Sejarah Gempa Cianjur: Pertama Terjadi di 1844, Korban Jiwa Terbanyak Tahun Ini

gempa cianjur
Bangunan yang ambruk akibat gempa bumi di Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat, Senin 21 November 2022. (AFP)

blok-A.com – Gempa bumi berkekuatan M 5,6 mengguncang wilayah Cianjur dan Sukabumi, Jawa Barat, Senin (21/11/2022). Gempa kali ini tercatat merenggut korban jiwa terbanyak sepanjang sejarah.

Laporan analisis Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menunjukkan gempa ini berpusat di koordinat 6,86° LS ; 107,01° BT, atau tepatnya berlokasi di darat wilayah Sukalarang, Sukabumi, Jawa Barat pada kedalaman 11 Km.

Kepala BMKG Dwikorita Karnawati, gempa Cianjur termasuk jenis gempa bumi dangkal jika dilihat dari lokasi pusat gempa dan kedalamannya.

“Gempa Cianjur diduga terjadi akibat aktivitas sesar Cimandiri atau sesar Padalarang. Namun, untuk hasil akhirnya masih harus melakukan kajian lebih mendalam yang didukung oleh data di lapangan,” jelas Dwikorita dalam konferensi pers perkembangan Gempa Cianjur, Senin (21/11/2022).

Sementara itu, Kepala Mitigasi Gempa dan Tsunami BMKG Daryono menyatakan bahwa gempa di Cianjur tersebut bukan pertama kalinya terjadi.

Namun, berdasarkan catatan BMKG tersebut, baru gempa magnitudo 5,6 kemarin lah yang memakan korban hingga ratusan jiwa. Serta meluluh lantakkan ratusan bangunan.

Daryono mengatakan, wilayah Cianjur, Sukabumi, Lembang, Purwakarta, hingga Bandung memang telah sejak lama menjadi daerah rawan gempa bumi. Secara tektonik lima wilayah tersebut masuk kawasan seismik aktif dan kompleks.

“Terkait kompleksitas gempa di daerah ini menunjukkan bahwa kawasan ini adalah daerah jalur gempa aktif dengan keberadaan sesar aktif Cimandiri, Padalarang, Lembang, dan masih banyak sesar-sesar minor lainnya,” papar Daryono.

Daryono menegaskan bahwa kompleksitas tektonik tersebut berpotensi memicu terjadinya gempa kerak dangkal, sehingga menjadikan wilayah itu menjadi daerah rawan gempa yang permanen.

Gempa kerak dangkal ini pun berpotensi menjadi gempa merusak yang meski dengan kekuatan yang tidak harus sebesar M 7, cukup untuk menyebabkan kerusakan yang signifikan.

Daryono mengatakan, menurut dokumentasi BMKG, Cianjur pertama diguncang gempa pada tahun 1844.

Cianjur – Sukabumi juga pernah diguncang gempa hingga M 6,1 pada 4 Juni 2012. Pada saat itu tercatat sebanyak 104 rumah rusak.

Berikut beberapa catatan sejarah gempa Cianjur – Sukabumi seperti yang dilaporkan BMKG:

  1. Gempa tahun 1844, gempa merusak
  2. Gempa tahun 1910, gempa merusak
  3. Gempa 1879 banyak rumah rusak di Sukabumi
  4. Gempa 14 Juni 1900 banyak rumah rusak Palabuhan Ratu dan Sukabumi
  5. Gempa 21 Januari 1912 banyak rumah rusak
  6. Gempa 2 November 1969 (M 5,4) banyak rumah rusak
  7. Gempa 26 November 1973 banyak rumah rusak di Cibadak Sukabumi
  8. Gempa 10 Feb 1982 (M 5,5) banyak rumah rusak luka-luka
  9. Gempa 4 Juni 2012 (M 6,1) 104 rumah rusak di Sukabumi
  10. Gempa 12 Juni 2011 (M 4,9) 136 rumah rusak di Lebak dan Sukabumi
  11. Gempa 12 Juli 2000 (M 5,4 dan M 5,1) sebanyak 1.900 rumah rusak berat di Cidahu, Cibadak, Parakansalak, Gegerbitung, Sukaraja, Cikembar, Kududampit, Cicurug, Nagrak, Parungkuda, Sukabumi, Cisaat, Warungkiara, Kalapanunggal, Nyalindung, Cikadang, dan Kabandungan.
  12. Gempa 8 September 2012 (M 5,1) 560 rumah rusak di Sukabumi
  13. Gempa 11 Maret 2020 (M 5,1) 760 rumah rusak di Sukabumi
  14. Gempa 21 November 2022 (M5,6) 162 meninggal, ratusan luka-luka, lebih dari 2.345 rumah rusak

Lebih lanjut Daryono menjelaskan, jika merangkum kembali catatan sejarah gempa Cianjur terakhir di wilayah ini pada 14 November 2022 lalu, ada tiga gempa bumi yang terjadi secara berurutan. Gempa pertama berkekuatan M 4,1, gempa kedua M 3,3 dan gempa ketiga berkekuatan M 2,6.

Daryono menambahkan terkait daerah rawan gempa di Cianjur, Sukabumi, Lembang dan Purwakarta ini, maka penting untuk terus dilakukan identifikasi jalur gempa sesar aktif.

Selain itu, diperlukan juga kajian risiko gempa bumi secara komperhensif. Untuk bisa melihat dan membaca tingkat kerawanan terkait padatnya permukiman di daerah tersebut. Sehingga dapat menjadi gambaran penting untuk melakukan upaya mitigasi bencana.(lio)

Kirim pesan
Butuh bantuan?
Hai, apa kabar?
Apa yang bisa kami bantu?