Kota Malang, Blok-a.com – Tradisi nginang merupakan kegiatan mengunyah kinang. Komposisinya terdiri dari pinang, sirih, gambir, tembakau, kapur, dan cengkih.
Nginang merupakan sebuah tradisi masyarakat Jawa generasi lama. Dulunya biasa dilakukan oleh orang yang suka memakan kudapan.
Masyarakat Jawa masih sangat percaya terhadap dampak positif dari tradisi nginang. Hal ini terbukti dengan masih banyaknya nenek-nenek yang melakukan tradisi tersebut. Mereka yakin bahwa dengan mengunyah sirih pinang, maka gigi akan sehat dan kuat.
Tradisi makan sirih pinang dilakukan dengan menyuguhkan sirih dan pinang kemudian dikunyah atau dimakan bersama. Baik oleh yang menyuguhkan maupun orang yang disuguhi. Suguhan tersebut tidak memandang asal- usul, suku, ras dan agama.
Sejumlah jurnal menyebutkan bahwa tradisi ini menyimbolkan pemersatu anggota suku. Juga praktik komunikasi yang memiliki nilai, sekaligus makna dalam keluarga dan persahabatan.
Di sisi lain, menginang atau makan pinang sirih ternyata bagus sebagai alternatif perawatan gigi. Menginang dapat menyembuhkan luka di mulut, menghentikan pendarahan gusi, dan bagus dijadikan obat kumur.
Namun, lambat laun tradisi ini mulai jarang dijumpai di masyarakat. Apalagi di wilayah perkotaan, terlebih pada masa modern seperti saat ini.
Tradisi nginang ini bukan hanya dilakukan oleh masyarakat Jawa. Masyarakat Indonesia Timur, khususnya Papua juga memiliki tradisi serupa. Bahkan kerap dilakukan oleh pemuda Papua di perantauan, tak terkecuali yang menempuh pendidikan di Kota Malang.
Peluang Bisnis Pinang Sirih
Tak disangka, tradisi nginang ternyata menjadi peluang bisnis tersendiri. Oim Lanni, pemuda asal Wamena, dengan cerdik memanfaatkannya untuk mengais pundi-pundi rezeki.
Di balik kesibukannya sebagai mahasiswa Universitas Tribhuana Tunggadewi (UNITRI), Oim merintis usaha sekaligus memperkenalkan budaya makan pinang sirih. Tradisi yang jarang dilakukan oleh mahasiswa Papua di Kota Malang.
Wartawan blok-a.com menemui Oim Lanni, pada Jumat (30/06/2023) di lapak tempat ia berjualan sirih pinang. Tepatnya di sebelah barat pintu gerbang Universitas Tribhuana Tunggadewi, Kelurahan Tlogomas, Kota Malang.
Dirinya mengaku, awal memulai usaha dalam rangka penggalangan dana organisasi mahasiswa daerahnya.
“Usaha ini dimulai pada bulan Maret tahun 2022 lalu. Awalnya usaha ini hanya penggalangan dana untuk organisasi mahasiswa saja. Tapi, ternyata hal ini diminati oleh teman-teman mahasiswa Papua dan dari NTT. Sehingga saya lanjut terus berjualan sirih pinang setelah kegiatan terlaksana,” kata Oim pada blok-a.com , Jumat (30/6).
Oim Lanni menjual sirih pinangnya dengan harga cukup variatif. Mulai dari Rp5.000,- hingga Rp20.000,- untuk pinang, sirih, ditambah dengan kapur.
Terkait omzet, ia mengaku pendapatannya bisa mencapai ratusan ribu rupiah per hari.
“Untuk omset jualan sirih pinang ini, kalau rame pembelinya, bisa mencapai Rp500 ribu per hari. Tapi kalau sepi pembeli, ya hanya sekitar Rp200 ribu saja,” terangnya.
Sementara jika ditanya tentang waktu operasional berjualan, Oim menyesuaikannya dengan waktu perkuliahan.
“Perioritas saya tetap kuliah. Jadi, saya buka saat tidak ada jadwal perkuliahan. Misalnya kalau lagi tidak ada aktivitas kuliah, maka saya buka dari pagi sampai sore. Begitu juga sebaliknya, kalau ada jadwal kuliah berarti saya baru bisa buka setelah mengikuti perkuliahan,” jelas pria berambut gimbal ini.
Usaha jualan sirih pinang milik Oim dirintis dengan modal Rp500 ribu saja. Untuk produk dagangannya, ia datangkan langsung dari Wamena.
“Kalau sirih sama kapur, saya datangkan langsung dari Wamena. Kalau untuk pinang, saya beli dari ibu-ibu di Pasar,” beber entrepreneur muda Papua ini.
Oim juga mengimbau kepada mahasiswa khususnya dari Indonesia Timur agar dapat terus menyalurkan Ide kreatifny,a termasuk dalam lini usaha.
“Kita di sini harusnya tida hanya sebatas kuliah saja. Tapi kita juga harus berpikir untuk tetap bertahan di akhir bulan saat dompet mulai menipis. Selain itu, tentu sebagai pemuda yang datang dari luar Pulau Jawa, alangkah menariknya jika kita bisa berbagi wawan budaya sekaligus memperkenalkan kekayaan tradisi lokal kita kepada masyarakat di Jawa,” singkat Oim. (mg1)