Kota Malang, Blok-a.com – Penumpukan sampah di penampang sungai RW 14 Kelurahan Bunulrejo, Kota Malang menuai banyak respon dari berbagai pihak. Salah satunya Komunitas Zero Waste Kota Malang yang diinisasi oleh Herlina Septi Andini.
Pihaknya menyayangkan peristiwa tersebut. Dia menilai, bahwa masih banyak cara penanggulangan dan sosialisasi sebagai bentuk pendekatan yang lebih edukatif terhadap masyarakat.
Wanita berhijab ini menjelaskan, bahwa terkadang banyak masyarakat tepian sungai yang terpaksa membang sampah sembarangan karena fasilitas pengelolaan sampah yang kurang memadai. Hal itu sering ditemukannya di beberapa daerah.
“Aku sih lebih pertama itu ya lebih berempati ke mereka yang membuang sampah sembarangan, karena mereka itu bukan karena mau, karena nggak ada fasilitasnya. Terutama untuk masyarakat yang ada di bantaran sungai itu kan biasanya kalau di Malang itu kan jalanan ke sungai itu kan menurun kayak jurang itu ya nggak kayak di Surabaya itu jadinya nggak ada yang mau mengangkut sampah mereka. Sehingga mereka terpaksa untuk membuang sampah di sungai, untuk kasusnya di sungai gitu ya,” bebernya.
Pihaknya mendorong agar Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Malang bisa melakukan pendekatan dan sosialisasi lebih masif lagi. Menurutnya, sosialisasi tidak bisa dilakukan hanya sekali. Harus ada Langkah pendekatan yang mengubah mindset dulu. Tidak hanya sekadar penyuluhan dan memberi fasilitas saja.
“Kayak tong sampah untuk memilah untuk kompos, sebaiknya ada pendampingan ada petugas yang didtempatkan ke lingkungan-lingkungan untuk mengontrol dan mengawasi, agar masyarakat tidak bingung. Jadi sosialisasinya berkelanjutan,” paparnya.
Sejauh ini, banyak masyarakat yang ditemukan kesulitan untuk mengolah sampah menjadi zero waste. Istilah ini sendiri adalah pengurangan limbah sampah mendekati nol persen dari jumlah sampah. Dia memaparkan, data terakhir yang diterima tahun 2023 adalah sebanyak 700 ton sampah yang ditampung di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Kota Malang. Hal itu mengindikasikan beberapa permasalahan sampah yang belum bisa diolah dengan baik secara mandiri.
Herlina menyebut, bahwa sampah terbanyak yang diproduksi adalah sampah organik. Sering dia temukan di kalangan masyarakat bahwa masyarakat tidak bisa mengelolanya secara mandiri. Sehingga, pihaknya menyarankan adanya sarana bank sampah atau pengelolaan kompos secara komunal. Baik tingkat RT maupun RW.
“Misalnya kalau kita sampah anorganik aja itu kita kumpulkan kita bawa kemana kan repot. Tapi kalau sama-sama dikoordinasi di satu RT atau RWkan mudah kalau dikerjakan bersama. Orang merasa ribet karena mengolah sampah sendirian,” tegasnya. (mg1/bob)