Ponorogo, blok-a com – Sejumlah Masjid dan bekas pondok pesantren para pejuang kemerdekaan banyak berdiri di Jawa Timur. Salah satunya, Ponpes Tegalsari atau Gebang Tinatar Ponorogo, tempat belajarnya Pangeran Harya Diponegoro.
Salah satu masjid legendaris di Jawa Timur yang jadi titik kunjungan Safari Ramadhan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, adalah di Desa Tegalsari, Kecamatan Jetis, Kabupaten Ponorogo, ini.
Di bumi Reog ini, berdiri megah Masjid Jami’ Tegalsari. Masjid ini didirikan oleh Kiai Ageng Muhammad Besyari pada 1742 M dan merupakan salah satu masjid tertua di Indonesia.
Kiai Ageng Muhammad Besyari, adalah seorang ulama kondang yang menyebarkan agama Islam di Ponorogo dan sekitarnya.
Berdasarkan referensi yang tertulis di website Disbudparpora Ponorogo, sosok Kiai Ageng juga berperan dalam babat Desa Tegalsari dan mendirikan pesantren Gebang Tinatar atau Pesantren Tegalsari.
Sejumlah tokoh seperti Susuhunan Pakubuwono II (Raja Surakarta), Ronggowarsito (pujangga/sastrawan Jawa), Kiai Abdul Manan Dipomenggolo (pendiri Pesantren Tremas Pacitan) dan Pangeran Harya Diponegoro pernah menuntut ilmu sebagai santri maupun mendapatkan pengaruh dari Tegalsari.
Bahkan HOS Tjokroaminoto, serta Trimurti pendiri Pondok Modern Darussalam Gontor merupakan keturunan dari silsilah Kiai Ageng Muhammad Besari.
Kiai Ageng Muhammad Besari memiliki silsilah keturunan dari Majapahit dan dari Nabi Muhammad SAW. Di mana keturunan Majapahit berasal dari ayahnya yakni Ki Ageng Anom Besari atau Ki Ageng Grabahan dari Dusun Kuncen, Caruban Madiun.
Sedangkan keturunan Nabi Muhammad SAW didapat dari ibunya yakni Nyai Anom Besari atau Nyai Ruqiyah yang nasabnya sampai kepada Rasulullah SAW melalui garis Sayyidati Fatimah Az-Zahra.
Masjid Jami’ Tegalsari ini sangat khas dengan nuansa spiritual dan kultural. Kentalnya unsur budaya Jawa pada masjid ini diperkuat dengan 36 tiang kokoh dari kayu jati tanpa paku. Semua kayu jati tersebut dikuatkan dengan pasak kayu.
Jumlah tiang mengandung arti jumlah wali/wali songo (3+6=9) yang menyebarkan agama Islam di Pulau Jawa dan atap berbentuk kerucut mengambarkan keagungan Allah SWT.
Tidak hanya itu, kubah masjid terbuat dari tanah liat (sejenis gerabah) yang masih terjaga keasliannya hingga sekarang.
“Masjid Jami’ Tegalsari ini menjadi salah satu masjid tertua di Indonesia. Bahkan Masjid ini juga tercatat sebagai bangunan cagar budaya berdasar Undang-undang RI nomor 5 tahun 1992,” celetuk Khofifah, usai ziarah.
Dari bangunannya bisa dilihat bahwa nuansa Budaya Jawa sangat kental. Dan ini menjadi salah satu masjid bersejarah di Indonesia.
Unsur kekunoan masjid ini sangat terlihat. Dilansir dari laman warisan budaya kemendikbud, kekunoan arsitektur Masjid Tegalsari di samping dapat dilihat dari konteks dan keletakan, juga dari unsur fisik masjid yang lain. Seperti adanya pagar keliling yang mengitari kompleks masjid.
Pagar keliling ini mempunyai arti memisahkan daerah yang sakral dan propan. Halaman masjid terbagi menjadi tiga yang masing-masing mempunyai arti atau tingkat kesakralan yang berbeda. Bagian yang paling sakral adalah mulai dari serambi hingga ruangan masjidnya
Keberadaan masjid Jami’ ini erat kaitannya dengan sejarah dakwah Islam di masa itu.
Di mana Tegalsari memiliki nilai sejarah dan semangat dakwah Islam yang besar. Sosok Kiai Ageng Muhammad Besari juga memiliki peran yang kuat.
Beliau pula yang mendirikan Pondok Pesantren Tegalsari. Ribuan orang santri konon yang belajar di pesantren ini.
Kiai Besari memberikan ilmu syariat, akidah, tasawuf atau akhlak, hingga kesenian Jawa, khususnya sastra. Beliau zuriahnya (keturunannya) Subhanallah dari orang yang sholeh dan sholehah.
“Beliau bisa memberseiringkan bagaimana menjadi ulama dan jadi umarah. Kedalaman keilmuannya luar biasa,” sergah Khofifah menceriakan Safari Ramadan dari Masjid ke Masjid.
Komplek Masjid Tegalsari ini terdiri dari tiga bagian yaitu Dalem Gede merupakan kerajaan kecil yang dulunya merupakan pusat pemerintahan. Kemudian sebuah masjid serta komplek makam Kiai Ageng Muhammad Besari.
Sebagai informasi, Kiai Ageng Muhammad Besari berasal dari Caruban, Madiun, Jawa Timur.
Dia wafat pada 1773. Haulnya, diperingati tiap tahun pada bulan Dzulkaidah tahun Hijriah di Masjid Jami’ Tegalsari, Jetis, Ponorogo.
Makam Kiai Ageng Muhammad Besari ini menjadi salah satu wisata religi yang banyak dikunjungi para peziarah dan santri. Tidak hanya datang dari wilayah Ponorogo saja, tapi juga banyak peziarah yang datang dari luar kota.
Tidak ketinggalan Gubernur Khofifah juga bersilaturahmi dengan jama’ah salat tarawih dan membagikan beras kemasan @3 kg kepada para jama’ah usai salat tarawih.
Kepada para jamaah, Gubernur Khofifah mengatakan bahwa kegiatan ini merupakan rangkaian dari Safari Ramadan yang dilakukan ke berbagai masjid legendaris di Jawa Timur.
“Sebelum ke sini saya telah ke berbagai masjid legendaris mulai Masjid Jami’ Gresik, Masjid Agung Tuban, dan kemarin ke Masjid Jami’ Panembahan Somala Sumenep juga masjid Sewulan Madiun. Masjid-masjid yang saya datangi sangat indah dan penuh dengan sejarah keislaman dan budaya yang kuat,” katanya.
“Safari Ramadan ini juga menjadi bagian mantasharrufkan zakat dari para muzakky yang diamanahkan melalui Baznas Jatim. Maturnuwun para muzakky dan terimakasih para mustahiq. Semoga semua sehat, amal ibadah kita diterima Allah SWT dan semoga Allah pertemukan kita semua dengan Lailatul Qadar, Amin, ” tutupnya.(kim/lio)