Pasuruan, blok-a.com – Kasus dugaan pelanggaran hak pendidikan muncul di Kota Pasuruan setelah ijazah seorang siswa lulusan SMK Muhammadiyah ditahan karena menunggak pembayaran uang sekolah.
Ketua LSM Lembaga Perlindungan Konsumen Barisan Rakyat Jelata (LPK Barata), Irfan Budi Dermawan, mengecam tindakan tersebut. Ia menyebut penahanan ijazah adalah pelanggaran serius yang merugikan siswa serta mencederai dunia pendidikan.
“Kami menemukan kasus ini sangat memprihatinkan. Siswa sudah lulus dan memenuhi kewajiban akademik, tetapi ijazahnya ditahan hanya karena alasan administrasi. Ini jelas melanggar aturan dan merampas masa depan siswa tersebut,” ujar Irfan, Senin (20/1/2025).
Irfan mengatakan bahwa pihaknya sudah mendatangi sekolah pada 16 Januari 2025 untuk meminta kejelasan. Namun, pihak sekolah hanya meminta tim LSM untuk meninggalkan kontak person dengan janji akan segera dihubungi.
“Hingga kini, tidak ada tindak lanjut atau respons dari pihak sekolah. Sikap ini menunjukkan ketidakpedulian terhadap hak siswa,” sesal Irfan.
Menurut Irfan, tindakan sekolah ini melanggar Pasal 9 Ayat 2 Peraturan Sekjen Kemendikbud Nomor 1 Tahun 2022, yang menyatakan bahwa lembaga pendidikan tidak berhak menahan ijazah dengan alasan apapun. Hal ini juga bertentangan dengan Pasal 31 Ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 mengenai hak atas pendidikan.
“Kami mendesak Kementerian Pendidikan, Riset, dan Teknologi untuk turun tangan. Tidak boleh ada siswa yang dirugikan hanya karena alasan administrasi. Jika terbukti melanggar, sekolah ini layak diberikan sanksi tegas, termasuk pencabutan izin operasional,” tegasnya.
Kasus ini juga menuai reaksi keras dari masyarakat. Siti, warga Pasuruan, menyebut tindakan sekolah sebagai bentuk pemerasan.
“Bagaimana bisa ijazah, yang seharusnya menjadi hak siswa, dipakai untuk menekan keluarga? Ini sangat tidak adil. Kalau sekolah seperti ini dibiarkan, siswa dari kalangan kurang mampu pasti akan semakin dirugikan,” ujarnya.
blok-a.com telah menghubungi pihak SMK Muhammadiyah I melalui WhatsApp untuk meminta klarifikasi, namun hingga saat ini belum ada jawaban resmi.
Kepala Sekolah SMK Muhammadiyah I Kota Pasuruan juga tak kunjung memberikan keterangan.
Kasus ini kini menjadi perbincangan hangat di masyarakat. Mereka mendesak pemerintah untuk segera menyelesaikan permasalahan ini agar tidak terjadi diskriminasi pendidikan.(rah/lio)