Gresik, blok-a.com – Kehadiran Jaksa Pengacara Negara dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur dan Kejaksaan Negeri (Kejari) Gresik yang menjadi kuasa hukum Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina Patra Niaga pihak tergugat dalam sidang yang digelar Kamis (31/10/2024) di Pengadilan Negeri (PN) Gresik, diprotes Pihak Penggugat.
Roni Wahyono kuasa hukum H Zainal Abidin pemilik SPBU 54 611 02 yang terletak di Jalan Raya Deandles, Golokan, Sidayu, Gresik, selaku penggugat melakukan keberatan kepada Majelis Hakim pada sidang perdata perkara perbuatan melawan hukum (PMH) yang melakukan pemblokiran suplai BBM sepihak.
Roni Wahyono mempertanyakan legal standing terhadap kehadiran Jaksa Pengacara Negara yang menjadi Kuasa Hukum Pertamina Patra Niga kepada Majelis Hakim pada sidang di PN Gresik itu.
Menurutnya, Sejak tanggal 1 September 2021 PT Pertamina Patra Niaga berstatus Badan Usaha Mandiri, karena telah terjadi pemisahan kegiatan Usaha Commercial & Trading Perusahaan Perseroan dari PT Pertamina (Persero) ke dalam PT Pertamina Patra Niaga.
Hal itu tertuang dalam Akta Pemisahan Kegiatan Usaha Commercial & Trading Perusahaan Perseroan (Persero) PT. Pertamina ke dalam PT. Pertamina Patra Niaga, Nomor: 3, yang dibuat oleh dan dihadapan Jose Dina Satria, S.H., M.Kn., Notaris di Kota Administrasi Jakarta Selatan.
“Seperti pada tanggal 26 September 2024 dalam sidang dengan agenda Jawaban melalui e court. Ternyata PT Pertamina Patra Niaga justru menggandeng Jaksa Pengacara Negara dari Kejaksaan tinggi Jawa Timur dan Kejaksaan Negeri Gresik, ini kan aneh,” kata Roni Wahyono kepada blok-a.com, Kamis (31/1/2024) usai sidang.
Roni menyampaikan, Jaksa Pengacara Negara ini diberi Surat Kuasa dari Direktur Utama PT. Pertamina Patra Niaga, Nomor: SK-036/PNA000000/ 2024-S0, tanggal 29 Agustus 2024 dan Surat Kuasa Substitusi dari Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, Nomor: 25/M.2/ Gp.2/09/2024, tanggal 13 September 2024 yang diajukan ke majelis hakim.
”Tentunya kami keberatan dengan hadirnya Jaksa sebagai Pengacara Negara, mengingat perkara a quo bukanlah perrmasalahan korupsi atau penyelamatan asset negara, namun murni sengketa konsumen. Sehingga kehadiran Jaksa pengacara negara tidak sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 01 tahun 2019,” tegasnya.
Roni menjelaskan, putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 01/2019, bersifat final dan binding, Pasal 18 ayat (2) jo. Pasal 30 ayat (2) Undang-Undang Nomor: 11 Tahun 2021 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor: 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia.
Tertuang juga dalam huruf D angka 3 Peraturan Kejaksaan Agung Republik Indonesia Nomor: 07 Tahun 2021, Kepentingan hukum perdata dari Negara atau Pemerintah adalah kepentingan yang berkaitan dengan penyelamatan, pemulihan dan perlindungan keuangan atau kekayaan negara sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.
“Hadirnya Jaksa pengacara Negara dalam perkara a quo menimbulkan preseden buruk dan mengganggu marwah dan wibawa institusi Kejaksaan dalam konteks sebagai Jaksa Pengacara Negara,” tandasnya.
Menurut Roni Wahyono, Hal ini seolah-olah jaksa sebagai Pengacara Negara dapat melindungi kealpaan Direktur Utama PT. Pertamina Patra Niaga Cq. Executive General Manager Regional Jatimbalus PT. Pertamina Patra Niaga serta menjadi alat badan usaha mandiri.
“Dari awal sudah janggal, Dirut PT Pertamina Patra Niaga tidak ada kepentingan dalam perkara hak waris dan keabsahan kepemilikan dan kepengelolaan SPBU itu, dia hanya sebagai turut tergugat, pada putusan tingkat pertama justru melakukan banding, tapi kalah lagi,” tuturnya.
“Kemudian sebelumnya, ada Notulensi Nomor: NR.04/PND831000 /2023-S3, tanggal 05 September 2023 yang di inisiasi Patra Niaga, tapi juga diingkarinya sendiri dengan melakukan pemblokiran Suplai BBM ke SPBU Klien saya,” pungkasnya.
Untuk diketahui, berawal dari adanya sengketa antara H. Zainal Abidin dengan kakak tertuanya yaitu H.M Wahyudin Husein terkait kepemilikan dan pengelolaan SPBU 54 611 02 atas nama CV RIBH FARARAY yang terletak di Jalan Raya Deandles, Golokan, Sidayu, Gresik.
Pihak H. Zainal Abidin, H. M Wahyudin Husein dan Dirut PT Pertamina Patra Niaga melalui General Manager Regional Jatimbalus membuat kesepakatan penyelesaian atas SPBU tersebut.
Tertuang dalam notulensi bahwa para pihak Ahli waris akan menguji kepemilikan dan kepengelolaan SPBU tersebut di lembaga peradilan.
Dalam notulensi itu juga disepakati, sebelum ada putusan, Pertamina Patra Niaga tidak akan merubah keadaan apapun yang ada di SPBU saat ini.
Pada putusan tingkat pertama, Pengadilan mengabulkan gugatan H. Zainal Abidin selaku Penggugat, dan menetapkan H. Zainal Abidin sebagai pemilik sah SPBU 54 611 02.
Pada putusan tersebut juga memberikan Izin atau Kuasa kepada H. Zainal Abidin selaku sekutu komanditer CV. RIBH FARARAY untuk menggantikan kedudukan H.M Wahyudin Husein sebagai Direktur CV tersebut.
Putusan tingkat pertama tersebut juga memberikan izin kepada H.Zainal Abidin untuk melakukan addendum atau perubahan perjanjian kerjasama pengusahaan SPBU antara Pihaknya dengan PT Pertamina Patra Niaga.
Namun, atas putusan tersebut, justru turut tergugat yaitu Dirut Pertamina Patra Niaga melakukan upaya banding. Dalam putusan banding hasilnya menguatkan putusan pengadilan tingkat pertama.
Pada saat Pemeriksaan Perkara Perdata Nomor: 07/Pdt.G/2024/PN.GSK terkait wanprestasi baliknama Perusahaan SPBU tersebut tanggal 20 Januari 2024 sedang berjalan, ternyata PT Pertamina Patra Niaga, yang diwakili oleh Sales Area Manager (SAM) PT. Pertamina Patra Niaga melakukan pemblokiran dan/atau menghentikan supply BBM di SPBU tersebut hingga saat ini.
Atas hal ini akhirnya H. Zainal Abidin selaku pemilik sah SPBU tersebut melalui Kuasa Hukumnya melakukan Gugatan ke Pengadilan Negeri Gresik.
Pihak Pertamina Patra Niaga usai sidang pada Kamis (31/10/2024) di PN Gresik, saat hendak dikonfirmasi blok-a.com perihal hadirnya jaksa pengacara negara dalam persidangan ini, enggan memberikan jawaban.(ivn/bob)