Surabaya, Blok-a.com– Dony Adinegara, kuasa hukum Jonatan Dunan Direktur PT Sumber Energi Terbarukan Indonesia (SETI) mengungkapkan bahwa tidak masuk akal seorang anggota dewan memberi iuran dana partisipasi untuk membantu membayar temuan BPK soal kerugian negara korupsi PJU Lamongan.
“Seorang anggota dewan yang disebut itu katanya tidak terlibat proyek itu. Lah terus dimintai dana partisipasi Rp10 miliar, mau setor. Wajar apa tidak ? Masak ada orang mau harus membayar miliaran terhadap apa yang tidak dia terima,” jelasnya.
Menurut Dony, jika seseorang mau memberikan dana Rp 10 miliar, artinya ada juga dana yang dia terima.
“Logikanya begitu, makanya benang merahnya di situ yang harus didalami,” herannya.
Selain itu Dony juga menjelaskan soal PT SETI yang tidak mau mengembalikan kerugian Rp 10 miliar seperti yang dikatakan saksi fakta Helmy Perdana Kusuma karena PT SETI merasa keuntungan menjadi penyedia barang tidak sampai Rp 10 miliar.
“Keuntungan PT SETI tidak sampai 10 miliar, makanya Ia tidak mau dimintai partisipasi 10 miliar untuk mengembalikan kerugian negara,” pungkasnya.
Helmy Perdana Putra, Kepala Inspektorat Provinsi Jawa Timur, mengungkap bagaimana dia mengutak atik uang miliaran rupiah dari proyek penerangan jalan umum (PJU) di Kabupaten Lamongan.
Apalagi setelah mendapat temuan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sesuai laporan hasil pemeriksaan keuangan (LHP).
Dalam sidang lanjutan dugaan korupsi PJU Lamongan di Pengadilan Tipikor Surabaya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan satu saksi fakta yakni Plt Kepala Inspektorat Jatim Doktor Helmy Perdana Putra.
JPU juga menghadirkan tiga saksi ahli yaitu Albert Pramono dari Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), Doktor Agus Mukhlisin, ahli elektro dan Roeddy Hariyanto dari BPKP Jawa Timur.
Dalam kesaksiannya Helmy Perdana Putra – saat itu menjabat Kepala Inspektorat Jatim membaca rekomendasi LHP BPK dari temuan kerugian negara di PJU Lamongan, sekitar Rp40 miliar.
“Di situ kewajiban Pokmas yang harus mengembalikan,” ujarnya.
Dia lantas menindaklanjuti agar keuangan bisa kembali ke negara.
Helmy mengatakan dalam teknis pengembalian kerugian negara sepenuhnya merupakan kewenangan dari inspektorat.
“Teknisnya terserah dari kami, asal halal,” ujarnya.
Dari tupoksi itulah dia mengambil langkah dengan memanggil beberapa pihak di antaranya Jonatan Dunan Direktur PT Sumber Energi Terbarukan Indonesia (SETI) selaku penyedia lampu PJU Lamongan, dan Haji Husnul Aqib – kini menjabat Wakil Ketua DPRD Lamongan dari Partai Amanat Nasional.
Agendanya, membahas uang pengembalian.
Helmi berpikir tidak mungkin Pokmas bisa mengembalikan kerugian negara Rp 40 miliar.
“Maka saya panggil mereka dan minta dana partisipasi dari PT SETI Rp 10 miliar dan dari Husnul Aqib 10 miliar,” ujarnya.
Dia berdalih, Husnul Aqib adalah wakil rakyat yang akan terus berkarir di Lamongan.
Namun PT SETI keberatan dengan nilai uang partisipasi itu. Uniknya, Husnul Aqib bersedia memberi uang Rp 10 miliar.
“Dari kesepakatan cuman Husnul Aqib yang bersedia memberi 10 miliar sedangkan PT SETI tidak bersedia,” paparnya.
Helmy menjelaskan, selain PT SETI dan Husnul Aqib yang dimintai partisipasi, dia juga meminta 5 pimpinan DPRD Provinsi Jawa Timur.
“Dan mereka sepakat untuk iuran Rp 10 miliar,” ujarnya.
Jadi kerugian negara itu dikembalikan melalui dana iuran yang dipungut Helmy untuk dana partisipasi dari Ketua dan Wakil Ketua DPRD Jatim senilai 10 miliar rupiah.
“Anwar SadaD – Wakil Ketua DPRD Jatim dari Gerindra itu yang setor ke Bank Jatim,” tambah Helmy Perdana Putra.
Sementara itu saksi ahli Roeddy Hariyanto dari BPKP mengatakan saat klarifikasi ke Kepala Dishub Jatim dan BPKAD Jatim terungkap bahwa kasus korupsi PJU Lamongan bermula dari hasil reses DPRD Jatim.
“Namun laporan hasil reses tidak ditemukan. Kami juga telah minta ke Sekwan, tapi juga tidak ditemukan hasil reses. Karena sebenarnya Pokmas ini pengajuan awalnya dari reses,” ungkapnya.
Kemudian, BPKP Jawa Timur melakukan pemeriksaan terhadap hasil BAP saksi dan penyidik maupun dari saksi ahli.
Di situlah disimpulkan ada penyimpangan yang merugikan keuangan negara.
Dalam penggunaan bantuan swakelola ada beberapa kriteria, salah satunya penyelenggaraan pendidikan atau kursus.
“Artinya swakelola PJU tidak masuk dalam kriteria itu,” ujar Roeddy Hariyanto.
Oleh sebab itu, BPKP Jawa Timur menghitung secara keseluruhan di proyek PJU Lamongan ada kerugian negara.
Dari berbagai bukti dan temuan, BPKP Jawa Timur menyebutkan bahwa dalam proyek PJU Lamongan itu terdapat kerugian negara sebesar Rp47,9 miliar.
Dari nilai kerugian tersebut, ada upaya pengembalian uang yang telah disetorkan melalui virtual account Pokmas sekitar Rp16 miliar.
Menurut keterangan salah satu terdakwa, David Rosyidi kata Roeddy Hariyanto bahwa uang yang dikembalikan melalui virtual account adalah dari dana pribadi ,
“Nah itu yang dibayarkan (dikembalikan) melalui virtual account, tapi tidak tahu siapa yang bayar. Jadi total kerugian yang belum lunas Rp32,1 miliar,” ucap Roeddy di Tipikor Surabaya.