Blok-a.com – Kematian Bripda Ignatius Dwi Frisco Sirage akibat terkena tembakan dari rekan sesama anggota Polri, hingga kini masih menjadi perbincangan publik.
Kasus polisi tembak polisi itu diketahui terjadi di Rusun Polri Cikeas, Gunung Putri, Bogor, Jawa Barat pada Minggu (23/7/2023) sekitar pukul 01.40 WIB.
Menurut keterangan dari pihak Densus 88 Antiteror Polri, peristiwa itu terjadi karena kelalaian anggota pada saat mengeluarkan senjata, hingga mengenai Bripda Ignatius.
Namun pihak keluarga Bripda Ignatius merasa ada kejanggalan dengan kronologi yang dijelaskan pihak kepolisian. Sejumlah hal mengejutkan pun terkuak usai ayah Bripda Ignatius, Y Pandi memberikan pernyataan.
Dirangkum Blok-a.com, Jumat (28/7/2023), berikut deretan pengakuan ayah Bripda Ignatius, Y Pandi terkait kematian anaknya yang dianggap tak wajar.
1. Dikabari Anaknya Sakit Keras
Orangtua Bripda Ignatius, Y Pandi mengatakan, awal mula dia tahu kejadian tersebut ketika mendapat telepon dari Mabes Polri, pada Minggu (23/7/2023) pukul 11.30 WIB, yang mengatakan korban sakit keras.
Kabar tersebut awalnya tak digubris Y Pandi karena ia menganggap telepon itu merupakan modus penipuan. Namun tak berselang lama, Polres Melawai menghubungi Y Pandi dan menyampaikan hal yang sama dari Mabes Polri.
“Dia menanyakan hal yang sama, bilang ‘kami dapat pesan dan berita dari Mabes supaya bapak turun ke Jakarta, anak bapak sakit keras kondisinya sekarang’. Ada di rumah sakit Polri Kramat Jati Jakarta, berada di ruang ICU,” ujar Y Pandi dikutip dari Tribunnews.com.
Y Pandi pun akhirnya berangkat menuju Jakarta dengan perasaan tak tenang, lantaran tak diberi penjelasan terkait penyakit yang diidap anaknya.
2. Merasa Ada Kejanggalan
Sesampainya di Jakarta, Y Pandi baru diinformasikan oleh pihak kepolisian bahwa anaknya telah meninggal akibat luka tembak.
“Setelah tiba baru saya mendapat penjelasan, bahwa anak saya meninggal tertembak, namun bahasa mereka, kejadian ini bukan ditembak, namun tertembak tidak sengaja, karena saat mencabut pistol dari sarungnya, tiba-tiba meledak dan mengenai anak saya. Itu penjelasan dari mereka,” ungkap Pandi.
Usai mendapat penjelasan dari pihak kepolisian, pihak keluarga merasa ada kejanggalan dan menduga adanya unsur kesengajaan sehingga peluru dapat mengenai Bripda Ignatius.
“Menurut kami sulit untuk diterima secara akal sehat manusia. Sebagaimana mungkin ada senjata api yang tiba-tiba meletus dan tepat sekali mengenai leher anak kami. Kami ingin ada kejujuran dan sikap profesional dari pihak Mabes Polri,” kata Pandi.
3. Sempat Video Call
Sebelum meninggal, Y Pandi mengungkapkan bahwa Bripda Ignatius sempat melakukan panggilan video atau video call kepada keluarga dan kekasihnya.
Bahkan, panggilan tersebut dilakukan hingga Minggu (23/7/2023) dini hari sekitar pukul 01.00 WIB atau sekitar 45 menit sebelum peristiwa tertembaknya Bripda Ignatius terjadi.
“Kami ada komunikasi jam 8 (malam). Kami masih video call. Sampai kepada kakaknya juga, pacarnya juga. Kami sampai jam 1. Ceweknya di Pontianak,” ungkap Pandi
4. Bripda Ignatius Sempat Didatangi 3 Senior Mabuk
Sebelum meninggal, Y Pandi mengatakan terdapat tiga senior Densus 88 yang sempat mendatangi Bripda Ignatius. Tiga senior tersebut datang dalam keadaan mabuk dan menawarkan putranya untuk ikut dalam bisnis senjata api (senpi).
Namun, Bripda Ignatius, kata Pandi, menolak ajakan seniornya tersebut. Bermula dari tawaran yang ditolak tersebut, diduga terjadilah cekcok yang mengakibatkan Bripda Ignatius tertembak.
“Tapi yang jelas pada saat itu memang ada bisnis senpi dengan seniornya ini. Tapi mungkin anak saya ditawari, mungkin anak saya menolak karena sudah tahu barang itu ilegal, sehingga apa yang terjadi di situ mungkin jadi cekcok, akibatnya anak saya jadi korban,” pungkas Pandi.
(hen)