Melihat Kemandirian Warga Madyopuro dari TPS 3R, Kerja Olah Sampah dengan Pendapatan Melebihi ASN

Sampah yang sudah dipilah sesuai jenis dan diolah dengan dicacah (blok-a/bob)
Sampah yang sudah dipilah sesuai jenis dan diolah dengan dicacah (blok-a/bob)

Kota Malang, blok-a.com – Sampah di Kota Malang ini cukup berharga. Beberapa orang hidup dan bekerja dari barang yang sudah dibuang itu.

Salah satunya adalah warga Madyopuro yang bekerja memilah sampah di Tempat Pengolahan Sampah (TPS) Reduce, Reuse, dan Recycle (3R) Velodrome.

Ada 12 warga yang kini membentuk paguyuban. Mereka sejak 2019 kehidupannya meningkat berkat sampah.

Betapa tidak, kini mereka menerima tiga gaji sekaligus dari TPS 3R Velodrome.

Pertama, pendapatan mereka terima dari tukang gerobak sampah per RT di Kelurahan. Kedua, pendapatan mereka dapat dari menjual sampah pilahan ke TPS 3R Velodrome. Ketiga mereka mendapat uang dari bayaran sebagai pengolah sampah di TPS 3R Velodrome.

Tumpukan sampah yang sudah dipilah dan dikelolah di TPS 3R Velodrome (blok-a/bob)
Tumpukan sampah yang sudah dipilah dan dikelolah di TPS 3R Velodrome (blok-a/bob)

Pembina TPS 3R Velodrome, Hari Wijayante membenarkan. 12 warga paguyuban itu berasal dari tiga sumber.

Pendapatan mereka bahkan melebihi ASN.

Hitung-hitungannya adalah dari tukang gerobak sampah bayarannya per bulan itu sampai Rp 1,25 juta per bulan, jadi petugas di TPS 3R Rp 1,5 sampai 2 juta per bulan. Dan untuk menjual barang pilahan sampah itu sampai Rp 2 juta per bulan.

“Ya melebihi ASN mereka ini bisa Rp 5 juta per bulan,” kata dia ditemui blok-a.com, Minggu (14/5/2023).

Hari menjelaskan, pendapatan para petugas sampah di TPS 3R ini memang menggiurkan. Namun kerja mereka cukup keras.

Anggota Paguyuban TPS 3R Velodrome sedang memilah sampah (blok-a/bob)
Anggota Paguyuban TPS 3R Velodrome sedang memilah sampah (blok-a/bob)

Dari pagi mereka, mengumpulkan sampah warga dari lima kelurahan di sekitar Madyopuro dan akan ditaruh di TPS 3R Velodrome.

Siangnya mereka akan memilah sampah dari warga di lima kelurahan sekitar Madyopuro. Pilahan sampah ini pun tidak sederhana. Warna dan jenis sampah plastik akan mereka pisah.

Setelahnya, mereka juga akan mengeringkan, dan juga mencacah sejumlah sampah.

“Itu setiap hari mereka begitu, dan liburnya hari minggu saja,” kata dia.

Dari Warga Untuk Warga Oleh Warga

Jika Anda berpikir, TPS 3R membayar sampah dari APBD adalah salah besar.

Pengolahan sampah, hingga pemilahan sampah di sana membayar petugas dengan hasil menjual sampah. Bukan dari APBD Kota Malang.

Hari menjelaskan, sirkulasi uangnya sendiri berasal dari penjualan sampah pilahan yang sudah diolah dan juga kompos.

Gudang pilahan sampah di TPS 3R Velodorme Kota Malang, Minggu (14/5/2023) (blok-a/bob)
Gudang pilahan sampah di TPS 3R Velodorme Kota Malang, Minggu (14/5/2023) (blok-a/bob)

Di TPS 3R Velodrome sendiri para petugas juga memisahkan sampah yang juga bisa dijadikan kompos.

