Gresik, blok-a.com – Sepekan terakhir santer pemberitaan spekulatif seolah paling masuk akal menunjuk pemicu defisit APBD Gresik 2023.
Kondisi itu, memicu Mukhamad Masduki, mantan jurnalis Republika dan Penulis Buku di Gresik, angkat suara.
Bicara soal defisit anggaran suatu daerah, tidak sederhana. Faktornya banyak. Bisa jadi karena target pendapatan asli daerah (PAD) tidak realistis tanpa kajian.
Di sisi lain, OPD berlaku pasif. Tanpa memberi catatan kesulitan dan peluang target yang dipatok oleh DPRD.
Lalu, defisit juga diakibatkan oleh pertumbuhan ekonomi yang stagnan. Apalagi saat ini masih tahap pemulihan pasca pandemi Covid-19.
“Sangat banyak variabel yang bisa memicu tak seimbangnya belanja dan pendapatan daerah. Inilah yang saat ini sedang terjadi di APBD Gresik yang konon defisit Rp700 miliar,” ungkap Masduki, kepada blok-a.com, Minggu (5/8/2023).
Dia mengingatkan bahwa defisit bisa terjadi. Namun, yang terpenting, program pembangunan masih on the track.
“Semisal kafer kesehatan 1.284.863 jiwa melalui program UHC sudah 100%. Bagaimana jika tidak defisit, tetapi kesehatan gratis untuk masyarakat tidak ada. Tentu masyarakat tidak akan memilih itu,” paparnya.
Masduki mengingatkan kembali bahwa pemerintahan itu bekerja bukan cari untung atau menghindari rugi.
Namun, kamusnya itu salah atau benar. Soal program kesehatan gratis itu disebut benar jika tidak menjalankan program itu, maka pemerintah disebut salah. Jika terjadi defisit, bukan berarti salah namun banyak variabel pemicunya.
Bupati Gresik Gus Yani, untuk urusan program yang bersentuhan langsung dengan hajat hidup masyarakat bawah, tegas. Tidak membuka ruang tawar menawar dengan bawahannya.
Program kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur jadi prioritas, tidak bisa ditawar.
“Ketiga program itu butuh anggaran yang cukup besar. Semisal Universal Health Coverage (UHC) sudah dinikmati 100% dari total jumlah penduduk Kabupaten Gresik,” tuturnya.
Program UHC sebagai PBI APBD yang dikelola BPJS Kesehatan memastikan minimal 95% total jumlah penduduk terkafer.
Artinya Pemkab Gresik 100% membiayai penanganan kesehatan warganya secara adil melalui UHC. Bahkan, demi membiayai warga Gresik RS Ibnu Sina, merugi Rp10 miliar.
Meski memiliki kesempatan 3,5 tahun memimpin Gresik, Gus Yani, juga menggeber proyek fisik infrastruktur jalan prioritas 2023 ini.
Data yang ada, sepanjang 2023 ini, melalui Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (DPUTR) Gresik, Rp298 miliar untuk pembangunan jalan.
Di antaranya, ruas jalan Setro- Pengalangan, ruas Randupadangan-Gempolkurung, ruas Leran- Suci, rekonstruksi ruas Randegansari-Bangkingan, peningkatan Jalan Cerme Lor-Punduttrate, rekontruksi Jalan Sidoraharjo-Kesambenkulon dan lainnya. Bahkan 2024 akan fokus menuntaskan infrastruktur.
Menantu KH Agus Ali Masyhuri ini juga melebarkan Jalan Laban-Bringkang, Menganti.
Gus Yani di sini membuka ruang komunikasi dengan berbagai pihak untuk memperlancar program.
“Ruas jalan belasan kilometer diproyeksikan bisa dilewati transportasi massal. Semisal Desa Laban, berbatasan dengan Surabaya. Gus Yani pun komunikasi dengan Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi. Fokusnya, berkolaborasi mengembangkan akses jalan Gresik-Surabaya dari wilayah kecamatan Menganti. Dan ruas jalan sepanjang 13 kilometer Laban-Bringkang yang akan jadi target pelebaran,” paparnya blok-a.com.
