Surabaya, blok-a.com – Niatnya merunning berita dengan ikut cek lokasi proyek bersama Dinas PMD Sampang, 4 jurnalis pengurus Komunitas Jurnalis Jawa Timur (KJJT) wilayah Sampang, jadi sasaran persekusi dan teror.
Mereka tidak bisa berkutik karena dikepung massa bersajam, ditakut-takuti, kemudian dituding beritanya salah lokasi.
Tak hanya itu, mereka dipaksa menandatangani surat pengakuan berita yang diterbitkan keliru, dan diminta membacakan permintaan maaf dengan direkam video.
Yang menyedihkan, tindakan itu dilakukan di rumah Fadhol, Pj Kepala Desa Lar-lar setempat.
Ceritanya, usai memberitakan proyek jalan di Desa Lar lar, Kecamatan Banyuates, Sampang, yang telah sesuai kaidah jurnalistik, 4 jurnalis ini hendak merunning berita dengan ikut dalam inspeksi proyek bersama Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Pemkab Sampang.
Setiba di lokasi, 4 jurnalis ini langsung dihardik massa bercelurit dan menenteng pedang.
Mereka diduga telah disiapkan, karena yang tahu kedatangan wartawan, Dinas PMD, dan LSM ke lokasi itu hanya perangkat desa saja.
Empat jurnalis, LSM dan Dinas PMD, tak bisa berkutik. DPMD terdiam, sedangkan wartawan ditekan dan diteror. DPMD pun tak bisa melakukan pengukuran dan pengecekan material, karena di bawah acungan celurit dan pedang.
Mereka lantas mengaku digiring ke rumah Pj Kades, setempat. Tidak boleh pulang sebelum menandatangani pernyataan dan membacakan permintaan maaf bahwa berita itu keliru.
“Kami ingin menyelamatkan diri dari ancaman dan ingin segera keluar dari situasi itu, kami terpaksa menuruti kemauan mereka. Dengan terpaksa kami membacakan pernyataan dan direkam video. Lalu disebar ke semua grup WA,” ujar Ang, korban teror, jurnalis Sampang.
Sehari kemudian, KJJT Sampang, membuat kronologi kejadian sebenarnya dan dikirim ke KJJT se Jawa Timur.
Tidak hanya itu, KJJT Sampang, mengadukan masalah itu ke Mapolres Sampang.
Kebebasan Pers Ternoda
Ketua KJJT Pusat, di Surabaya, Ade S Maulana, mengimbau wartawan segera berkoordinasi dengan pihak kepolisian.
“Beberapa hari lalu, ada rekan kami usai meninjau lokasi jalan proyek bersama Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan dinas PMD Pemkab Sampang, malah diancam. Itu persis setelah tulisan berita terbit, sejumlah massa sewaan dikirim oleh oknum,” terang Ade S Maulana, Rabu (11/10/2023).
Ade membenarkan para korban semuanya anggota KJJT Sampang.
Menurutnya, dari usaha konfirmasi, menulis, dan beberapa kali menghubungi narasumber dan konfirmasi, berita yang diterbitkan sudah memenuhi kaidah jurnalistik.
“Ada narasumber, ada banyak pengakuan, lalu konfirmasi via WA, telepon dan lewat surat sudah dilalui. Hingga akhirnya, DPMD berniat turun ke lokasi. Nah,saat ke lokasi itulah kejadian teror premanisme terjadi,” ujar Ade.
Selain mendapat ancaman, 4 jurnalis dan LSM dipaksa minta maaf dan disuruh mengakui tulisannya keliru untuk kemudian direkam dan disebarluaskan.
“Kami KJJT menilai, upaya itu untuk menjatuhkan marwah jurnalis. Massa 50 orang yang dikerahkan semuanya membawa sajam celurit, balok dan pedang itu ada hubungannya dengan cuan. Rekan kami terpojok dan ketakutan. Tak ada pilihan selain menuruti keinginan dari massa tersebut, kemudian mereka dipaksa untuk meminta maaf dengan cara divideo bersama-sama lantaran dalam pemberitaan tidak sesuai dan dianggap salah objek,” kata Ade S Maulana Ketua Umum KJJT.
Menurut Ade, kejadian ini merupakan suatu ancaman kebebasan pers dan pelanggaran pidana berat.
“Tidak hanya pelanggaran Undang-undang Pers namun sepertinya pelanggaran UU ITE dan pengancaman dengan menggunakan senjata tajam. Seharusnya, apabila ada pihak-pihak yang tidak terima adanya pemberitaan dari rekan media. Ada ruang hak jawab yang bisa digunakan, bukan dengan mengerahkan massa atau mengancam memakai senjata tajam dengan cara menakuti nakuti,” ucap Ade.
Oleh sebab itu, KJJT meminta kepada Kapolda Jatim untuk menjamin keselamatan mitra kerja Polri khususnya di Kabupaten Sampang, baik dari Jurnalis dan LSM.
Dia meminta proses hukumnya ditangani Polda Jatim demi menjamin keselamatan dan keadilan untuk para korban.
“Jika proses hukum ini ditemui lamban panangananya, maka kami tidak segan-segan akan menggelar berbagai aksi di Mapolda Jatim agar mendesak pihak kepolisian segera menangkap para pelaku dan dalang permasalahan itu,” pintanya.
Sementara Fadhol PJ Kades Lar lar, Kabupaten Banyuates, dikonfirmasi KJJT.
Dia membenarkan kejadian itu namun berdalih hanya salah paham.
“Ya betul kemarin ada kejadian, namun salah paham, hingga ada cekcok antar LSM dan media dengan masyarakat (massa),” aku Fadhol, dikutip Ade.
Fadhol pun mengkui jurnalis dibawa ke rumahnya, dengan dalih dimediasi.
Dia menolak ada pemukulan oleh massa kepada jurnalis dan LSM saat di lokasi.
“Tidak ada Pak, tidak ada pemukulan hanya saja adu cekcok. Untuk video sudah banyak beredar setahu saya mereka sudah memohon maaf,” terangnya.
Masih kata Fadhol, wartawan itu rencananya hendak inspeksi hasil proyek DD namun menurut Fadhol, disebut sebagai proyek swadaya masyarakat.
Fadhol juga mengelak siapa yang mengerahkan massa ke lokasi itu. Dia berdalih tidak tahu. Hanya saja dia membenarkan saat itu ada jurnalis, LSM, pegawai DPMD dan Pemdes mendampingi cek lokasi.
“Saya sudah kasih tahu minggu kemarin, bahwa yang diberitakan itu salah lokasi. Tapi LSM memaksa inspeksi ke lokasi. Setelah ditanya ngaku dipaksa oleh anaknya mantan Kades. Mohon maaf hanya itu penjelasan dari saya,” terang Fadholi.(kim)