“Kompos itu kami jual. Buat operasional seperti mengecat bangunan, mesin pengepres samph kalau ada yang rusak, dan membangun gudang semi permanen,” kata dia.

Sekadar diketahui, di TPS 3R Velodrome juga terdapat mesin pengepress sampah dan juga mesin cacah.

Sementra hasil jual olahan dan pemilahan sampah itu, Hari menjelaskan, digunakan untuk membayar para petugas pengolah sampah.

Selain itu hasil jual itu juga digunakan untuk membeli sampah yang sudah dipilah oleh anggota paguyuban di TPS 3R Velodrome.

“Karena hasil jual itu cukup tinggi kalau sudah diolah dan dipilah sesuai jenisnya. Kalau hanya dipilah pokok plastik ya murah,” jelasnya.

Perbandingannya sendiri, kata dia, adalah jika dulu para anggota paguyuban hanya menjual sampah Rp 3 ribu per kilogram plastik. Jika sudah dipisahkan sesuai jenis dan juga dicuci, dikeringkan dan dicacah, harganya melambung sampai Rp 18 ribu.

“Itu yang membuat mereka tertarik juga untuk gabung di Paguyuban,” kata dia.

Untuk menjual hasil pilahan dan olahan sampah plastik itu, Hari menjualnya ke industri di luar kota seperti di Surabaya, Lamongan dan juga Mojokerto.

Biasanya dia menjual 8 bulan sekali atau saat 4 ton.

Namun tak jarang pula dia jual ke home industry di Malang. Hal ini dilakukan supaya perputaran ekonomi jalan di TPS 3R Velodrome.

“Kan kalau menjual di industri atau pabrik itu lama. Lah kalau nunggu kan lama. Jadi biasanya saya jual di home industry. Supaya anggota ada bayaran,” tuturnya.

Pemkot Malang Tak Ambil Setoran

TPS 3R Velodrome sendiri kini menjadi tempat warga bekerja dan perputaran ekonominya bisa menghidupi belasan keluarga.

Pemkot Malang melalui Dinas Lingkungan Hidup mengetahui itu. Meskipun begitu, Pemkot Malang berkomitmen tidak mengambil setoran dari hasil pengolahan sampah.

Situasi di TPA Supit Urang Kota Malang (blok-a/bob)
Situasi di TPA Supit Urang Kota Malang (blok-a/bob)

Penyuluh Lingkungan Bidang Persampahan DLH Kota Malang, Buddie Heryanto mengatakan, dia berkomitmen tidak akan mengambil setoran. Dia hanya bertugas mendampingi sekitar 2019 lalu bagaimana mengaktifkan TPS 3R di Velodrome.

“Kami tidak menarik setoran. Tugas kita kan hanya untuk bagaimana mengelola sampah, mengurangi sampah. Kalau di sana muncul perputaran ekonomi
Itu hak warga,” kata dia.

Pendampingan dari Pemkot Malang melalui DLH sendiri adalah dengan menjelaskan keuntungan jika sampah plastik tidak langsung dijual.

Sampah plastik bisa dipilah sesuai jenisnya dan diolah seperti dicuci, dikeringkan dan dicacah.

“Dan memang terasa harganya jauh lebih mahal,” kata dia.

Buddie juga menambahkan, alasan tidak menarik setoran karena kerja para petugas sampah dari warga itu cukup keras.

“Mereka kerja kita tidur pas malam. Kita sarapan mereka masih kerja. Jadi memang layak kalau mereka bisa mendapat pendapatan melebihi saya,” ujarnya.

Buddie pun fokusnya hanya untuk mengurangi sampah. Dia bersyukur setiap harinya 6 ton sampah berkurang dari TPS 3R sebelum ditaruh di Velodrome.

“Per harinya kan 22 ton di TPS 3R itu. Dan karena ada warga paguyuban di sana per harinya berkurang enam ton. Itu saja fokus kami,” tutupnya. (bob)

Kirim pesan
Butuh bantuan?
Hai, apa kabar?
Apa yang bisa kami bantu?