KABUPATEN MALANG – Jumlah kekerasan anak bawah umur berupa kekerasan seksual mendominasi di Kabupaten Malang selama dua tahun terakhir, yakni tahun 2019 dan 2020.
Di tahun 2019 terdapat 31 kekerasan seksual dari total 85 kekerasan terjadi pada anak. Sedangkan tahun 2020 terdapat 10 kekerasan seksual dari total 26 kasus.
Kekerasan seksual ini pun kerap terjadi karena ada beberapa faktor.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kabupaten Malang, Harry Setia Budi menjelaskan, pertama adalah faktor design rumah. Kekerasan seksual kerap terjadi karena design rumah yang tidak ada sekat.
Di faktor design rumah ini biasanya terjadi pada pelaku yang merupakan orang tuanya sendiri.
“Karena tidak ada sekat antara kamar anak dan orang tua dan intense bertemu antara anak yang sudah mulai remaja dan ayahnya. Jadi ketika ibunya pergi biasanya kekerasan seksual itu terjadi,” kata Harry.
Saat disinggung berapa data pelaku yang merupakan orang tua korban sendiri, sayangnya Harry enggan menyebutkan
“Tidak bisa kami publish itu ranah pribadi untuk aktor kekerasan pada ayah kandungnya sendiri,” kata ia.
Kedua adalah faktor perceraian. Faktor perceraian ini melibatkan orang tua tiri dan korban. Orang tua tiri kerap kali meluapkan nafsunya kepada korban karena merasa anak tersebut bukan anak kandungnya.
“Biasanya ini sudah ada sekat. Tapi karena tidak ada rasa memiliki anak sendiri. Ayah tiri kadang mengeksekusi anaknya ketika ibunya pergi ke pasar atau ke luar rumah. Biasanya ayah tiri ini pengangguran begitu dan meluapkan beban hidupnya dengan menggauli orang terdekatnya,” imbuh Harry.
Ketiga adalah faktor media sosial. Media sosial ini adalah sebagai jembatan antara anak dan pelaku kekerasan seksual.
Dalam faktor media sosial ini yang berperan sebagai pelaku biasanya orang tidak dikenal.
“Jadi korban dan pelaku ini contohnya berkenalan di Facebook. Terus mereka kenalan dan biasanya langsung diajak pacaran dan di sana terdapat laporan kekerasan seksual,” imbuh ia.
Keempat adalah faktor ekonomi. Dalam faktor ini pelaku kekerasan seksual biasanya adalah tetangga korban sendiri.
Tetangga biasanya adalah seorang pengangguran. Namun memiliki hasrat seksual tinggi.
“Karena tidak kunjung menikah. Malah mencari jalan pintas dengan melakukan kekerasan seksual pada tetangganya,” tutup ia.
Sebagai informasi, dalam data tahun 2019 dan 2020 untuk kekerasan anak bawah umur terdapat lima jenis kekerasan seksual lainnya selain seksual.
Kelimanya adalah kekerasan fisik, psikis, eksploitasi, penelantaran, dan lainnya.
Untuk tahun 2019 kekerasan fisik tercatat sebanyak 23 kali. Kekerasan psikis terjadi 14 kali. Kekerasan eksploitasi tidak ada laporan. Kekerasan penelantaran terjadi 15 kali dan lainnya terjadi 18 kali.
Sementara tahun 2020, kekerasan fisik terjadi 4 kali. Kekerasan psikis terjadi 5 kali. Kekerasan seksual terjadi 10 kali. Kekerasan eksploitasi 0 kali. Kekerasan penelantaran 3 kali dan lainnya 7 kali.