Sidoarjo, blok-a.com – Tanah kavling di Desa Bakungpringgodani, Kecamatan Balongbendo, diduga bodong alias belum mengantongi kelengkapan perizinan sesuai Peraturan Bupati (Perbup) Sidoarjo nomor 18 tahun 2021.
Hal itu memicu sorotan tajam dari Wakil Ketua DPRD Sidoarjo, Warih Andono.
Selain diduga tanpa memiliki kelengkapan perizinan sesuai Perbup tentang penerbitan riil tapak, lokasi kavling juga berada di Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B).
Kondisi itu tentunya akan berdampak terhadap kepastian hukum saat proses pensertifikatan di Badan Pertanahan Nasional (BPN).
“Jika tiga unsur tidak dipenuhi oleh penjual kavling, yakni perizinan, site plan dan riil tapak, bisa dipastikan saat pembeli melakukan balik nama sertipikat akan kesulitan,” ujar Warih.
Padahal yang diharapkan pembeli bisa mensertifikatkan tanah kavling yang sudah dibelinya. Karena ketiga komponen izin tersebut, untuk persetujuan riil tapak sesuai Perbup nomor 18 tahun 2021 dan mutlak harus dimiliki.
“Maksimal hingga 31 Desember 2020, pemohon harus sudah mendapatkan persetujuan Bupati melalui dinas yang ditunjuk. Karena mulai 2021, saat diberlakukannya Perbup 18 tahun 2021, kavling tanah sudah tidak boleh,” tegasnya.
Belum lagi masalah tata ruang yang sering kali diabaikan oleh penjual kavling. Karena keberadaan obyek tanah kavling berada di lahan LP2B jelas melanggar Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).
Sedangkan masalah tata ruang atau RTRW menjadi syarat dikeluarkannnya izin riil tapak. Tentunya harus dibuktikan dengan diterbitkannya pertimbangan teknis perubahan penggunaan tanah dari BPN Sidoarjo.
Sementara itu, Kepala Desa (Kades) Bakungpringgodani, Sa’i, saat dikonfirmasi menjelaskan obyek kavling di sawah Plumpung berstatus lahan pertanian LP2B. Sedangkan untuk alas hak kepemilikan statusnya Sertifikat Hak Milik (SHM).
“Memang benar, lahan sawah di Dukuhan Plumpung yang dijadikan tanah kavling sudah SHM. Namun status lahannya, peruntukannya untuk pertanian. Sedangkan proses perizinan, informasi dari pemilik sawah masih dalam proses di Sidoarjo,” jelasnya.
“Dan butuh waktu sekitar tujuh bulan untuk menyelesaikan izinnya. Atas dasar itu, saat pemilik melakukan pengurukan sempat saya hentikan. Karena belum ada legalitas izinnya,” tandasnya. (fah/kim)