Kabupaten Malang, blok-a.com – Sebagai pemilik Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) yang bergantung pada sinar matahari, musim kemarau membawa berkah tersendiri bagi pengusaha kerupuk rambak di Desa Talangagung, Kecamatan Kepanjen.
Pelaku usaha Nafa Kerupuk Rambak, Aseptianto Hadi, warga Desa Talangagung, Kecamatan Kepanjen, mengaku bisa ‘panen’ banyak saat musim kemarau seperti saat ini.
Bagaimana tidak, 50 persen dari pembuatan kerupuk berbahan dasar kulit sapi itu membutuhkan bantuan sinar matahari. Mulai dari proses pengeringan kulit sapi hingga menjadi kerupuk setengah jadi.
“Cuaca panas gini alhamdulillah sangat membantu produksi. Biasaya musim kemarau kita nyetok, soalnya kalau panas cuma butuh dua sampai tiga hari jemur. Kalau musim penghujan kita butuh lebih lama, dan harus dibantu dengan oven,” ucap Asep sapaan akrabnya saat ditemui Blok-a.com di rumah produksinya, Sabtu (29/7/2023).
Apalagi, bagi UMKM yang masih di tahap merintis usaha sepertinya, menggunakan oven dirasa perlu mengeluarkan biaya yang tak sedikit.
Selain membengkak di biaya produksi, kata Asep, panas oven juga dinilai tak semaksimal seperti panas yang dihasilkan dari terik matahari.
“Kalau oven kita harus menambah biaya tambahan, menambah pekerjaan, juga gak maksimal hasil krupuknya,” jelasnya.
Jika musim kemarau, ia mengaku dapat memproduksi sebanyak 1 kuintal krecek rambak setiap harinya.
“Prosuksi krecek sekitar satu kuintal perharinya, itu kalau panas. Kalau musim panas gini setiap hari bisa proses, kalau hujan ya bertahap,” jelasnya.
Pria yang sudah bergelut di dunia kerupuk kulit sapi sejak 2018 lalu itu berhasil menjajakan produknya hingga luar kota.
Kendati demikian, usahanya tak selalu berjalan dengan mulus. Rintangan demi rintangan terus ia lalui, berbekal kesabaran dan keuletan serta belajar dari kesalahan, akhirnya usahanya dapat berjalan sejauh ini.
“Usaha itu tidak bisa diprediksi, yang penting yakin. Saya dulu hanya karyawan di pabrik kerupuk rambak selama lima tahunan. Alhamdulillah, satu tahun terakhir bisa membangun usaha sendiri dari hasil belajar waktu jadi karyawan,” jelasnya.
Buka Lapangan Kerja Baru
Dikatakan Asep, pemasanan paling banyak dari wilayah Jawa Tengah (Jateng) dan Jawa Barat (Jabar). Bahkan, ia dapat mengirim krecek kerupuk rambak sebesar buluhan kwintal perminggunya.
“Kalau di Jateng kebanyakan di Jogja, Solo, Sleman. Biasanya dibuat sayur, gudek gitu. Kalau di Jakarta kebanyakan untuk usaha krupuk rambak,” jelasnya.
Saat ini, karena banyaknya permintaan, Asep pun bisa memperkerjakan tetangga sekitarnya. Ada sebanyak enam karyawan yang direkrutnya untuk membantu proses produksi hingga pengiriman.
“Saya memberdayakan anak-anak muda, saudara, dan tetangga. Alhamdulillah bisa membuka lapangan pekerjaan dan bermanfaat untuk orang banyak,” katanya.
Tak hanya menjual dalam bentuk krecek kerupuk dan krecek untuk sayur gudek, Asep juga menjajakan kerupuk rambak gorengan.
Setiap harinya, ia biasa mengirim kerupuk rambak siap makan ke warung makan dan toko klontong langganannya sekitar rumah.
“Kalau yang goreng biasanya kirim di warung makan, toko klontong dan warung kopi (warkop) sekitar Malang Kepanjen sini saja,” sebutnya.
Omzet yang diraih pun tak main main. Mencapai puluhan juta dalam satu bulan.
Namun, Asep menyebut, angka tersebut tidak serta merta selalu naik. Ada sesekali angka omset itu turun dari target yang ditetapkan.
“Namanya usaha ada naik turunnya, alhamdulillah cukup untuk kehidupan sehari-hari dan menggaji karyawan. Sisanya kita buat kulakan kulit dan tambungan,” pungkasnya. (ptu/lio)