blok-a.com – Anda pasti tahu Sambal Bu Rudy di Surabaya. Sebelum terkenal saat ini, kisah perjalanan pemilik sekaligus pendiri usaha sambal ini penuh rintangan termasuk saat pecahnya insiden G30S-PKI.
Di artikel ini, Anda akan diajak untuk mengetahui perjalanan Bu Rudy merintis sambal itu.
Wanita kelahiran 1953 ini awalnya tidak bisnis sambal. Bu Rudy ternyata sempat memiliki nasib tidak jelas saat pecahnya insiden Gerakan 30 September 1965 atau G30S-PKI.
Akibat kericuhan di insiden itu, Bu Rudy luntang-lantung. Dia berhenti sekolah. Dia tidak melanjutkan pendidikannya yang kala itu masih sekolah dasar.
Hidupnya pada tahun 1965 itu ia ungkapkan saat jadi narasumber di dalam podcast Wakil Wali Kota Surabaya, Armuji pada 2021 lalu.
Armuji kaget dengan informasi itu. Dia mengira Bu Rudy adalah alumni dari pendidikan di bidang masak-memasak.
Namun dengan informasi itu, ternyata Sambal Bu Rudy ini dirintis oleh wanita yang hanya sekolah sampai kelas 3 SD.
“Aduh, SD kelas telu (3), Pak,” kata Bu Rudy dari podcast Armuji.
Waktu itu, Bu Rudy mengaku hidupnya penuh ketakutan saat pecahnya insiden G30S PKI. Dia tidak aman. Akhirnya dia melakukan pelarian ke Surabaya untuk keamanannya.
“Akhirnya saya lari ke Surabaya dengan menenteng tas, ada bajunya saya tutupi koran. Terus ikut orang di Kapasan,” kenangnya.
Pekerjaan di Surabaya
Saat di Surabaya, Bu Rudy tidak langsung merintis usaha sambal. Dia sempat kerja serabutan di Ibu Kota Jatim. Lalu dia merintis bisnis sepatu dengan membuka toko di Pasar Turi.
7 tahun dia berbisnis sepatu setelahnya Bu Rudy harus berhenti. Sebab toko sepatu di Pasat Turi miliknya habis dilalap api.
Apakah Bu Rudy trauma berbisnis? Ternyata tidak. Bu Rudy bangkit kembali. Dan dari sini rintisan sambal yang membawa dia sukses itu mulai digarapnya.
Tanpa Sengaja Membuat Sambal
Ide berbisnis sambal yang dibuat Bu Rudy itu ditemukan tanpa sengaja.
Bu Rudy membuat sambal karena suaminya suka sambal Bu Rudy untuk melengkapi ikan hasil tangkapan.
Perempuan itu membuat sambal bawang waktu itu.
Karena suaminya suka, Bu Rudy kerap memnuat sambal bawang dan tidak untuk dipasarkan awalnya.
Bu Rudy awalnya tidak berpikir untuk memasarkan produk buatannya. Ia masih ragu untuk kembali berbisnis.
Akhirnya, berkat dorongan keluarga, dia kembali berbisnis dan menamai produk sambalnya dengan ‘Sambal Bu Rudy’ yang diambil dari nama suami yaitu Rudy Siswadi.
Tantangan di Awal Bisnis Sambal Bu Rudy
Bukan tanpa tantangan, Bu Rudy sempat menghadapi beberapa tantangan dalam membangun bisnisnya. Ternyata, dulu ia merasa kesulitan untuk menjaga ketahanan sambal sehingga produk andalannya ini mudah rusak.
“Saya kan ndak ngerti tentang keawetan sambal ini berapa bulan Pak dan diulek. Pertama satu kilo, dua kilo, lama-lama jadi akeh (banyak),” kata dia.
“Cuma dalam berapa tahun tetep saya ndak bisa proses, kadang-kadang rusak sambelnya. Karena saya bukan orang pintar, yo wes tak jual (ya sudah saya jual) apa adanya,” sambungnya.
Meski begitu, seiring berjalannya waktu, anak Bu Rudy turut membantu bisnis rintisan sang ibu. Mereka kemudian memberikan solusi untuk membuat sambal yang tahan meski tanpa pengawet.
“Berhubung anak-anak sudah gede, sudah ngerti, zaman sekarang to Pak, ya anak-anak yang nekuni. Sekarang lumayan bisa awet telung wulan (tiga bulan),” jelas dia.
Mulai Berjualan Keliling
Awalnya Bu Rudy memasarkan sambal buatannya secara keliling menggunakan mobil pick-up. Tentu saja, gak lama kemudian informasi soal kelezatan sambalnya banyak terdengar dan pembelinya semakin membludak.
Akhirnya Bu Rudy memutuskan untuk menyewa tempat di Jalan Dharmahusada Surabaya sebagai lokasi depot sambal. Berkat bisnis yang makin mekar, ia akhirnya memutuskan untuk membuat rumah makan juga. (bob)
Lihat sumber berita asli di Wartaekonomi.co.id. |
Berita ini merupakan kerjasama sindikasi Blok-a.com dengan Wartaekonomi.co.id. |