Surabaya, blok-a.com – Program Hibah Gubernur (PHG) di Provinsi Jawa Timur 2019-2022 sebesar Rp10 triliun.
Realisasi dana hibah itu, lebih mudah dan rawan dicoleng dibanding pelaksanaan proyek lelang di LPSE.
Penerima hibah hanya berdasarkan pengajuan proposal dari kelompok masyarakat (Pokmas) dan atau lembaga, yang memenuhi syarat berbadan hukum. Tidak seperti dokumen lelang proyek.
Pokmas dan atau lembaga kemudian diverifikasi, namun mayoritas mereka mengklaim mantan tim sukses atau pendukung saat kampanye Pilkada.
Dari situ memantik sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) berunjuk rasa di kantor Gubernur Jatim, di Jalan Pahlawan, Surabaya, Selasa (21/02/2023).
Aksi unjuk rasa ini menyoal program Hibah Gubernur (HG), yang diindikasi terdapat penyelewengan dalam realiaasinya.
Aneka spanduk dan poster bernada protes, sindiran dan hujatan peserta aksi dengan jelas menyebut Gubernur Jatim sebagai aktor Dana Hibah.
Musfiqul Khair, korlap aksi, menyebut bahwa anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Pemerintah Provinsi Jawa Timur di era kepemimpinan Gubernur Khofifah Indar Parawansa dan Emil Elestianto Dardak sejak 2019-2023 setiap tahun selalu bermasalah.
Baik di belanja langsung maupun belanja tidak langsung. Sehingga banyak indikasi temuan berbau tindak pidana korupsi di lapangan terkait realisasi APBD tersebut.
“Selalu terjadi indikasi korupsi di Dana Hibah (Belanja Hibah) yang dikelola oleh eksekutif dan legislatif. Dan ini sudah menjadi atensi Komisi Pemberantas Korupsi,” tukasnya.
Dana Hibah Provinsi Jatim dari tahun ke tahun, selalu ada angka kerugian uang negara yang mencapai triliunan rupiah merujuk LHP BPK RI.
Dari kasus Sahat Tua Simanjuntak saja, modus faktanya pekerjaan yang bentuknya Dana Hibah ini dijua-belikan kepada masyarakat lewat (Korlap Pokmas) mencapai fee 40% dari anggaran yang dikelola.
“Jadi yaa gimana pekerjaan di lapangan tidak amburadul bahkan ada yang fiktif. Lah wong fee-nya saja mencapai 40% ,” bebernya.
Dana Hibah setiap tahun yang disajikan oleh APBD Provinsi Jawa Timur Sejak 2019 sampai 2023 kurang lebih mencapai Rp10 triliun .
Rincian Hibah sejak kepemimpinan Khofifah-Emil, yakni:
Pasa 2019 sebesar Rp8.897.604.957.124,00 pasca P-APBD, di 2020 sebesar Rp10.080.713.190.142,00 pasca P-APBD, di 2021 sebesar Rp9.259.050.002.270,00 pasca P-APBD, pada 2022 sebesar Rp9.402.180.000.000,00 pasca P-APBD dan pada 2023 sebesar Rp3.704.144.127.678,00 di dalam rancangan KUA-PPAS 2023.
Dari dana hibah yang begitu besar anggarannya hanya dikelola oleh eksekutif dan legislatif daerah berdasarkan aspirasi yang dihimpun oleh Gubernur.
Bentuk programnya adalah Hibah Gubernur (HG) dan Pokok-pokok Pemikiran Anggota DPRD (Pokir) aspirasi masyarakat yang dititipkan.
Dari anggaran itu 80- 90% dikelola oleh esksekutif daerah dan 10% sampai 20% dikelola oleh legislatif daerah yang setiap tahun menjadi biang korupsi oleh pejabat di lingkungan Pemprov Jawa Timur.
“Kalau ini dibiarkan maka akan menjadi malapetaka kepada masyarakat dan rakyat Provinsi Jawa Timur,” tegasnya.
Dalam aksinya, empat LSM yakni Jaka Jatim, Gas Jatim, Gam Jatim dan Gerasi Jatim, menuntut kepada Gubernur Jatim, agar ;
Gubernur Jatim, bertanggung jawab dengan adanya jual beli hibah di kalangan masyarakat yang mencapai 40% dari anggaran hibah.
Dia juga tidak tebang pilih kepada Kelompok, Lembaga, Yayasan, Pondok Pesantren, Masjid untuk memberikan dana hibah supaya tepat sasaran dan dinilai objektif.
Gubernur Jatim harus membersihkan oknum yang jual kedekatan untuk menarik fee dana hibah kepada lembaga, yayasan, sekolah, kelompok dll untuk kepentingan politik dan pribadi.
Adanya KPK yang mengeledah Kantor Gubernur (Eksekutif) pasca OTT salah satu pimpinan DPRD Jawa Timur harus diklarifikasi.
Jika Gubernur Jawa Timur tidak pernah cawe-cawe dengan hibah maka segera angkat bicara dan jumpa pers di depan rakyat Provinsi Jawa Timur.
Selain menuntut Gubernur Jatim, ke-4 Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Jawa Timur juga menuntut kepada KPK, yakni,
Meminta KPK segera memeriksa Gubernur Jawa Timur terkait realisasi hibah sejak 2019, 2020, 2021, dan 2022
Meminta KPK segera ambil tindakan terkait 80% sampai 90% dana hibah yang dikelola oleh Gubernur (Eksekutif) sejak 2019-2022.
Kemudian meminta Gubernur Jawa Timur selaku pemangku kebijakan dan orang nomor satu di lingkugan Provinsi Jawa Timur diindikasi mustahil tidak cawe-cawe dengan dana hibah.
KPK jangan tebang pilih dalam melakukan penegakan hukum karena dana hibah Provinsi Jawa Timur dicairkan melalui SK Gubernur sebelum masuk kepada rekening Pokmas.
Terakhir meminta KPK segera selidiki aliran Dana Hibah Gubernur (HG) yang ditengarai dijual-belikan dan tebang pilih kepada Lembaga, Yayasan, Kelompok, yang bukan pendukung dan orangnya.(kim/lio)