Blok-a.com – Seorang anak yang mengalami tindakan kekerasan akan mengalami dampak yang cukup serius terhadap kesehatan fisik maupun mental.
Seperti yang baru saja ramai diperbincangkan, seorang oknum pejabat eksekutif di perusahaan Ovo terekam melakukan pemukulan terhadap anaknya sendiri.
Dalam video yang beredar, pria tersebut memukuli anaknya berkali-kali dan bahkan kekerasan ini sudah terjadi sejak 2021 silam dan masih berlangsung hingga sekarang.
Secara umum, kekerasan bukanlah hanya soal fisik, melainkan bisa juga berupa kekerasan verbal, kekerasan psikologis, kekerasan seksual, hingga eksploitasi dan penjualan anak.
Anak yang mendapat kekerasan tidak hanya membuatnya mendapatkan luka emosional, namun juga akan mendapatkan kesehatan mental, trauma, turunnya performa otak dan lain sebagainya.
Dilansir dari Alodokter, berikut deretan bahaya yang mengintai jika anak mengalami tindakan kekerasan.
- Sulit mengendalikan emosi
Anak yang menjadi korban kekerasan akan kesulitan mengelola emosinya dengan baik. Oleh sebab itu, emosi yang dirasakan sering kali muncul secara berlebihan, misalnya anak menjadi lebih mudah merasa marah, sedih, atau sering merasa ketakutan.
Ketidakmampuan anak untuk mengendalikan emosi ini bisa saja menetap hingga ia dewasa dan mempengaruhi perilaku serta aktivitas hariannya, seperti menjadi sulit memaafkan kesalahan orang lain dan tidak mampu bekerja secara efektif.
2. Mengalami penurunan fungsi otak
Anak yang menjadi korban kekerasan juga dapat mengalami penurunan fungsi otak. Hal ini menyebabkan ia sulit memusatkan perhatian dan mempelajari hal-hal baru. Dalam jangka panjang, kondisi ini dapat menyebabkan prestasi akademik anak tersebut menurun.
Tak hanya itu, beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa pengalaman traumatis, termasuk kekerasan pada anak, dapat meningkatkan risiko terjadinya demensia saat lanjut usia.
3. Sulit membangun hubungan dengan orang lain
Pengalaman seorang anak sebagai korban kekerasan dapat membuat ia tumbuh menjadi orang yang mudah merasa curiga dan sulit percaya pada orang lain. Akibatnya, ia sulit mempertahankan hubungan dengan orang di sekitarnya dan rentan mengalami kesepian.
Beberapa penelitian bahkan menunjukkan bahwa korban kekerasan anak memiliki risiko lebih besar untuk mengalami kegagalan dalam membina hubungan asmara dan pernikahan saat sudah dewasa.
4. Berisiko lebih tinggi untuk mengalami masalah kesehatan
Trauma akibat tindak kekerasan pada anak dapat meningkatkan risiko terjadinya berbagai macam masalah kesehatan, baik kesehatan fisik maupun kesehatan mental, seperti asma, diabetes, penyakit jantung koroner, stroke, serangan panik, dan depresi.
Korban kekerasan pada anak juga memiliki kecenderungan yang lebih tinggi untuk mengonsumsi alkohol secara berlebihan dan menggunakan narkoba sebagai coping mechanism atau cara mengatasi trauma yang ia rasakan.
Bahkan, keinginan untuk bunuh diri juga dapat muncul bila trauma karena tindak kekerasan pada anak tidak kunjung teratasi. Selain itu, pria yang pernah mengalami kekerasan dalam rumah tangga di masa kecilnya juga lebih berisiko mengalami depresi setelah menjadi ayah nantinya.
5. Menjadi pelaku kekerasan pada anak
Orang tua yang pernah menjadi korban kekerasan selama masa kecilnya dapat melakukan hal yang sama pada anaknya. Siklus ini dapat terus berlanjut bila korban kekerasan anak tidak mendapatkan penanganan yang tepat untuk mengatasi trauma yang dialami.
6. Tidak Mudah Percaya Dengan Orang Lain
Anak-anak yang menjadi korban dari tindakan kekerasan juga akan mendapatkan pengalaman buruk sehingga sangat sulit memberi kepercayaan pada orang lain. Mereka selalu merasa tidak aman dimanapun dan takut apabila terdapat seseorang yang ingin membantu.
Rasa sulit percaya pada orang lain ini kerap akan selalu ada hingga sang anak bertambah dewasa. Hal ini tentu akan membuatnya kesulitan ketika ia beranjak di usia dewasa, dan memilih untuk mengerjakan semuanya dengan sendiri.
(hen)