Kota Malang, blok-a.com – Buku tentang pendidikan dan parenting yang ramah anak disabilitas dilaunching di Universitas Negeri Malang (UM), Kamis (11/5/2023).
Dua buku itu berjudul “Nuraga Sang Guru: Sebuah Kisah Kebhinekaan dalam Pendidikan Inklusif” dan juga “Menumbuh dan Membumi Anakku Anak Ibu Pertiwi Memoar Pandu Pendidikan Inklusif”.
Dua buku bacaan itu diperuntukkan untuk guru dan juga orang tua yang memiliki anak disabilitas.
Salah satu tim penulis, Ahsan Romadlon Junaidi menjelaskan, buku ini didesain dengan cara yang menarik untuk dibaca.
Setiap kata dan lembar bacaan di dua buku itu selalu menarik untuk dibaca hingga habis.
Sebab, gaya bahasa yang digunakan cukup mudah dan juga dibuat dengan cara bercerita.
“Jadi bacaan ini bisa dijadikan teman karena mudah dipahami,” tuturnya dikonfirmasi blok-a.com, Kamis (11/5/2023).
Isinya sendiri kedua buku itu adalah tentang bagaimana kisah guru yang merubah kebijakan salah satu sekolah yang lebih inklusif.
Bagaimana guru itu dikisahkan awal mula meyakinkan teman dan juga orang tua hingga guru untuk mengubah sekolah yang inklusif.
“Tapi juga kami sisipkan konseptual. Jadi setiap bab itu ada sisi emosionalnya,” tuturnya.
Sementara untuk buku yang ditujukan ke orang tua berisi tentang bagaimana orang tua menghadapi syok saat awal mempunyai anak disabilitas.
“Kami kisahkan di buku itu,” tuturnya.
Cover dua buku bacaan inklusif ini pun diharapkan mampu membuat orang tua dan guru menjadi paham tentang menangani anak berkebutuhan khusus.
“Jadi kami harapkan mampu lebih inklusif dan akhirnya anak disabilitas ini bisa terpenuhi haknya yang sama,” tuturnya.
Buku itu pun sudah bisa diunduh secara gratis di website Kemendikbud dan Kemenag.
Terpisah, salah satu tim penulis Galuh Sukmara menjelaskan, pendidikan inklusif ini perlu diterapkan di Indonesia.
Sebab berdasarkan pengalamannya, pendidikan inklusif di Indonesia belum diterapkan secara menyeluruh.
Alhasil, penyandang disabilitas banyak yang terhambat dalam pendidikan.
Hal itu dirasakan oleh Galuh sendiri saat berkuliah di UGM. Perempuan yang merupakan tuna rungu wicara ini kesusahan mengikuti pelajaran di UGM.
“Makannya saya sampai 10 tahun kuliah di sana,” kata dia dijelaskan interpretor, Kamis (11/5/2023).
Hal ini berbeda saat dia mengambil pendidikan master di Australia. Dia bisa mendapatkan akses pendidikan inklusif di Australia.
Contohnya, saat kelas ada interpretor yang membantunya untuk memahami apa yang diajarkan dosen.
“Setiap satu mahasiswa yang penyandang disabilitas itu dibantu satu orang untuk komunikasi. Jadi saya belajar secara maksimal di sana,” kata dia.
Hal inilah yang dituangkan Galuh di buku tersebut. Dia berharap dengan dilaunchingnya buku ini mampu menyumbang pemikiran hingga pemerintah mampu membuat pendidikan inklusif di Indonesia. (bob)