Kota Malang, Blok-a.com – Sejumlah relawan lingkungan menggelar brand audit sampah di kawasan Muharto, Kota Malang, Sabtu (09/09/2023). Mereka adalah Environmental Green (Envigreen) Society yang didukung oleh Break Free From Plastic (BFFP), organisasi nonpemerintah internasional,
Kawasan Muharto dipilih sebagai lokasi pelaksanaan kegiatan brand audit karena seringkali masih ditemukan sampah yang dibuang sembarangan di aliran anak sungai bahkan hingga menumpuk. Aksi ini dilakukan dengan tujuan untuk mewujudkan lingkungan yang berkelanjutan sekaligus bentuk edukasi kepada khalayak terkait Extended Producers Responsibility (EPR) dalam UU No. 18 Tahun 2008.
Brand audit sendiri merupakan kegiatan berbasis penelitian yang melibatkan penghitungan dan pendokumentasian merk-merk yang ditemukan pada sampah plastik untuk membantu mengidentifikasi perusahaan-perusahaan yang bertenggung jawab atas polusi plastik. Di dalam UU No. 18 Tahun 2008, produsen memiliki kewajiban untuk bertanggung jawab terhadap produk/kemasan sulit atau tidak dapat terurai oleh proses alam yang diproduksinya.

Brand audit selain digunakan sebagai arsip data karakteristik sampah oleh Envigreen juga akan diakumulasikan secara internasional dengan Break Free From Plastic yang telah mengadakan Brand Audit skala global selama 5 tahun terakhir.
Hasil brand audit menunjukkan 5 Top Polluters Produsen yang sampahnya mendominasi antara lain Wings (27.3%), Unilever (21.06%), Indofood (18.4%), Ajinomoto (13,28%), Kapal Api Group (6.26%).
Nantinya, top polluters producen dari Hasil Brand Audit akan diberikan surat himbauan yang berisi data sampah-sampah yang diproduksinya sehingga dapat menentukan langkah tanggung jawab yang dapat dilakukan.
Koordinator Forum Kali Brantas Chandra Iman Asrori menyebut, para produsen yang mendominasi jumlah sampah di lingkungan seharusnya memiliki upaya tindak lanjut sebagai bentuk tanggung jawab akan sampah yang dihasilkan.
“Peralihan penggunaan kemasan yang lebih ramah lingkungan seperti tidak memakai sachet multilayer seharusnya dapat dilakukan produsen sebagai bentuk upaya mengurangi sampah non-ecofriendly.”
Kondisi pengelolaan sampah di Muharto memang kurang mendapat perhatian. Sudah bertahun-tahun mekanisme pengelolan sampah di Muharto masih jauh dari kata efektif. Sulitnya akses dan pemukiman yang penuh menyebabkan sampah dari rumah tidak dapat sampai ke TPS terdekat. Swadaya dari masyarakat sendiri masih belum dapat mengakomodir pengangkutan sampah rumah tangga ke TPS, sehingga warga di wilayah bantaran sungai terpaksa membuang sampahnya ke sungai maupun di bakar.
“Karena masyarakat sebagai konsumen hanya terima jadi atas kemasan yang diproduksi produsen, oke mungkin masyarakat memiliki kewajiban membuang sampah pada tempat yang seharusnya, tapi terbukti bahwa sampah-sampah yang tidak dapat didaur ulang seperti sachet turut mencemari sungai kita dan menambah beban TPA” ungkap Chandra.
Menurut keterangan dari warga Muharto Lekman selaku ketua RT setempat mengeluhkan sampah yang tidak hanya datang dari warga sekitar, namun juga berasal dari sampah warga di atas aliran sungai yang menambah tumpukan sampah di area tersebut.

“Sebenarnya dulu masih ada petugas swadaya masyarakat sendiri berupa kendaraan roda tiga, namun karena sulitnya akses dan biaya operasional sekarang sudah tidak beroperasi lagi,” bebernya.
“Harapan dari hasil kegiatan ini seluruh stakeholder yang terlibat diantaranya Dinas Lingkungan Hidup Kota, Pemerintah Kota Malang, para produsen memiliki kesadaran dan membuka matanya terhadap kondisi sungai yang menjadi tempat penumpukan sampah,” tegas Chandra. (mg2/bob)