RSSA Malang Sebut Sebab Kematian Korban Tragedi Kanjuruhan Mirip dengan Tragedi Mina 1990

Aksi damai Aremania tuntut #usuttuntas Tragedi Kanjuruhan, Kamis (20/10/2022) - blok-a.com/Syams Shobahizzaman
Aksi damai Aremania tuntut #usuttuntas Tragedi Kanjuruhan, Kamis (20/10/2022) - blok-a.com/Syams Shobahizzaman

Kemiripan Tragedi Kanjuruhan 2022 dan Tragedi Mina 1990, RSSA : Terhimpit dan Berdesakan

Kota Malang, blok-A.com – Salah satu Dokter Spesialis Ortopedi RSSA, dr Syaifullah Asmaragani Sp.OT (K) mengungkap adanya kemiripan antara Tragedi Kanjuruhan dengan Tragedi Terowongan Mina 1990.

Saat ditemui awak media, Syaifullah menegaskan bahwa mayoritas korban Kanjuruhan, mengalami yang namanya Hipoksia. Itu merupakan satu kondisi, dimana tidak adanya cukup oksigen dalam jaringan, untuk mempertahankan fungsi tubuh.

“Pada pasien-pasien korban Kanjuruhan, mengalami Hipoksia. Itu tidak bagus untuk imunitas tubuh,” ungkapnya pada Senin, (24/10/2022) di RSSA.

“Terlebih karena berdesak-desakan,” tambahnya.

Lantas, apa yang menjadi kemiripan antara Tragedi Kanjuruhan dan Tragedi Terowongan Mina, yang sama sama menewaskan banyak korban jiwa? Yuk, simak fakta selengkapnya.

Kemiripan Tragedi Kanjuruhan 2022 dan Tragedi Terowongan Mina 1990

Dalam konferensi pers hari ini, Senin (24/10/2022), Dokter Spesialis Ortopedi RSSA, dr Syaifullah Asmaragani Sp.OT (K) mengatakan jika gas air mata di Tragedi Kanjuruhan, merupakan salah satu kontribusi kepanikan penonton, hingga menimbulakan desak-desakan, di pintu yang tidak terbuka lebar.

Hal tersebut menewaskan setidaknya 135 Aremania, dalam tragedi tersebut.

“Gas air mata itu salah satu kontribusi, sehingga timbul desak-desakan dan terhimpit,” ucapnya.

Lanjut Syaifullah, ia mengingatkan kembali Tragedi Terowongan Mina pada 1990, yang menewaskan setidaknya 1.400 jamaah haji

Momen menyedihkan itu diduga kuat terjadi karena jemaah, baik yang akan pergi melempar jumrah maupun yang pulang, berebutan dari dua arah untuk memasuki satu-satunya terowongan yang menghubungkan tempat jumrah dan Haratul Lisan. Dalam kondisi minim oksigen dan panik, mereka saling injak.

Kondisi seperti itu tak tertahankan bagi para jemaah. Terutama mereka yang lanjut usia dengan kondisi fisik yang lemah terpapar terik matahari.

Seorang saksi mengatakan, laju manusia di dalam terowongan tiba-tiba terhenti. Sementara, dari luar, para jemaah mendesak masuk. Mereka ingin segera mendinginkan tubuh dari teriknya panas yang mencapai 44 derajat Celcius.

Akibatnya, terowongan yang dirancang bisa menampung 1.000 orang, dijejali 5.000 jemaah.

“Tidak usah bicara gas air mata deh, Tragedi Mina 1990 ,itu tanpa gas air mata yang meninggal 1400 jemaah haji. Berdesak-desakan, berhimpit-himpitan, itu mengakibatkan kondisi kekurangan oksigen, dan itu membayakan,” ucap Syaifullah.

Dokter Spesialis Ortopedi tersebut, percaya bahwa berdesak-desakan itu, bisa berakibat fatal. Terlebih, gas air mata yang menghujani tribun di Stadion Kanjuruhan, Syaifullah meyakini jika itu salah satu kontribusi kepanikan penonton, hingga berhimpitan dan menewaskan ratusan korban jiwa.
(rco)

Kirim pesan
Butuh bantuan?
Hai, apa kabar?
Apa yang bisa kami bantu?