Dijelaskan juga, potensi-potensi alam di masakambing perlu ditampilkan, juga yang perlu ditingkatkan potensi mangrove dan potensi agrowisata yang ada disana. Sebab di Masakambing itu, kepulauan yang secara keseluruhan bagian dari masyarakat desa . Habitat ini menjadi perkebunan. Perkebunan ini yang seharusnya perlu ditonjolkan disana.
“Perlu didorong di masyarakat Masakambing adalah paket wisata dan potensi-potensi wisata di Masakambing lebih menonjol supaya lebih dilirik oleh wisatawan,” katanya.
Dikatakan, habitat di Masakambing itu, boleh dibilang sudah tidak ada lagi sebenarnya. Hanya hutan mangrove yang kondisinya sebagian besar juga sudah rusak. Ini yang perlu ditingkatkan.
“Jadi perlu dibentuk perkebunan yang heterogen (bertingkat) bukan perkebunan monokultur. Ada pohon utama dan ada pohon pendamping,” terang Dudi yang sangat konstruktif masukannya. (ado/bob)