Kota Malang, blok-a.com — Seorang kolektor manuskrip dan artefak lainnya mengaku geram saat menemui orang yang menyalahgunakan benda-benda bersejarah.
Lulut Edi Santoso, pemilik Perpustakaan Sejarah dan Budaya Puspa Lulut, mengaku sering menemui orang yang salah dalam mengartikan manuskrip dan beberapa benda bersejarah.
Saat didatangi wartawan blok-a.com, Lulut menceritakan beberapa barang yang ia miliki dan saat itu dipamerkan di standnya dalam acara Adiksimba Fiesta Creative Book Fair di Pra Grand Launching MCC, Jumat (3/3/2023).
Baca Juga: Kisah Lulut Edi Santoso Kolektor Manuskrip Kuno Asal Malang
“Ini namanya kalender, nah kalender ini sendiri terbuat dari logam,” jelas Lulut sembari menunjukan kalender kunonya.
Kalender tersebut berwarna hitam dan memiliki pahatan berupa tulisan aksara kuno yang menunjukan hari dan tanggal.
Di bawah rak tersebut terlihat ada beberapa benda tajam. Saat ditanyai, Lulut menjelaskan bahwa benda-benda tersebut kemungkinan digunakan untuk memahat dan menulis.
“Kalau alat-alat tajam itu dipakai untuk menulis daun lontar, ada juga yang digunakan untuk memahat prasasti,” jelas Lulut pada blok-a.com, Jumat (3/3/2023).
Namun, Lulut menambahkan bahwa banyak orang yang tidak memahami benda-benda tersebut yang akhirnya mereka menyalahgunakan dan merubah fungsi serta cerita dari benda tersebut.
“Banyak orang yang nggak tahu apa benda itu sebenarnya, lalu mereka akhirnya menjadikan benda itu jadi benda keramat seperti jimat, padahal bukan,” ujarnya.
Tak jarang juga yang membakar manuskrip bertulisan arab. Mereka mengira benda-benda seperti itu adalah barang sakral.
“Ada juga yang membakar manuskrip padahal mereka tidak tahu isinya apa tapi asal dibakar saja,” tutur Lulut.
Lulut mengatakan bahwa orang-orang tersebut kemungkinan tidak memiliki pengetahuan terkait sejarah dan budaya.
“Kenapa muncul mengklaim jimat itu? Karena tidak memiliki pengetahuan terkait sejarah, buku juga sering disakralkan,” jelasnya.
Ia berharap dengan adanya Perpustakaan Sejarah dan Budaya Puspa Lulut ini bisa memberikan edukasi kepada masyarakat terkait benda-benda kuno bersejarah.
“Semoga bisa memberi pengetahuan kepada masyarakat supaya hal hal seperti itu tidak perlu disakralkan,” pungkas Lulut. (len/lio)