Masduki menganggap, Gus Bupati ini juga memiliki keberhasilan yang cukup signifikan terkait penanggulangan banjir di Kali Lamong. Meski tahun lalu masih ada banjir, tetapi tidak sebesar sebelum ia menjabat.
Keberhasilan Gus Yani itu menurut Masduki cukup membuat masyarakat yang hidup di bantaran Sungai Kali Lamong memaklumi.
Selain Kali Lamong membentang di 4 kabupaten, dengan panjang sungai mencapai 103 km, Kali Lamong melintasi 4 wilayah, yakni Kabupaten Lamongan, Mojokerto, Gresik, dan Surabaya.
“Untuk wilayah Gresik sendiri aliran kali Lamong sepanjang 58,1 km melintasi Kecamatan Balongpanggang, Benjeng, Cerme, Kedamean, Menganti, dan Kebomas. Anak Sungai Bengawan Solo itu sebenarnya adalah tanggungjawab BBWS. Tetapi upaya bupati milenial ini bisa menekan kerugian miliaran rupiah akibat banjir sebelum dia menjabat,” bebernya.
Salah satu upayanya adalah normalisasi banjir Kali Lamong secara permanen. Putra pengusaha transportasi ini merealisasikan pembebasan lahan.
Semisal di Desa Jono (Kecamatan Cerme), Desa Lundo (Kecamatan Benjeng), Desa Sekarputih dan Desa Wotansari (Kecamatan Balongpanggang), senilai 9,6 miliar rupiah. Sedangkan di Desa Lundo dengan tanah seluas 927 m² dengan jumlah total ganti rugi sebesar Rp565.746.270.
“Capaian pembebasan pada awal tahun ini sudah mencapai 28,81 persen. Sisanya sebesar 1,7 hektare dengan nilai ganti rugi senilai Rp7,3 miliar yang akan selesai tahun ini. Harapannya masyarakat sekitar Kali Lamong secara permanen aman dari banjir,” kata Masduki.
Selama ini, kerugian ekonomi akibat banjir tiap tahun mencapai 80 miliar, belum lagi korban jiwa dari masyarakat yang terdampak.
Barulah di era Gus Yani, normalisasi dilakukan, menekan korban meninggal jadi nol, dan sukses mengecilkan luapan air Kali Lamong.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Gresik, dr Mukhibatul Khusna, soal program UHC.
Per triwulan, anggaran untuk UHC mencapai Rp24-25 miliar selama 2023 ini. Belum soal penanganan stunting melibatkan anggaran OPD Dinkes, KBBP dan Dinas Sosial.
“Misalnya, KBBP melaksanakan eksekusi susu, dengan dari anggaran APBD. Mereka memiliki tugas dan kewenangan yang berbeda,” kata dokter Mukhibatul Khusna.
Khusna menambahkan baru jalan 6 bulan, tepat pada Maret 2023 program UHC di Gresik berhasil meraih tingkat kepesertaan tinggi. Sehingga meraih penghargaan dari Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy.
“Penghargaan UHC Award 2023 diberian Menteri Muhadjir Effendy kepada Bupati Gresik di Balai Sudirman Jakarta pada Maret lalu,” ungkapnya.
Khusna membeberkan Gus Yani juga berhasil menurunkan angka stunting di Gresik. Pada 2021, 23 persen, pada 2022 turun menjadi 10,7 persen sesuai dengan Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
“Angka itu turun di bawah Provinsi Jawa Timur yang mencapai 19,2 persen dan nasional 21,6 persen. Hal itu bukan sedikit anggaran. Apalagi ada 3 OPD yang terlibat, Dinas Kesehatan, KBBP dan Dinas Sosial yang semuanya membutuhkan anggaran cukup besar,” ungkapnya lagi.(ivn)