Kota Malang, Blok-a.com – Keberadaan Pedagang Kaki Lima (PKL) di tepi jalan menimbulkan dampak positif dan negatif. Sejumlah masyarakat memang diuntungkan karena kemudahan akses membeli makanan atau minuman cepat saji. Namun, di sisi lain, pengguna jalan mungkin akan terganggu.
Dengan beragamnya pro dan kontra di kalangan masyarakat, fenomena PKL di pinggir jalan ini mengundang pertanyaan “PKL di pinggir jalan itu, sebaiknya digusur atau dikelola?”.
Pengelolaan pedagang kaki lima bukanlah persoalan yang mudah karena melibatkan berbagai aspek seperti ekonomi, sosial dan budaya.
Pemandangan PKL yang membuka lapak di tepi jalan terlihat di sepanjang jalan Surabaya, Sumbersari, Kota Malang.
Selama berjualan di sana, mereka juga tak luput dari penggusuran. Terlebih bagi para PKL yang sudah lama menggantungkan rezekinya di jalanan tersebut.
“Ya pernah sih (digusur) sama orang kampung, sama bapak camatnya,” ujar salah satu PKL, Haris.
Namun ada pula PKL yang sejauh ini masih bebas berjualan dan belum pernah digusur.
“Saya belum pernah sama sekali. Kalau orang-orang yang lama-lama itu udah pernah. Kalau saya belum pernah,” ujar seorang PKL, Koko penjual cireng isi kepada blok-a.com, Kamis (16/5/2024).
Sebagian PKL yang berjualan sejak Oktober 2023 lalu baru mendapatkan peringatan dari Satpol PP.
“Selama ini belum pernah si, cuma hampir dapat surat peringatan dari Satpol PP pada malam hari, cuma dikasih tau sama pedagang-pedagang lain, jadi suratnya sekarang di pedagang lain,” ujar Tita penjual cireng.
Upaya-upaya penggusuran tersebut tidak selamanya dilakukan tanpa alasan. Beberapa penggusuran dilandaskan pada upaya penertiban sesuai dengan aturan.
“Ada peringatan-peringatan, pemberitahuan-pemberitahuan, surat pernyataan-pernyataan. Biasanya kan kebanyakan paling peringatan pertama belum peringatan kedua. Paling peringatan ketiga itu rata-rata sudah menyadari. Intinya seperti itu, maka tadi kan awal kan saya bilang, kita tidak melarang orang mencari nafkah, tapi mencari nafkah di tempat yang benar,” ujar Mustakim Jaya yang menjabat sebagai Kabid Ketentraman dan Ketertiban Umum Satpol PP Kota Malang saat diwawancarai pada Senin (13/5/2024).
Penggusuran yang dilakukan sesuai dengan Peraturan Daerah Kota Malang nomor 2 tahun 2012 pasal 21 dan pasal 22 yang intinya PKL dapat berjualan pada tempat, waktu, dan jenis lokasi yang telah ditentukan.
Adapun penggusuran dan pengelolaan PKL di area Jalan Surabaya ini, pastinya memiliki dampak positif maupun dampak negatifnya sendiri.
PKL, Digusur atau Dikelola?
Pedagang kaki lima, ibarat pedang bermata dua. Penggusuran memang menguntungkan, jika bukan dilihat dari kacamata pedagang kaki lima. Para pejalan kaki jadi bisa memanfaatkan trotoar dengan semestinya, tanpa harus turun ke pinggir jalan raya.
Demikian pula para pengendara motor atau mobil. Lalu lintas yang kerap terganggu akibat parkiran pelanggan PKL yang memakan bahu jalan, tentu bisa kembali lancar.
“Minusnya, kalau biasanya mungkin ini ya mengganggu jalanan,” ujar salah satu pengguna jalan, Riska Ramadhan, usia 19 tahun.
Tak hanya itu, jika PKL digusur, tentunya lingkungan di tempat mereka berdagang akan menjadi lebih bersih, tanpa adanya sampah-sampah berserakan.
“Kalau minusnya sih kadang ya, kalau udah selesai itu nggak dibersihkan gitu loh kotor,” ujar seorang pembeli, Dewi yang berusia 42 tahun ketika diwawancara pada Kamis (2/5/2024).
Namun sebaliknya, penggusuran juga membawa dampak negatif. Pasalnya, banyak pedagang selama ini menggantungkan kebutuhan finansialnya dengan berjualan di Jalan Surabaya. Para pelanggan pun akan terkena imbas karena kesulitan mencari makanan dan minuman dengan harga terjangkau.
Para PKL menyadari keberadaan mereka bisa jadi menyalahi aturan tata kota. Namun mereka tak punya pilihan lain, lantaran sulitnya mencari lokasi jualan yang strategis dan tak membebani kantong.
Jika nantinya digusur, mereka berharap agar adanya solusi dari pemerintah terkait penggusuran tersebut.
“Kalau misalkan kena gusur, harapannya dikasih tempat yang lebih layak, harga sewa yang gak ditarif mahal,” ujar Tita salah satu penjual.
Mereka berharap jika memang kedepannya akan ada penggusuran, setidaknya para PKL akan direlokasi ke tempat yang lebih baik. Jika tidak ada relokasi PKL yang layak, para PKL pasti akan kembali lagi memenuhi trotoar jalan.
“Kalau digusur, kalau dikasih tempat, tempat yang enak sih, nggak apa-apa sih. Kalau ada solusinya nggak apa-apa kalau mau digusur, kalau ada solusinya nggak apa-apa. Jika kalau digusur, sekedar digusur, nggak ada solusinya ya. Pasti orang-orang lebih milih balik sini juga kalau PKL-PKL juga kan gitu,” tutup Koko. (mg5/gni/lio)