blok-a.com – Fenomena langka Ekuinoks akan terjadi di Indonesia pada Selasa (21/3) besok. Apa arti fenomena Ekuinoks dan bagaimana dampaknya bagi bumi?
Dikutip dari laman Edusainsa Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), ekuinoks secara singkat adalah fenomena ketika Matahari melintasi ekuator Bumi.
“Oleh karenanya, panjang siang dan panjang malam saat ekuinoks tidak terlalu panjang ataupun pendek,” kata peneliti dari Pusat Riset dan Antariksa BRIN Andi Pangerang, dikutip Senin (20/3/2023).
Ekuinoks berasal dari dua kata Bahasa Latin, yakni equinoctis, equum yang bermakna sama; dan noctis yang bermakna malam.
“Secara harfiah, makna ekuinoks ini lebih cocok dengan kondisi Bumi yang mana antara belahan Bumi Utara maupun belahan Bumi Selatan sama-sama menerima radiasi Matahari yang sama besar dan sama durasinya,” ujar Andi.
“Hal ini dikarenakan belahan Bumi Utara tidak condong dan lebih ‘dekat’ ke Matahari, juga tidak menjauhi Matahari,” lanjutnya.
Andi mengatakan, ekuinoks terjadi dua kali dalam setahun.
Pertama, pada Maret ketika kutub Utara mulai condong ke arah Matahari. Kedua, pada September ketika kutub Selatan mulai condong ke arah Matahari.
“Dikarenakan saat ekuinoks garis batas siang-malam sejajar dengan garis bujur bola Bumi, maka Matahari akan terbit tepat di Timur dan terbenam di Barat,” lanjut Andi.
Untuk Ekuinoks Maret 2023, BRIN menyebut itu terjadi pada 21 Maret pukul 04.24 WIB/05.24 WITA/06.24 WIT. Saat itu terjadi, jarak Matahari-Bumi mencapai 148.981.052 km.
‘Pasangan’ ekuinoks adalah fenomena solstis. Yakni, ketika Matahari melintasi Garis Balik Utara maupun Garis Balik Selatan, garis khayal pada bola Bumi yang terletak pada lintang yang senilai dengan kemiringan sumbu Bumi yakni 23,44°LU dan 23,44°LS.
Saat solstis, salah satu kutub menghadap Matahari dan kutub lainnya menjauhi Matahari. Efeknya, kutub yang menghadap Matahari akan mengalami siang 24 jam dan fenomena Matahari tengah malam (midnight Sun). Sedangkan, kutub yang menjauhi matahari akan mengalami malam 24 jam atau malam kutub/polar (polar night).
“Ekuinoks dan solstis disebabkan oleh kondisi Bumi yang berotasi secara miring terhadap ekliptika sekaligus mengorbit Matahari, sehingga ujung sumbu rotasi Bumi selalu menghadap ke arah yang sama yakni Polaris atau bintang kutub (setidaknya hingga dua milenium mendatang, karena mengalami pergeseran bintang kutub),” jelas Andi.
Dampak Ekuinoks
Dampak yang ditimbulkan dari ekuinoks dan solstis di kehidupan sehari-hari adalah adanya pergantian musim terutama bagi negara-negara subtropis dan berlintang tinggi.
“Secara astronomis, awal musim ditandai dengan ekuinoks dan solstis,” ujar Andi.
Saat ekuinoks, kata Andi, intensitas radiasi Matahari yang diterima di ekuator Bumi bernilai maksimum.
“Demikian halnya saat solstis, meskipun dialami pada lokasi yang berbeda,” lanjutnya.
Secara tidak langsung memang dapat meningkatkan kenaikan suhu karena radiasi Matahari juga berbanding lurus terhadap suhu permukaan Bumi.
“Akan tetapi, ini hanyalah salah satu faktor saja yang memengaruhi. Perlu mempertimbangkan faktor lainnya di luar faktor astronomis.”
Efek lainnya adalah kemunculan aurora yang paling berwarna sepanjang tahun di wilayah kutub.
Dikutip dari Space, aurora memuncak di sekitar dua ekuinoks dan menurun sekitar bulan Juni dan Desember, yakni saat titik balik matahari.
Hal itu terjadi akibat penyelarasan medan magnet bumi. Meskipun kutub-kutub magnet bumi tidak cocok dengan wilayah kutub secara geografis, keduanya tetap miring terhadap Matahari.(lio)