Suka Duka Jualan Kopi Keliling di Kota Malang, Kejar-Kejaran dengan Izin dan Cuaca

Kopi Keliling "Kopi Semesta" di Jalan Veteran (blok-a.com Internship/Tegar)
Kopi Keliling "Kopi Semesta" di Jalan Veteran (blok-a.com Internship/Tegar)

Kota Malang, blok-a.com – Di tengah-tengah keramaian Kota Malang, terdapat banyak pedagang kopi keliling yang kini menjadi pemandangan baru. 

Dengan bermodal sepeda elektrik atau gerobak sederhana, mereka membawa gaya baru dalam proses jualan. Fenomena ini sudah terlihat banyak di Kota Malang. Mulai dari tempat-tempat, seperti Alun-Alun Kota, taman, lingkungan sekitar kampus bahkan saat kegiatan Car Free Day (CFD).

Namun, di balik kehadiran kopi keliling ini, ada cerita suka duka yang dialami oleh beberapa penjual. Pedagang kopi keliling harus berhadapan dengan berbagai tantangan, mulai dari kejar-kejaran dengan aturan penertiban hingga melawan hujan yang sering kali mengurangi pelanggan. 

Hingga saat ini, keluhan yang disampaikan dari sekian banyaknya penjual kopi keliling adalah izin dari Satpol PP. Penertiban yang dilakukan oleh pihak Satpol PP membuat mereka merasa tidak nyaman dan merugi.

Pasalnya, hingga saat ini mereka belum mempunyai lahan atau lapak tersendiri untuk berjualan menetap. Mereka hanya bisa berhenti di tempat-tempat tertentu yang menurut mereka ramai pembeli.

Seperti yang diungkapkan salah satu pedagang kopi keliling, Benu, hambatan terbesar mereka adalah penertiban oleh Satpol PP.  Pedagang kerap kali ditegur atau bahkan disita barang dagangannya jika dianggap menetap terlalu lama di satu tempat.

“Hambatan pertama itu Satpol PP. Kalau sudah dua-tiga kali peringatan tidak diindahkan, biasanya payung atau tempat kopi kami yang disita. Bisa diambil lagi setelah sidang,” ujarnya.

Selain urusan izin, cuaca juga menjadi tantangan yang tak terhindarkan, terutama saat musim hujan.  Kondisi ini sering kali mempengaruhi operasional mereka karena sulit untuk berjualan sambil melindungi barang dagangan mereka yang basah.

“Musim sekarang hujan, itu jadi kendala juga, meskipun tersedia payung di gerobak tetap saja,” keluhnya.

Selain ada barang dagangan mereka yang basah, musim hujan juga membuat angka penjualan menurun dan omzet yang mereka dapat cenderung lebih sedikit daripada hari-hari normal.

“Kalau lagi ramai bisa sampai 50, bahkan kadang mendekati 70 cup es kopi. Tapi kalau lagi sepi, ya sekitar 30-an. Kalau untuk omzet juga lumayan lah sekitar 500-600 ribu seharinya,” jelas seorang penjual kopi keliling, Benu, kepada blok-a.com, Sabtu (14/12/2024).

Tidak hanya Benu, seorang penjual kopi keliling lain yang kerap berkeliling di kawasan Kasin, MT Haryono, dan Watugong juga berbagi cerita. Jika dirinya juga dapat menjual 50-60 cup kopi dalam seharinya. Omzet yang diperoleh pun tidak jauh  dari omset yang didapatkan Benu, yaitu sekitar 400-500 ribu.

“Karena aku berangkatnya dari Kasin, jadi aku rutenya ke MT. Haryono, dan kawasan sekitar UB atau Watu Gong. Omset sehari rata-rata sih 50-60 cup, apalagi akhir bulan biasanya segituan,” ujar penjual tersebut. 

Tantangan lain datang dari biaya tambahan saat berjualan di lokasi tertentu, seperti kawasan Car Free Day (CFD). Kerap kali petugas parkir menarik uang pangkal dengan alasan biaya operasional dan kebersihan. Walaupun tergolong kecil, hal ini cukup memberatkan bagi penjual kopi keliling.

“Waktu di CFD ada uang pangkalnya, itu sebulannya 5 ribu buat tukang parkir,” ungkapnya. 

Namun, di tengah segala tantangan tersebut, ada kebahagiaan tersendiri yang dirasakan para pedagang kopi keliling. Bertemu pelanggan setia, terutama mahasiswa yang menjadi target utama, memberikan semangat bagi mereka untuk terus berjualan.

“Target utama kami mahasiswa, meskipun ada juga pembeli dari orang kantoran dan anak sekolah,” jelasnya.

Dengan jam operasional dari pukul 10 pagi hingga 4 sore, pedagang kopi keliling ini terus berupaya menjalankan usaha mereka, meskipun harus berhadapan dengan cuaca buruk dan aturan ketat. 

Mereka berharap adanya regulasi yang lebih fleksibel dan pemahaman dari masyarakat, agar usaha mereka bisa berjalan lancar tanpa mengganggu keindahan kota. 

Jika masih kerap ditertibkan, mereka berharap pemerintah  bisa menyediakan lokasi yang layak dan sesuai untuk berjualan. Sehingga mereka masih memiliki kesempatan untuk mencari nafkah demi keluarganya.

 

Penulis: Tegar Putra F (Mahasiswa Magang UTM)

 

Kirim pesan
Butuh bantuan?
Hai, apa kabar?
Apa yang bisa kami bantu?