Gresik, blok-a.com – Persidangan kasus pemalsuan Sertifikat Hak Milik (SHM) dengan terdakwa PPAT Resa Andrianto dan asisten juru ukur kantor ATR/BPN Gresik Adhienata Putra Deva mulai menyingkap celah rawan dalam sistem pertanahan di Kabupaten Gresik.
Sidang yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Gresik, Kamis (9/10/2025), memasuki babak pembacaan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Dua terdakwa ini dihadirkan dalam dua nomor perkara terpisah, masing-masing 242/Pid.B/2025/PN Gsk dan 241/Pid.B/2025/PN Gsk. Tuntutan dibacakan langsung oleh JPU Imamal Muttaqin dan Paras Setio.
PPAT Resa dituntut hukuman 4 tahun penjara, sedangkan asisten juru ukur BPN Gresik Deva dituntut 3 tahun kurungan, dikurangi masa penahanan.
Jaksa mendasarkan tuntutan pada Pasal 263 Ayat (2) juncto Pasal 55 dan 56 KUHP. Dalam pembacaan tuntutan, JPU menyebut telah mempertimbangkan alat bukti, keterangan saksi, serta fakta-fakta persidangan.
Jaksa menilai kedua terdakwa secara sah dan meyakinkan melanggar ketentuan pidana sebagaimana dakwaan.
Terhadap terdakwa Resa, JPU menyoroti kelalaian dan pembiaran yang memberi ruang terjadinya pemalsuan SHM.
Resa sebagai PPAT dinilai memberikan celah bagi mantan kasi ukur BPN Gresik atau tersangka Budi Riyanto (DPO) yang tak lain ayah kandungnya untuk mengurus SHM milik saksi Tjong Cien Sing dengan cara yang tidak sesuai prosedur.
“Di mana terdakwa jarang masuk kantor, dan SOP di kantornya yang dinilai lemah. Hal tersebut membuat Budi Riyanto selaku ayah terdakwa mempunyai akses leluasa. Bahkan akses stempel,” ujar JPU dalam sidang.
Celakanya, dari rangkaian proses pengukuran, luas tanah Tjong Cien Sing di Desa Manyarejo, Kecamatan Manyar, Gresik, justru menyusut drastis.
“Setelah melalui serangkaian proses pengukuran, luas tanah justru berkurang dari 32.751 meterpersegi menjadi 30.459 meterpersegi,” kata JPU.
Sementara, terdakwa Adhienata Putra Deva, yang dituntut 3 tahun hukuman penjara, juga dinilai ikut berperan dalam proses pemalsuan. Deva disebut memberikan berkas kepada tersangka Budi Riyanto padahal tindakan itu bukan kewenangannya. Dari situ, praktik pemalsuan pun terjadi.
Sidang yang dipimpin Hakim Ketua Sarudi itu memberi ruang kepada kedua terdakwa untuk mengajukan pembelaan.
“Kami ingatkan betul kepada terdakwa, bahwa kesempatan mengajukan pledoi hanya satu kali. Jadi, jika Senin (13/10/2025) besok tidak ada, maka dianggap tidak mengajukan,” tegas Sarudi.
Baik Resa maupun Deva, usai berkoordinasi dengan penasihat hukum, kompak akan menyampaikan pledoi secara tertulis pada Senin pekan depan. Sidang ditunda hingga 13 Oktober mendatang dengan agenda pembacaan pledoi.(ivn/lio)
Balas
Lihat komentar