Kabupaten Malang, Blok-A.com – Penyebaran Islam di Kabupaten Malang dimulai dari Kecamatan Singosari. Tepatnya di Jalan Bungkuk Desa Pagentan penyebaran Islam dimulai ratusan tahun silam.
Islam menyebar di Jalan Bungkuk dikarenakan kedatangan Kiai Hamimuddin. Bekas anggota Laskar Pangeran Diponegoro itu melakukan pelarian setelah Belanda mengalahkan Laskar Pangeran Diponegoro tahun 1825.
Lalu Kiai Hamimuddin berkelana hingga sampai di lokasi yang merupakan Jalan Bungkuk sekarang.
Tetua Jalan Bungkuk sekaligus Keturunan Kiai Hamimmudin, H. Moensif Nachrawi mengatakan, waktu itu Jalan Bungkuk masih berupa hutan. Hamimmudin tinggal di sana dan membuat sebuah gubuk.
“Ketika perang Belanda, pasukan Diponegoro kalah. Pangeran Diponegoro berpesan agar angg…
[09.06, 18/6/2022] Bimantara207: Kabupaten Malang, Blok-A – Penyebaran Islam di Malang dimulai dari Kecamatan Singosari Kabupaten Malang.
Tepatnya di Jalan Bungkuk Desa Pagentan penyebaran Islam dimulai ratusan tahun silam.
Islam menyebar di Jalan Bungkuk dikarenakan kedatangan Kiai Hamimuddin. Bekas anggota Laskar Pangeran Diponegoro itu melakukan pelarian setelah Belanda mengalahkan Laskar Pangeran Diponegoro tahun 1825.
Lalu Kiai Hamimuddin berkelana hingga sampai di lokasi yang merupakan Jalan Bungkuk sekarang.
Tetua Jalan Bungkuk sekaligus Keturunan Kiai Hamimmudin, H. Moensif Nachrawi mengatakan, waktu itu Jalan Bungkuk masih berupa hutan. Hamimmudin tinggal di sana dan membuat sebuah gubuk.
“Ketika perang Belanda, pasukan Diponegoro kalah. Pangeran Diponegoro berpesan agar anggotanya menyebarkan Islam dimanapun berada. Salah satunya Kiai Hamimmudin di Malang ini,” kata dia ditemui Blok-A.com.
Gubuk tersebut dibangunnya sendirian dengan material seadanya. Kiai Hamimuddin menggunakan bambu sebagai penyangga atap.
Kiai Hamimuddin memfungsikan gubuk sederhananya itu sebagai masjid. Salat dan mengajar ngaji bagi warga sekitar adalah fungsi dari gubuk sederhana itu waktu dulu.
“Dulu itu gubuk tapi fungsinya buat salat dan juga ngajar ngaji bagi warga sekitar,” kata dia.
Awalnya, hanya ada satu atau dua warga saja yang menjadi santri di gubuk itu.
Warga sekitar Singosari yang mayoritas beragama Hindu menjadikan gubuk itu topik pembicaraan.
Sebab, ritual gerakan salat merupakan hal yang baru bagi warga sekitar, terutama saat rukuk dan sujud.
Akhirnya, gubuk itu disebut ‘bungkuk’ karena kegiatan salat yang terdapat gerakan seperti membungkuk.
“Akhirnya ada pembicaraan dari telinga ke telinga itu kalau di sana (gubuk) ada bungkuk-bungkuk. Padahal itu rukuk,” ujarnya.
Akhirnya gubuk itu pun dinamai bungkuk. Saat ini nama bungkuk itu pun juga digunakan sebagai nama masjid serta jalan di kawasan gubuk itu.
Moensif menceritakan, warga Hindu pun banyak yang penasaran dengan kegiatan di gubuk sederhana itu.
Ternyata saat belajar ke Kiai Hamimuddin tentang Islam, kebanyakan mereka ingin masuk agama Islam.
Sebab, di Islam tidak ada kasta yang membedakan setiap manusia. Sementara di agama sebelumnya, yakni Hindu terdapat perbedaan kasta, yakni empat strata.
“Lah di Islam ini warga sekitar merasa lebih dihargai sebagai manusia. Akhirnya banyak yang mengaji dan salat digubuk itu dan masuk Islam,” paparnya.
Saat ini Singosari pun menjadi kecamatan di Kabupaten Malang yang menjadi tempat puluhan pondok pesantren. Masjid pun mudah ditemui di mana-mana. Hingga disebut sebagai kota santri. (bob)