Warga Gresik Ancam Gugat BPN ke PTUN Jika Nekat Perpanjang HPL Semen Indonesia

Salah satu tanah HPL PT Semen Indonesia yang dikelola PT SMI di Ngargosari, Kebomas Gresik.(blok-a.com/ivan)
Salah satu tanah HPL PT Semen Indonesia yang dikelola PT SMI di Ngargosari, Kebomas Gresik.(blok-a.com/ivan)

Gresik, blok-a.com – Aroma sengketa tanah di Kelurahan Ngargosari, Kecamatan Kebomas, Kabupaten Gresik, mulai menyeruak. H Ahmad Effendy (50), warga setempat, melayangkan ancaman keras kepada kantor Agraria Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Gresik dan PT Semen Indonesia karena dugaan perpanjangan Hak Pengelolaan Lahan (HPL) tanpa dasar hukum yang sah.

Langkah hukum pun sudah disiapkan. Effendy bersama warga mengancam akan mengajukan gugatan Class Action terhadap BPN ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

Effendy menduga BPN Gresik nekat memperpanjang HPL PT Semen Indonesia tanpa tanda tangan kelurahan dan tanpa berita acara resmi sebagaimana mestinya.

Haji Pendik, panggilan akrabnya, menyebut bahwa perpanjangan HPL tanpa dokumen kelengkapan administratif merupakan tindakan cacat hukum dan berpotensi melanggar asas-asas umum pemerintahan yang baik (AUPB).

“Kalau BPN tetap memperpanjang tanpa tanda tangan kelurahan, kami anggap itu keputusan cacat hukum. Kami akan gugat ke PTUN dan menuntut BPN Gresik bertanggung jawab atas pelanggaran administrasi tersebut,” tegasnya.

Tidak berhenti di meja hukum, Pendik juga menyiapkan perlawanan di lapangan. Haji Pendik mengancam akan menggelar aksi demonstrasi besar-besaran di dua titik strategis di kantor PT Semen Indonesia di Jalan Veteran dan kantor BPN Gresik.

“Kalau ini terus dibiarkan, kami akan turun ke jalan. Kami akan datangi Semen Indonesia dan BPN Gresik karena dua lembaga itu yang paling bertanggung jawab atas penyalahgunaan tanah negara ini,” ujarnya.

Haji Pendik menilai, praktik pemanfaatan lahan eks HPL oleh korporasi pelat merah tanpa dasar hukum merupakan bentuk penguasaan tanah negara secara tidak sah.

Dia merujuk langsung pada Pasal 10 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 20 Tahun 2021 sebagai dasar hukumnya.

“Tanah negara dikangkangi korporasi milik negara, ini sama saja memperpanjang kebangkrutan ekonomi masyarakat. Kalau HPL-nya secara hukum sudah tidak bisa diperpanjang, mestinya diserahkan saja ke pemerintah daerah untuk dikelola demi kepentingan ekonomi rakyat,” tegas Effendy dengan nada geram.

Haji Pendik juga menyebut, keberadaan PT SMI yang ditunjuk untuk mengelola semua aset atas nama PT Semen Indonesia merupakan akal-akalan agar bisa cuci tangan dari kesalahan.

Haji Pendik juga menyoroti ketimpangan penguasaan sumber daya. Pemerintah pusat dan korporasi negara disebutnya terlalu dominan, sementara masyarakat kecil justru tersisih di tanah kelahirannya sendiri.

“Masyarakat mau dijadikan gelandangan oleh negara? Ini sangat tidak adil. Saya minta praktik korupsi semacam ini segera dihentikan,” ujarnya lantang.

Pernyataan keras Effendy diamini oleh Lurah Ngargosari, Sutrisno. Ia membenarkan adanya aktivitas pengukuran lahan oleh BPN namun menolak menandatangani berita acara pengukuran tersebut.

“Saya ikut saat pengukuran, tapi tidak mau tanda tangan. Karena posisi kami di kelurahan ini bisa serba salah. Kalau saya tanda tangan, nanti bisa jadi masalah hukum di kemudian hari,” ungkapnya.

Sutrisno menegaskan, status hukum lahan tersebut memang tak lagi jelas sejak pabrik Semen Gresik berhenti beroperasi. Karena itu, ia bersikap hati-hati.

“Kami hanya mendampingi secara administratif, tapi bukan berarti menyetujui. Karena soal tanah negara itu kewenangannya tidak bisa diambil sepihak tanpa dasar hukum yang kuat,” tambahnya.

Pernyataan Pendik dan Sutrisno memperkuat dugaan bahwa proses perpanjangan HPL PT Semen Indonesia sarat persoalan administratif.

Jika BPN Gresik tetap menerbitkan perpanjangan tanpa dokumen kelurahan dan berita acara resmi, keputusan tersebut berpotensi dibatalkan di PTUN. Lebih dari itu, negara juga berpotensi mengalami kerugian akibat pengelolaan aset tanah negara yang tidak transparan.(ivn/lio)