Mojokerto, blok-a.com – Dinas Sosial P3A Kota Mojokerto menyelenggarakan Rapat Koordinasi (Rakor) Lintas Sektor untuk mencegah kekerasan terhadap perempuan dan anak yang kian marak, Rabu (25/10/2023).
Acara ini dihadiri oleh sejumlah narasumber, termasuk Budiyati, M.Pd dari Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Provinsi Jawa Timur, dan Kholil Askohar ST. SH dari Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Permata Law.
Acara ini juga dihadiri oleh berbagai perwakilan dari berbagai lembaga, termasuk Gabungan Organisasi Wanita (GOW) Kota Mojokerto, perwakilan CSR, Dinas Kesehatan Kota, PPKB, Satpol PP Kota, Polresta, Kementerian Agama, Ojek Online Perempuan, dan media massa.
Dalam sambutannya, Kepala Dinas Sosial P3A Kota Mojokerto, Khoirul Anwar, menyampaikan komitmennya untuk meningkatkan kesetaraan gender di seluruh sektor pembangunan yang didukung oleh peningkatan Indeks Pembangunan Gender (IPG).
Menurut Anwar, data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan tren peningkatan IPG setiap tahun.
Pada tahun 2019, IPG adalah 90,77, sedangkan tahun 2020 mencapai 93,26, tahun 2021 sebesar 93,47, dan tahun 2022 mencapai 93,63.
Hal ini menandakan bahwa kesenjangan antara laki-laki dan perempuan dalam pembangunan semakin kecil, karena IPG sudah mendekati angka 100.
Namun, untuk Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) Kota Mojokerto masih perlu perbaikan.
Pada tahun 2019, IDG adalah 71,51, tahun 2020 mengalami peningkatan menjadi 81,99, tahun 2021 turun menjadi 70,68, dan tahun 2022 meningkat menjadi 72,34.
Meskipun IDG Provinsi Jawa Timur tahun 2022 rata-rata mencapai 74,42, IDG Kota Mojokerto masih di bawah rata-rata tersebut. Hal itu menunjukkan adanya kesenjangan dalam kehidupan politik dan ekonomi antara laki-laki dan perempuan.
“Semakin jauh IDG dari angka 100 artinya kesenjangan masih sangat besar, untuk mengukur IDG ada 3 yakni, Keterlibatan perempuan di Parlemen, Perempuan sebagai tenaga profesional, dan Sumbangan pendapatan perempuan. Dari ketiga komponen itu yang mengalami penurunan adalah keterlibatan perempuan di Parlemen,” kata Anwar.
Anwar juga mengingatkan bahwa meskipun ada peningkatan dalam kesetaraan gender, masih ada banyak kasus kekerasan yang dialami oleh perempuan dan anak, terutama di Kota Mojokerto.
Data menunjukkan bahwa kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan masih tinggi dan sering kali tidak terlaporkan.
Oleh karena itu, Kepala Dinsos berharap bahwa peserta dapat memberikan informasi kepada masyarakat tentang hak-hak korban kekerasan dan pentingnya memberikan layanan yang cepat, tepat, dan menyeluruh kepada korban.
“Kami harap peserta menginformasikan layanan laporan kekerasan call center 112 bebas pulsa,” imbuhnya.
Selama acara, Kholil Askohar dari Direktur Lembaga Bantuan Hukum Permata Law memberikan penjelasan tentang kekerasan terhadap perempuan.
Menurut Deklarasi Internasional penghapusan Kekerasan terhadap perempuan, kekerasan terhadap perempuan termasuk tindakan yang menyebabkan penderitaan fisik, seksual, dan psikologis pada seseorang semata-mata karena dia perempuan.
Dalam konteks hukum Indonesia UU PKDRT Pasal 1, disebutkan bahwa “Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) adalah setiap tindakan terhadap seseorang terutama perempuan yang mengakibatkan penderitaan fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga, termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.”
Sementara dalam UU Perlindungan Anak Pasal 13 disebutkan bawha ”Setiap perbuatan terhadap anak yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, psikis, seksual, dan/atau penelantaran, termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum.”
Kholil Askohar juga menjelaskan tentang pendampingan hukum dalam kasus kekerasan, yang bisa bersifat litigasi (melalui proses peradilan) atau non-litigasi (melalui media lain tanpa melalui proses peradilan).(sya/lio)