Banyuwangi, blok-a.com – Pemdes Rejoagung Kecamatan Srono, Banyuwangi, terindikasi penyimpanan penyaluran dana Bantuan Sosial (Bantuan Langsung Tunai (BLT) dan Bantuan Langsung Tunai (BPNT). Pasalnya, KPM BLT dan BPNT diwajibkan membeli beras di kantor desa yang sudah dikemas.
Diduga, Pemdes Rejoagung mencari untung dari penjualan beras tersebut.
Padahal, dalam surat edaran dari PT POS sebagai lembaga penyalur Bansos, setiap KPM bisa membelanjakan sesuai kebutuhan di toko yang dikehendaki oleh KPM.
Di Desa Rejoagung terdapat 907 KPM. Mereka mendapatkan Bansos BLT maupun BPNT. Setiap KPM BLT akan menerima tiga tahap, yaitu bulan Januari, Februari, dan Maret.
Setiap tahap KPM akan mendapat bantuan uang sebesar Rp 300 ribu. Karena cair tiga tahap, setiap KPM seharusnya menerima Rp 900 ribu.
“Pada Kamis (16/3/2023) lalu, saya mendapat bantuan BLT untuk tiga bulan. Setiap bulannya saya mendapat bantuan sebesar Rp 300 ribu. Seharusnya saya mendapat Rp 900 ribu. Tapi oleh desa saya hanya diberi Rp 500 ribu ditambah beras sebanyak 35 kilogram,” ujar NT kepada blok-a.com, Kamis (5/4/2023).
Begitu juga untuk KPM BPNT pertahapnya mendapat bantuan Rp 200 ribu. Pada bulan Maret 2023 lalu cair tiga tahap sebesar Rp 600 ribu oleh desa Rejoagung KPM hanya menerima Rp 250 ribu dan beras sebanyak 25 kilogram.
“Saya hanya menerima uang Rp 250 ribu dan beras sebanyak 25 kilogram. Karena saya butuh uang, beras itu saya jual ke pasar, oleh pedagang hanya dihargai Rp 9 ribu perkilonya,” beber YI penerima BPNT.
Sebenarnya, kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemdes Rejoagung ini sangat memberatkan KPM dan sempat menolak aturan itu ketika salah satu perangkat desa menggelar sosialisasi ketika BLT dan BPNT ini akan disalurkan.
“Saat sosialisasi itu, sebenarnya ada yang menolak aturan itu. Tapi kata perangkat desa mekanisme ini sudah menjadi aturan dan harus dijalankan,” kata NT.
“Nanti kalau kami menolak, pada penyaluran bantuan tahap selanjutnya, nama kami di coret. Makanya kami diam saja,” keluhnya.
Padahal, saat ini masyarakat sedang membutuhkan uang untuk keperluan Ramadhan dan hari raya Idul Fitri.
“Kalau KPM menerima utuh kan bisa belanja kebutuhan hari lebaran,” tandasnya.
Diduga, Pemdes Rejoagung melakukan pemaksaan terhadap KPM untuk membeli beras yang disediakan oleh Pemdes Rejoagung.
“Mau apa lagi, saya dengan terpaksa membeli beras yang sudah dikemas oleh desa, seberat 25 kilogram dengan harga Rp 350 ribu. Jika dihitung, perkilo beras ini harganya Rp 14 ribu,” tuturnya.
Sementara Kepala Desa Rejoagung, Sonhaji melalui Sekdes Rejoagung, Sigit berdalih jika aturan ini sudah sesuai dengan kebijakan Kepala Desa.
“Aturan ini untuk mensiasati KPM agar tidak kebingungan. Rata-rata para KPM ini memiliki tanggungan di bank plecit, maupun Mekar. Mereka ini setiap hari diburu oleh juru tagih bank plecit,” dalih Sigit.
Menurut Sigit, untuk kebutuhan sehari-hari, khususnya beras Pemdes Rejoagung mewajibkan KPM membeli beras di Pemdes Rejoagung.
“Kebijakan Pemdes, pembelian beras di kantor desa itu termasuk mendukung program ketahanan pangan. Makanya KPM diwajibkan membeli beras disini (kantor desa),” ujarnya
Terpisah, Kepala Bidang (Kabid) Perlindungan dan Jaminan Soial (Jamsos) Dinas Sosial (Dinsos) Kabupaten Banyuwangi, Khoirul Hidayat menjelaskan, terkait permasalahan ini Pemkab Banyuwangi sudah mengeluarkan surat edaran yang ditujukan kepada Camat se Kabupaten Banyuwangi untuk diteruskan di desa-desa.
“Surat edaran dari Pemkab Banyuwangi itu berdasarkan surat dari PT. Pos Indonesia Cabang Banyuwangi tanggal 27 Maret 2023, nomor : 203/Jaryankug/PDKP/1/2023, Perihal Penyaluran Bantuan.
“Dalam surat edaran itu sudah dijelaskan, peruntukannya dan larangannya,” jelas Khoirul Hidayat. (kur/gim)