Kota Malang, Blok-a.com – Beredar di sosial media tentang julukan baru Kota Malang, yakni ‘Malang kota parkir’.
Julukan itu mulai bermunculan di berbagai sosial media. Salah satunya pemilik akun TikTok @RoycoSapi ini yang telah dikomentari 500 kali.
Video pendek yang bertuliskan ‘Malang kota wisata’ diberikan tanda silang, sementara ‘Malang kota parkir’ diberikan emote centang hijau. Postingan ini telah dibagikan lebih dari 800 kali.
Dalam caption video Tiktok itu pengunggah resah akan banyaknya tempat parkir di Kota Malang. Sebab dalam sehari dia bisa menghabiskan Rp 6 ribu untuk parkir.
Pengunggah juga menuliskan bahwa keluhannya ini bisa ditanggapi pemerintah.
“Sangking wes nemen’e 😅 sedino metu minimal 6k digawe parkir. Durung mampir liyane, di kali sak ulan?? 180 k gae parkir 🥵 mohon pemerintah sedih kasinya #malang #punglimeresahkan #pungli,” jelasnya.
Menanggapi hal tersebut memang warga mengaku resah dengan keberadaan juru parkir (Jukir) yang banyak di Kota Malang. Hal itu diungkapkan oleh salah satu mahasiswi di Kota Malang, Aida Fatma.
Dia mengaku kaget dengan banyaknya keberadaan tukang parkir di Kota Malang. Gadis asal Ponorogo ini menyebut memang cukup merogoh kocek sekitar Rp 10 ribu setiap harinya karena jukir. Untuk mobilitasnya di Kota Malang, Aida menggunakan sepeda motor yang dikenakan tarif parkir Rp 2 ribu.
“Sehari bisa sampai Rp 10 ribu sih. Kan ga kerasa, lima kali ke tempat berbeda aja udah segitu,” ujar dia.
Gadis berhijab ini sering ditarik parkir di berbagai tempat. Seperti di depan ATM bank BNI belakang Universitas Negeri Malang, di berbagai warung makan Jalan Sigura-gura, tempat fotokopi, hingga kawasan sentra kopi Sudimoro.
“Yang kesel Sudimoro sih itu banyak banget masing-masing kopian ada,” ujarnya sambil tertawa.
Sebagai mahasiswa, uang Rp 2 ribu sangat berharga baginya. Berbagai cara dia coba untuk menghindari ditarik parkir. Seperti mengendarai motor berboncengan dengan temannya, agar ketika dia turun sebentar masih ada yang menjaga sepeda. Namun, tetap saja tidak bisa terhindarkan.
“Nggak bisa lari ini kita mau keluar dia (Jukir) sudah pegang jok motor belakang,” ungkapnya.
Ketika ditanya soal karcis, Aida mengaku tidak diberi oleh jukir. Bahkan beberapa jukir tidak mengenakan rompi. Hanya menggunakan baju bebas dengan topi yang bertengger di kepala. Akan tetapi, Aida tidak berani protes. Pasalnya, dia takut akan dimarahi oleh jukir-jukir tersebut.
Sementara itu, pengendara roda empat, Roni, mengaku memang Jukir di Kota Malang cukup banyak. Lelaki asli Malang ini menyebut memang pertumbuhan wilayah di Kota Malang ini mengundang banyak tukang parkir.
Namun, sebagai pengendara mobil, Roni cukup terbantu dengan kehadiran jukir. Pasalnya, kadang pengguna roda dua kerap parkir sembarangan. Sehingga membuatnya kesulitan untuk parkir mobil.
“Yo lek montor ancen mangan panggon, jadi yo gakpopo itung-itung shodaqoh. (Ya kalau mobil memang memakan tempat. Jadi tidak apa hitung-hitung sedekah,” ujar dia.
Dalam sehari, Roni menghabiskan Rp 10 ribu dengan tarif parkir Rp 4 ribu hingga Rp 5 ribu. Dia menyebut, membayar tukang parkir memang resiko pemilik kendaraan. Dengan catatan, jukir tersebut memang membantunya untuk keluar masuk lahan parkir serta menjaga mobilnya.
“Kadang wong-wong nyetir podho ngawur yo uwis lek disebrangno aku ikhlas, (Kadang orang-orang menyetir pada ceroboh, jadi ya sudah kalau disebrangkan aku ikhlas,” pungkas lelaki 54 tahun ini. (mg2/bob)