
Universitas Brawijaya (UB) kembali mengukuhkan dua Profesor baru. Mereka masing-masing, Prof. Dr.Eng. Didik Rahadi Santoso, M.Si. dari Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) dan Prof.Dr. Moh. Fadli, S.H., M.Hum dari Fakultas Hukum (FH), Rabu (25/11/2020).
Prosesi pengukuhan digelar di Gedung Widyaloka dengan mematuhi protokol kesehatan COVID-19, yang hanya dihadiri Rektor, Ketua dan Sekretaris Senat, Dekan FP FT, serta keluarga profesor baru. Sementara para undangan lainnya dapat menyaksikan prosesi melalui Live Streaming Youtube Channel UBTV dan UB Radio.
Prof. Dr.Eng. Didik Rahadi Santoso, M.Si yang dikukuhkan sebagai Profesor dalam Bidang Ilmu Ekologi Tanaman ini merupakan profesor aktif ke-23 dari FMIPA, dan ke-269 yang dihasilkan UB. Beliau menyampaikan pidato ilmiah pengukuhan profesor yang berjudul: “PELUANG DAN TANTANGAN PENGEMBANGAN SISTEM INSTRUMENTASI DI ERA INDUSTRI-4.0”.
Dalam Pidatonya, dia mengatakan saat ini teknologi instrumentasi berkembang sangat pesat, baik dalam desain produk maupun terapannya. Perkembangan ini tidak bisa dilepaskan dari kemajuan iptek secara menyeluruh, khususnya di bidang komponen elektronika serta teknologi informasi dan komunikasi (ICT).
Perkembangan teknologi instrumentasi dunia yang sangat cepat di Era Industri 4.0.
Menurutnya, ini merupakan peluang dan sekaligus tantangan bagi peneliti dan industri instrumentasi, khususnya di Indonesia.
Pengembangan produk instrumentasi akan memberikan sebuah solusi bagi ketersediaan sistem peralatan yang sangat diperlukan dalam pengembangan iptek dan kegiatan industri secara menyeluruh.
“Contoh penerapannya; yang pertama adalah Bioelectical Impedance Spectrometer (BIS), yakni sebuah sistem instrumentasi untuk keperluan riset di bidang biofisika, dan yang kedua adalah sistem instrumentasi untuk monitoring aktivitas gunungapi secara realtime dari jarak jauh,” ujar Pria Kelahiran Jombang ini.
Hasil Penelitian Prof. Didik nantinya dapat membantu dosen dan mahasiswa khususnya di Jurusan Fisika UB melaksanakan pendidikan dan penelitiannya dengan lebih baik, hal ini terbukti mereka dapat melakukan publikasi ilmiah dengan topik riset terkait. Usaha ini diharapkan juga akan bisa mengurangi ketergantungan nasional terhadap impor peralatan instrumentasi modern.
Dr.Eng. Didik Rahadi Santoso, M.Si. lahir di Jombang, 10 Juni 1969. Ia menyelesaikan pendidikan S1 di Universitas Brawijaya, S2 di Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, dan S3 di Hiroshima University, Jepang. Beliau sekarang juga menjabat sebagai Ketua Program Studi S3 Fisika FMIPA UB.
Sedangkan Prof. Dr. Moh. Fadli, S.H., M.Hum dikukuhukan sebagai Profesor dalam bidang Ilmu Hukum dan merupakan Profesor aktif ke lima di FH UB serta Profesor ke 270 yang telah dikukuhkan UB. Beliau menyampaikan pidato ilmiah dengan judul “Peraturan Delegasi Di Indonesia: Ide Untuk Membangun Kontrol Preventif Terhadap Peraturan Pemerintah”.
Kajian ilmiah yang diteliti Prof. Fadli sangat berkaitan dengan maraknya demo menolak “Omnibus Law-atau RUU Cipta Kerja” (sebutan populer untuk RUU yang kini menjadi UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja).
“Peraturan delegasi sangat diperlukan di berbagai negara demokrasi, khususnya pada era yang menuntut pelayanan publik dilakukan dengan cepat, efektif, efisien tanpa melanggar hukum. Namun demikian, peraturan delegasi harus dikontrol. Di dunia ini dikenal tiga jenis kontrol, yaitu kontrol parlemen, kontrol yudisial dan kontrol jenis lainnya,” jelas beliau.
Kajian ini menggunakan pendekatan konsep (conceptual approach), pendekatan filsafati (philosophical approach), pendekatan sejarah (historical approach), pendekatan perundang-undangan (statute approach), dan pendekatan perbandingan (comparative approach), yang menggunakan bahan hukum primer dan sekunder, dan dianalisis dengan teknik preskriptif.
Berdasarkan analisis terhadap kontrol PP dapat disimpulkan bahwa kontrol terhadap PP, masih sebatas kontrol represif. Kontrol tersebut melalui pengujian peraturan perundang-undangan di bawah UU ke Mahkamah Agung (MA).
Kontrol represif rawan dan tidak cukup untuk menjamin agar PP tidak eksesif, ultra vires, atau inkonsistensi dengan UU induk. Mengingat kita menganut hierarki peraturan seperti dalam Pasal 7 UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU P3), maka materi muatan semua peraturan perundang-undangan harus sesuai dengan jenisnya.
Dalam hal demikian amat penting melakukan kontrol preventif.
“Kesimpulan yang dapat diambil, Mengingat PP berfungsi untuk menjalankan UU sebagaimana mestinya, maka dalam UU yang mendelegasikan kewenangan telah diatur dengan jelas bentuk dan ruang lingkup yang akan didelegasikan dan diatur dalam PP; Materi muatan PP hanya mengatur yang didelegasikan dan tidak boleh bertentangan dengan peraturan lain yang lebih tinggi tingkatannya,” tegas Pria asal Bondowoso ini.
Kontrol represif masih belum cukup, dan harus dilengkapi dengan kontrol preventif, yang patut dimulai pada waktu pembentukan UU induk dan pada saat penyusunan PP.
Salah satu cara untuk melakukan kontrol preventif pada saat penyusunan PP adalah penilaian atau persetujuan dari DPR sebelum PP ditetapkan atau diundangkan oleh Pemerintah.
Dr. Moh. Fadli, S.H., M.Hum lahir di Bondowoso, 1 April 1965. Ia menyelesaikan Pendidikan S1 dan S2 di Fakultas Hukum UB, dan S3 di Universitas Padjadjaran, Bandung. Beliau juga bagian dari tim peningkatan publikasi internasional karya ilmiah dosen UB. [DP/Humas UB]