Kabupaten Malang, blok-a.com – Hampir satu tahun berlalu, tragedi maut Kanjuruhan 1 Oktober 2022, rupanya masih menyisakan dampak yang cukup berat bagi para korbannya.
Salah satunya, korban luka-luka tragedi Kanjuruhan hingga kini masih kesulitan mendapat lapangan pekerjaan yang didambakan. Lantaran terhalang keterbatasan fisiknya.
Hal tersebut dirasakan oleh Nur Saguanto (20), warga Desa Tegalsari, Kecamatan Kepanjen.
Usai mengalami cedera pada kaki sebelah kiri dan lebam pada bagian mata, Aan sapaan akrabnya, merasa tak memiliki kesempatan lebih untuk bekerja di perusahaan impiannya.
Bahkan, alumni SMK Muhammadiyah 7 Gondanglegi itu mengaku sempat tertolak tiga kali di salah satu pabrik rokok yang tak jauh dari tempat tinggalnya.
“Saya sudah melamar tiga kali, satu kali interview tapi ya nggak ada panggilan lagi sampai sekarang,” ujar Aan saat ditemui blok-a.com di kediamannya, Jumat (29/9/2023).
Ia menduga, perusahaan menilai fisiknya tak lagi kuat melakukan pekerjaan berat. Dugaan itu kian diperkuat ketika ia menjadi satu-satunya kandidat pelamar yang tidak diterima di perusahaan tersebut.
“Anehnya, semua teman-teman saya yang rumahnya sini kebetulan bukan korban tragedi, itu diterima semua. Hanya saya saja, padahal pabrik itu berada di lingkungan tempat tinggal saya, bahkan anak luar sini banyak yang diterima,” ucapnya.
“Mungkin karena saya dianggap kurang kuat, karena sempat retak juga di kaki,” katanya lesuh.
Kendati demikian, semangatnya tak pernah luntur untuk mengusahakan masa depannya. Untuk mengisi waktu luang, pemuda kelahiran 2003 itu kini membantu sang bapak untuk menggarap sepetak ladang.
“Sementara ini saya bantu bapak ke sawah, pelan-pelan latihan biar tulang juga kuat. Setidaknya ada aktivitas sambil nunggu panggilan kerja,” ujarnya.
Bantuan Pemerintah
Menjelang satu tahun tragedi Kanjuruhan, selain mengharap keadilan, ia juga berharap seluruh korban kembali dapat perhatian dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Malang. Termasuk bantuan pengobatan dan juga bantuan lapangan pekerjaan.
“Karena banyak juga korban yang luka-luka yang masih membutuhkan bantuan sampai saat ini, harapannya pemerintah bisa membantu. Seperti biaya pelepasan pen, itu yang perlu diperhatikan, dan alhamdulillahnya saya sudah sembuh,” inginnya.
Hal yang sama juga disampaikan ibu Aan, Dewi Fitriyah (38). Ia berharap pemerintah bisa memperhatikan keluarga korban yang ditinggalkan, terutama bagi para tulang punggung keluarga.
Maupun korban yang sempat luka-luka, yang masih memiliki perjalanan hidup panjang seperti anaknya.
“Kasihan, keinginan kerjanya tinggi tapi anak saya gak diterima. Padahal di pabrik sini diutamakan warga desa sini, sedangkan yang diterima malah orang desa sebelah,” ujar Dewi. (ptu/lio)