Kabupaten Malang, blok-a.com – Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Malang tak larang adanya aktivitas membangunkan sahur atau yang akrab disebut Patrol Sahur.
Kepala Kemenag Kabupaten Malang, Sahid menegaskan, bahwa pihaknya tak melarang adanya aktivitas patrol. Asalakan patrol yang dilakukan tidak menganggu kemanan dan kenyamanan masyarakat sekitar.
“Kalau menurut aturan saya belum baca. Tapi, menurut saya selaku kepala kantor boleh tapi yang santun,” terang Sahid saat ditemui usai melakukan ruyatul hilal di Kantor Bupati Malang beberapa waktu lalu.
Menurutnya, aktivitas patrol sahur merupakan sebuah kearifan lokal yang sudah ada sebelum adanya perkembangan teknologi seperti saat ini.
Dahulu, untuk membangunkan sahur masyarakat setempat melakukan patrol dengan membawa alat alat tradisional seperti kentongan.
Aktivitas tersebut juga diyakini sebagai bentuk mencari pahala, sebab tujuan patrol sendiri yakni membangunkan orang yang sedang tertidur untuk bangun melaksanakan sahur.
“Itu kan kearifan lokal boleh dilakukan asal santun dalam rangka syiar Islam. Karena mayoritas di wilayah kita (Kabupaten Malang) adalah orang yang beragam Islam,” tegasnya.
Karenanya, Sahid menyerukan aktivitas pratrol tersebut tetap diperbolehkan agar kearifan lokal di Kabupaten Malang tidak punah seiring berkembangnya zaman.
Namun, kata Sahid, ada beberapa catatan yang perlu diperhatikan dalam melakukan aktivitas patrol sahur di Malang. Salah satunya yakni, memperhatikan jam pelaksanaan patrol.
Sahid mengimbau bagi masyarakat yang melaksanakan aktivias patrol dianjurkan melakukannya mulai pukul 02.30 WIB. Ia tidak menganjurkan patrol dilaksanakan di atas waktu yang telah disebutkan.
Sebab, menurutnya hal itu akan mengganggu orang lain yang sedang beristirahat atau umat agama lain yang tidak menjalankan ibadah puasa.
“Ya antara durasi imsak dengan membangunkan sahur jangan terlalu lama, karena orang kan butuh istirahat,” terangnya.
Disinggung terkait penggunaan pengeras suara selama bulan ramadan, Sahid menyebut hal tersebut telah diatur dalam aturan Kementrian Agama.
Sesuai dengan aturan, lanjut Sahid, batas menggunakan pengeras di masjid atau musala hanya sampai pukul 22.00 WIB. Selebihnya sound sistem harus di matikan, untuk kenyamanan bersama.
“Penggunaan sound sistem atau speaker di masjid atau musala atau tempat ibadah yang lain, aturan dari Kemenag sampai jam 22.00 WIB, setelah itu dihentikan,” tuturnya.
Meskipun pengeras suara dimatikan, menurutnya bukan berarti kegiatan ibadah saat itu juga dihentikan. Ia mengatakan, aktivitas tadarus tetap bisa dilaksanakan dengan menggunakan sound sistem internal yang hanya di dengar di dalam tempat ibadah.
Hal ini juga sebagai bentuk toleransi antar umat beragama, agar tidak mengganggu waktu beristirahat ketika malam hari.
“Kita ini kan tidak hanya muslim, kita ini sudah diajarkan saling menghormati dan menghargai orang yang memeluk agama lain,” pungkasnya.
(ptu)